Dongeng Yang Kau Hancurkan

1159 Words
Jenny masuk ke dalam kamar dan menemukan dua orang insan yang tengah bermadu kasih di ranjang. Kedua orang yang sama-sama polos itu menikmati permainan mereka, hingga tak menyadari kehadiran Jenny. Jenny berdiri mematung di tempatnya masih tak mempercayai apa yang ada di hadapannya. Bagaimana bisa cinta berkhianat? Hatinya pedih bukan main, dadanya terasa begitu sesak dan ia kesulitan bernafas. Hati Jenny dipenuhi amarah, terbakar api kebencian karena dunianya yang dihancurkan begitu saja. Semua mimpi dan keindahan dunia dongengnya musnah seketika. Jenny mengeluarkan pisau lipat yang sudah ia persiapkan dari dalam tas dan berjalan cepat menuju kedua orang yang terperanjat melihat kedatangannya. Jenny telah gelap mata, diarahkannya pisau itu pada suaminya, lelaki itu harus tahu bagaimana sakitnya hati saat ditusuk dengan pisau. Sungguh, rasanya seperti akan mati. Air mata Jenny mengalir begitu saja sangking sakitnya. “Apa yang kamu lakukan, Jen? Simpan pisaumu!” Pria itu segera berdiri dan berjalan mundur, wanita yang tadi asyik b******u dengannya berlindung di balik tubuh pria itu. Jenny semakin menggila melihat pemandangan di hadapannya. Kedua orang yang telah menghancurkan hati dan dunianya memang pantas mati. “Tega kamu, Mas. Jadi, ini kesibukanmu sekarang? Bermain dengan wanita?” Jenny tersenyum miring seraya menggerak-gerakkan pisau di udara, seakan hendak menusuk pria itu. Kedua orang di hadapan Jenny telah tersudut di tembok. Air mata Jenny mengalir semakin deras. Ia telah menyerahkan semua yang ia punya untuk pria itu. Cinta, hati, dan juga mimpi, ia membuang semua itu demi membangun rumah tangga bersama pria yang menjanjikannya kebahagiaan yang akan berlangsung untuk selama-lamanya. Namun apa yang didapatkannya dari semua pengorbanannya? Tidak ada, dirinya telah dikhianati dengan kejam. “Aku bisa jelaskan semuanya, Jen. Ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan,” Pria itu menggerak-gerakkan tangannya di udara, meminta Jenny untuk tenang dan mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu. Wanita itu sedang disulut amarah dan terlihat begitu menakutkan. Jenny terpaku sesaat, mencoba mencerna perkataan pria itu. Tak seperti yang ia pikir? Ia bahkan tak memikirkan hal apa yang dilakukan pria itu di belakangnya, dirinya malah melihat semuanya secara langsung. Alasan apa yang akan pria itu gunakan untuk menyelamatkan dirinya dan juga wanita simpanannya itu? Jenny tersenyum, lalu tawa keluar dari mulutnya. “Kau pikir, aku bodoh? Kau pikir, aku masih seperti gadis berusia dua puluh tahun yang dulu kau tipu dengan semua sikap manismu? Kau pikir, aku bisa termakan bujuk rayumu?” “Mas … aku takut …” Wanita di balik punggung lelaki itu mulai menangis. Tawa Jenny semakin pecah. Ya, wajar dan memang seharusnya wanita itu merasa takut. Tertutama saat mulai bermain api dengan suami orang. Dimana martabatnya sebagai seorang wanita? Mengapa dengan mudah ia terbujuk rayu untuk ditiduri oleh pria yang telah beristri? “Tenang, Sayang. Semuanya akan baik-baik saja,” Ucap lelaki itu menenangkan, seraya membawa wanita itu ke dalam pelukannya, mengusap-usap punggung wanita itu. Jenny semakin muak dibuatnya. Keduanya bahkan tak lagi memiliki rasa malu berpelukan dengan tubuh polos di hadapannya. Ah … Jenny saja serasa ingin muntah melihat pemandangan menjijikkan itu. Ia pun merasa dirinya sangat kotor. Lelaki itu menyentuhnya dengan tangan yang telah menyentuh wanita lain. Jenny tertawa sumbang. “Kalian masih bisa bermesraan di keadaan seperti ini?” Jenny menarik kembali pisau yang diulurkannya tadi, tak ada gunanya menggunakan segala kebenciannya untuk membunuh sepasang manusia di hadapannya. Dirinya yang akan rugi banyak. Bukan hanya akan dipenjara dan kehilangan kebebasan, namun ia turut kehilangan kesempatan untuk melihat lelaki itu terjatuh. “Pakai pakaian kalian karena aku akan segera muntah jika terus-terusan menatap tubuh polos kalian.” Keduanya cepat-cepat mengutip pakaian yang berserakan di lantai dan mengenakannya dengan terburu-buru, sedang Jenny duduk santai di tepi tempat tidur dan mengamati keduanya dalam dia. Ia tak ‘kan membiarkan lelaki yang telah mengakhiri kisah dongeng mereka lepas begitu saja. Kematian terlihat begitu mudah bagi lelaki yang membuatnya kehilangan segalanya. “Kau wanita, keluarlah dari kamar ini dan jangan berani-beraninya mencari bantuan di luar sana karena ada orang yang kusewa untuk mengawasimu,” Ucap Jenny datar. Wanita itu menoleh pada lelaki di sampingnya sekilas, lelaki itu tersenyum menenangkan dan mengangguk pelan. Jenny yang melihat pemandangan di hadapannya semakin panas. Wanita itu berlari cepat meninggalkan kamar hotel, sedang Jenny masih duduk santai di tempat tidur, sedang lelaki yang selama tiga tahun ini disebutnya suami masih betah berdiri di hadapannya. Jenny mengikuti jejak sabahatnya yang menikah muda. Entah pikiran mereka yang sama-sama kacau hingga atau terlalu naif, berpikir jika menikah muda adalah hal yang baik. Nyatanya, kau belum siap dalam segala hal, meski pasanganmu jauh lebih berumur darimu. Saat bertemu dengan lelaki bernama Altair itu, Jenny pikir dirinya telah menemukan akhir kisah dongengnya. Kisah cinta mereka akan diakhiri dengan pernikahan dan keduanya akan hidup bahagia untuk selama-lamanya. Namun sayang, penutup seperti itu hanya ada di dalam kisah dongeng belaka. Nyatanya, pernikahan bukanlah penutup kisah cintanya. “Berikan aku uang, properti, dan juga surat cerai, maka aku akan pergi dari hidupmu,” Jenny memecahkan keheningan di antara mereka, lelaki di hadapan Jenny menautkan kedua alis dan menatap wanita itu tidak percaya. Ia tak pernah menyangka, Jenny sang bintang memiliki sisi seperti ini. Tak seperti Jenny polos dan memiliki tatapan lembut yang dulu dikenalnya. “Sifat aslimu akhirnya keluar juga. Memang itu tujuanmu menikah denganku, untuk merampas sebanyak-banyaknya harta dariku.” Lelaki itu tertawa, seakan tak mau mempercayai ucapannya barusan. Bagaimana bisa dirinya tertipu oleh Jenny? Padahal ia telah memberikan segalanya untuk wanita itu. Hidup yang layak, kenyaman, dan juga status. “Bukankah kita impas. Sama-sama saling menunjukkan wajah asli kita,” Ucap Jenny datar, “Duduk di kursi itu karena masih banyak yang harus kita bicarakan. Aku nggak punya banyak waktu untuk mendengarkan cacian orang sepertimu yang nggak lebih baik dariku.” “Apa yang kamu inginkan? Kamu ingin membuatku jatuh miskin? Apa tuntutanmu dan berapa banyak uang yang kamu inginkan?” Lelaki itu menatap Jenny lekat-lekat, sedang yang ditatap bersikap biasa saja, malah terkesan terlalu tenang. Pria itu terheran-heran dibuatnya. “Ceraikan aku dengan kompensasi rumah yang kita tempati, apartemen di Jakarta selatan dan juga Malaysia, toko tas di daerah Mangga dua, serta tunjungan bulanan sebanyak satu milyar yang harus kau bayarkan sampai aku menikah lagi.” Mata lelaki itu terbelalak kaget. “Kau gila!” Jenny tertawa kecil. “Tentu saja aku sudah gila dan kamulah penyebabnya,” Jenny menggertakkan giginya, ia tak kan terlihat kalah di hadapan pria itu. Ia tak boleh terlihat lemah dan ia akan tunjukkan pada lelaki itu, jika apa yang telah lelaki itu perbuat telah membunuh hatinya, hingga ia tak lagi memiliki hati untuk merasa. Ia bisa bersikap kejam. “Aku nggak mungkin memberikan semua itu padamu. Kamu pikir, satu milyar itu jumlah yang sedikit? Apalagi begitu banyak properti yang kau tuntut.” Jenny tertawa sumbang. “Ayolah Tuan Altair. Semua orang di Indonesia ini tahu benar betapa kayanya dirimu dan uang satu milyar adalah jumlah yang sangat sedikit bagimu. Soal properti? Ya Tuhan … semua itu bahkan bukan setengah dari jumlah properti yang kamu miliki. Kamu bercanda saat mengira aku akan membuatmu miskin dengan tuntutanku, bukan?” Kau yang mengakhiri kisah dongeng kita. Oleh karena itu, kau harus membayarnya mahal! Ucap Jenny di dalam hatinya seraya menatap tajam pria di hadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD