Gelar Yang Tidak Bisa Dimiliki

1254 Words
Kuil Merah Volhem "Huaa... Ternyata melakukan hal yang mudah akan menjadi berat disini." Minaki melemaskan tangannya. Tep-tep.. "Huff.. kepalaku benar-benar akan meledak." Latina kembali dari tempat latihannya. "Dimana yang lain?" Tanya Latina, ia melihat hanya ada Minaki diruangan tempat pertama kali mereka datang ke kuil Hidrus. "Itu hal yang ingin kutanyakan padamu, dan juga. Tumben sekali kau bertanya kenapa seseorang belum kembali, hoho.." Minaki menahan tawa. Balas Latina, "Terserah kau." Latina duduk disamping meja. Dakk! Seseorang membanting pintu gesernya. "Hah..? Ada apa denganmu?" Tanya Minaki, ternyata orang yang membanting pintu tadi adalah Jack dengan badan yang penuh luka. "k*****t! Jika aku terus melakukan ini, sudah dapat dipastikan kalau sebentar lagi aku akan mati." Jack perlahan berjalan memasuki ruangan itu. "Kenapa kalian terlihat baik-baik saja?" Jack berhenti sejenak, ia melihat Latina dan Minaki dengan keadaan yang tidak buruk sepertinya. "Ahh.. lebih baik aku pulang saja." Jack berpaling. "Apa itu keputusanmu?" Saat Jack berbalik, Hidrus berdiri tepat di belakangnya. "Ti-tidak! Maksudku aku mau pulang ke kamarku, itu saja." Jack menggaruk kepalanya sambil menyembunyikan secuil niat yang ada di hatinya. "Apa yang terjadi padanya tuan Hidrus?" Tanya Latina. "Ia melakukan latihan dengan cukup baik." Jawab Hidrus. Jack sudah tidak kuat lagi dengan ucapan Hidrus yang seolah Jack berlatih secara normal seperti yang lainnya. "Ahk sial! Kalian ingin tahu kan apa yang aku lewati hari ini?! Aku berlatih ditempat yang tidak jelas itu, ya.. walaupun tugasku hanya untuk menghancurkan gubuk kecil disana tapi..! Apakah bisa seseorang menahan tembakan panah dan seluruh serangan dari boneka sialan yang berdiri diatas benteng sambil tersenyum?! Bila kalian ingin tahu apa yang kurasakan saat ini... Saat ini aku ingin sekali menghancurkan tempat sialan itu!!" "Huf-huff.." Jack kesal dan terengah-engah. "Oh, baiklah. Malang sekali nasibmu." Ucap Minaki dengan santai. "Egk!!" Tubuh Jack tertusuk oleh kata-kata yang keluar dari mulut Minaki, ia terdiam dan memucat. "Em.. mungkin memang seperti itu." Ucap Jack. "Maaf tuan Hidrus, kita semua sudah berkumpul disini, sudah satu hari penuh kita berlatih tanpa henti, tapi. Sepertinya kita kekurangan satu orang." Hanya Latina yang menyadari bahwa Hazin belum pulang. "Oh ya, dia kan ada di dekat-.." Hidrus mengingat dimana terakhir kali ia bertemu dengannya. "Jangan-jangan?!" Dep-depp.. Hidrus bergegas lari meninggalkan mereka. "Aku lupa..!! Kenapa aku meninggalkannya dengan diriku yang satu itu?! Ia pasti tidak dapat berbuat banyak jika Hazin melakukan hal bodoh lainnya, tunggu, diruangan itu... Ahk tidak!!" Hidrus mempercepat larinya. Brakk! Hidrus membuka pintu suatu ruangan dengan keras. "Eh?" Hidrus hanya melihat dirinya yang lain sedang di ikat oleh tali. "Yow! Bagaimana dengan latihannya." Hidrus yang lain itu menyapanya dengan senyuman. "Bo-bo.. BODOH..!!" Hidrus menghancurkan dirinya yang lain. "Ji-jika Hazin tidak berada disini, maka." Gumam Hidrus, ia mencoba mencari Hazin. Brakk! Hidrus kembali membuka sebuah pintu ruangan, kali ini Hazin terlihat sedang menyentuh suatu kristal berwarna biru terang dengan tangannya. "Benda apa ini?" Tanya Hazin, ia masih berusaha menyentuh kristal itu sambil melirik kearah Hidrus yang berdiri di depan pintu. "Ja-.." Nying.. Kristal itu berhasil disentuh lalu bersinar sangat terang, ketika menyentuhnya, kristal tadi terserap kedalam tubuh Hazin. "JANGAN..!!" Blarr!! Seketika ruangan itu meledak. Wajah Hidrus gosong karena ledakan itu, sedangkan Hazin hanya mengedipkan matanya karena kaget, wajahnya juga terlihat gosong. Drap-drap.. Latina dan yang lainnya menghampiri mereka berdua. "Apa yang terjadi?!" Tanya Latina. "Apa yang kau pikirkan bodoh!! Sudah kukatakan kau sama sekali tidak boleh memasuki ruangan ini!" Sentak Hidrus. "Jika kau melarangnya, itu berarti ada hal yang kau sembunyikan, dan benar saja. Kau menyembunyikan sesuatu dariku." Ucah Hazin dengan wajah polosnya. "Lagian, kenapa kau tidak mengunci ruangan ini?" Tanya Hazin. "Mm.. ya, kenapa aku yang terlihat bodoh? Ahk..! Kau membuatku lebih pusing saja Hazin! Apa kau tidak tahu kristal apa yang sudah kau sentuh itu? Itu kristal yang sangat berbahaya bodoh!" Hidrus kembali menyentak. "Tapi tidak terjadi apa-apa." Singkat Hazin. "Ya, tentu saja tidak terjadi apa-apa, BODOH!! Kristal itu menyimpan suatu teknik terlarang yang akan membunuhmu Hazin." Hidrus masih merasa kesal karena Hazin selalu saja membuat Hidrus masuk dalam masalah baru. "Woww, teknik terlarang. Aku suka itu." Hazin masih terlihat polos. "Tidak.. apa yang akan terjadi padaku.. jika sampai mereka tahu, habislah diriku ini." Hidrus duduk sambil memasang wajah putus asa. "Teknik terlarang apa yang kau maksud?" Tanya Jack. "Tek-teknik itu adalah sebuah teknik aliran energi yang dapat menghancurkan jiwa apa saja, bahkan jika lawan pengguna teknik ini adalah dewa sekalipun, teknik ini tidak akan kesusahan untuk melahap jiwa para dewa." Jelas Hidrus. "Jiwa dewa?!" Serentak Latina dan yang lainnya kaget. "Kau tahu Hazin, jika sebuah teknik memiliki dampak yang begitu besar, maka. Teknik itu akan meminta bayaran yang setimpal." Hidrus kembali bangun, Minaki melirik Hidrus dari belakang. "Yah.. jika sudah terjadi, apa boleh buat, aku tidak bisa memutar waktu." Hidrus menjulurkan tangannya dan membuat ruangan yang tadi hancur kembali seperti semula. "Huff... Kau selalu saja melibatkanku." Hidrus meninggalkan mereka. Sudah lebih dari satu hari berlalu sejak mereka berempat datang ketempat yang bernama Volhem, mereka bertujuan untuk mempersiapkan diri sebelum pergi mencari batu yang bernama Death Stone, batu yang digunakan untuk menyegel kekuatan raja iblis, kekuatan yang akan menjadi malapetaka untuk semua penduduk bumi. Hazin mulai berlatih tentang teknik baru yang ia dapatkan dari sebuah kristal yang Hidrus katakan sebagai teknik terlarang. Latina, Minaki, dan Jack. Mereka berlatih dengan sungguh-sungguh ditempatnya masing-masing. Latina, setelah ia berlatih dengan cukup tekun. Ia berhasil menghancurkan sebuah bongkahan batu besar hanya dengan pikirannya saja. Minaki, ia yang sudah melewati sebuah ujian berat diruangan gelap yang terus membuat dirinya termakan oleh kegelapan yang tidak berujung itu berhasil mendapatkan teknik yang Hidrus ingin berikan padanya, sebuah teknik mengerikan bernama Dark Abyss. Dan juga Jack, setelah babak belur berlatih untuk menghancurkan sebuah gubuk kecil, akhirnya ia menyadari apa yang seharusnya ia lakukan. Ia tidak lagi berlari menghampiri gubuk itu, melainkan. Pedangnya sendiri lah yang terbang dan menebas gubuk kecil itu, dan. "Kita siap!!" Mereka serentak diwaktu yang sama semangat mengucapkan kata itu, mereka berkumpul dan bersiap untuk meninggalkan Volhem. "Sudah kuduga waktunya tidak akan cukup." Sampai akhir, Hidrus masih mencemasan Hazin, tidak hanya karena ia tidak sengaja mengambil teknik terlarang, tapi juga karena Hidrus tidak sempat melatih emosi Hazin. "Tidak usah khawatir tuan Hidrus, kau sudah memberikan begitu banyak hal untuk kami para penduduk bumi, hal itu sudah cukup, bahkan lebih. Jadi, biarkan kami yang urus sisanya." Latina terlihat begitu percaya diri. "Yah.. aku serahkan Hazin pada kalian." Hidrus pasrah. "Kenapa aku selalu disalahkan." Ucap Hazin. "Itu karena kau selalu melakukan hal yang bodoh! Jika kau melakukan hal yang membuat kekacauan lagi, aku tidak akan segan untuk memukulmu." Jack mengepalkan tangannya. "Hee.. aku tidak akan membiarkan kau memukul Hazin, itu karena dua adalah pacarku!" Minaki memeluk Hazin. "Lepaskan dasar kucing cengeng! Sejak kapan kau menjadi kekasihku?!" Hazin berusaha melepaskan pelukan Minaki. "Ahh.. jangan begitu Hazin." Minaki terus memeluknya. "Ehem! Kita harus kembali sekarang." Latina sedikit kesal melihat Minaki dapat memeluk Hazin dengan mudahnya. "Haduh.. kau pasti cemburu kan Latina? Kau cemburu kerena aku selalu dekat dengan Hazin." Ucap Minaki sambil terus memeluk Hazin. Selama mereka di Volhem, Minaki selalu mendekati Hazin secara diam-diam. "Bukan begitu maksudku!!" Latina melepaskan Minaki dari Hazin. "Baiklah! Setelah kalian berlatih bersamaku, aku telah melihat beberapa perubahan didalam diri kalian masing-masing, apa yang dapat aku lakukan sudah kulakukan, sisanya. Aku serahkan pada kalian, kalianlah orang-orang terpilih." Hidrus mulai menggunakan teknik Teleport. "Tentunya, karena aku adalah seorang malaikat." Ucap Hidrus. "Malaikat payah." Ucah Hazin dengan ekspresi dinginnya. "Egk!" Hidrus seketika kesal. Namun, ia sudah mulai dapat mengendalikan emosinya. Portal yang Hidrus buat sudah hampir selesai. "Kalau begitu, aku doakan agar kalian dapat kembali kesini suatu saat nanti, Guardians!" Nying.. JDASS!! mereka menghilang seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD