Time To Fulfill Their Destiny

2350 Words
Triton Kingdom "Badanku kembali terasa ringan lagi! Huaa..!! Badan imutku!" Minaki memeluk dirinya sendiri. Mereka kembali ditaman kastel milik kerajaan Triton, itu adalah tempat terakhir mereka meninggalkan bumi. Mereka kembali saat matahari sudah bersinar. "Apa benar ini hanya satu hari dibumi? Rasanya kita telah menghabiskan waktu lama di Volhem." Latina melihat kedua tangannya. "Yosh! Kita pergi." Tanpa disadari Hazin sudah mengumpulkan semua barang yang ia telah siapkan sebelumnya, barang-barang itu tertumpuk ditaman, Latina dan yang lainnya kaget melihat barang Hazin yang sangat banyak itu. "Kau tidak ingin berpamitan dulu?" Vondest dan Viole menghampiri mereka. "Tuan Vondest?! Ratu Viole?!" Latina sedikit kaget. "Kalian benar-benar menghilang, aku sudah berkali-kali berusaha melacak keberadaan kalian, tapi. Nampaknya aku gagal, bagaimana tempat yang bernama Volhem itu?" Tanya Vondest, ia menghampiri Hazin. "Menyebalkan." Singkat Hazin. "Ahaha.. tidak ada tempat menarik bagimu selain danau kesayanganmu Hazin." Vondest tersenyum. "Kita harus segera pergi ayah, Hidrus dapat mengetahui bahwa para pemuja raja iblis sudah mulai bergerak. Kita tidak ingin mereka mengambil batu itu kan?" Ucap Hazin. "Ya.. tapi bagaimana dengan semua barangmu ini?" Viole melihat tumpukan barang milik Hazin. "Biar kucing cengeng dan putri tidak berguna itu yang membawanya." Hazin menunjuk Latina dan Minaki. "Apa?!" Sentak Latina. "Ahaha.. mungkin kau sudah salah paham tentang persiapan yang ayah katakan sebelumnya, bukan barang yang kau harus siapkan Hazin, tapi hati dan keteguhanmu. Kau akan gagal jika hatimu belum siap untuk melakukan sebuah perjalanan." Vondest menunjuk d**a Hazin, Hazin hanya diam saat mendengar ucapan Vondest tadi. Viole sedikit melangkah dan langsung memeluk erat putra kesayangan nya, "Kau sudah banyak berubah Hazin, sejak pertama kali kau terlahir kedunia ini. Bayi yang terlahir dengan membawa wajah imutmu, wajah tanpa dosa sedikitpun, wajah yang ingin ibu lihat selamanya. Kau datang dan memberi ibu semua yang ibu inginkan" Ucap Viole. "Saat mengetahui bahwa putra kecil ibu akan pergi, walau sementara, hati ibu merasa sedih Hazin. Namun, disamping itu ibu merasa bahagia. Bahagia karena ibu telah berhasil membuatmu tumbuh menjadi seseorang yang dapat membuat kedua orang tuamu bangga akan keputusan yang kau ambil." Viole masih memeluk Hazin dengan erat. "Itu semua membuat ibu merasa tidak ingin melepaskanmu, bahkan sedetikpun dalam kehidupan yang ibu miliki." Viole melepaskan pelukannya dan memegang pundak Hazin. "Jadi," Viole mengangkat tiga jarinya, "kau harus menepati tiga janji yang tidak boleh kau ingkari." Hazin hanya diam, lalu. Viole langsung menyebutkan tiga hal tersebut, "Yang pertama, kau tidak boleh bertarung dan memaksakan dirimu jika kalian berada dalam bahaya. yang kedua, jangan pernah menganggap dirimu hanya seorang diri, mereka adalah teman mu Hazin. Ibu yakin, mau itu Latina, Minaki, maupun Jack, mereka akan selalu ada di samping mu." "Lalu," Viole menggenggam kedua pundak Hazin, "Yang terakhir, berjanjilah kau akan pulang, berjanjilah bahwa kau akan pulang sambil membawa wajah manis mu itu, Hazin." Ucap Viole sambil tersenyum manis. Melihat wajah ibunya yang tengah menahan air di matanya, Hazin justru melepas genggaman Viole dari pundak nya, "Apa-apaan itu?" ia sedikit cemberut. Namun tiba-tiba, wajah Viole seketika berubah derastis. Ia mengeluarkan sebuah buku yang entah dari mana muncul nya, "Ini Hazin! Kau harus mencatat seluruh perjalanan-.." "Tidak berguna." Hazin menyela sambil membuang muka nya dari hadapan Viole. Sang ratu yang bersemangat itu seketika kembali suram, "Tidak bisa ya?" Namun, wajah Viole tidak lama kembali serius. "Jack, Latina, Minaki. Kalian adalah teman pertama yang Hazin miliki dalam hidupnya, aku mohon, jangan kecewakan Hazin, ya?" Ia melirik Jack dan Latina. "Khusus untukmu, Minaki Ista. Maaf karena aku dan Vondest sempat mencurigaimu. Tapi, siapa sangka kau akan terlibat masalah ini, melihat kehadiranmu disini telah mengingatkanku tentang perjalanan yang sudah kutempuh sejak lama. Kau mengingatkanku akan diriku dimasa lalu." Viole tersenyum kearah Minaki. "Aku akan melakukan yang terbaik, ayah, ibu!" Ucap Hazin, Tatapan nya terlihat begitu serius. "Selalu ingat ini Hazin, bagaimanapun situasinya, jangan lupakan ayah maupun ibumu. Ayah tidak bisa membiarkan seorangpun malakukan hal buruk terhadapmu, kita harus terus berkomunikasi selama perjalanan." Vondest ikut tersenyum. Ngiung.. Kereta Zego datang dan menunggu mereka. Vomdest sedikit melirik kereta yang baru datang itu, "Sudah waktunya kau memulai perjalananmu Hazin." Ucap Vondest. Pelahan Hazin melepaskan tangan Viole dari pundaknya, ia membalikan badannya dan berjalan menuju kereta Zego. Latina dan yang lainnya mengikuti Hazin. "Aku akan kembali, ayah, ibu!" Gumam Hazin dalam hatinya. Setelah mereka berempat memasuki kereta, kereta Zego langsung terbang menjauh. "Dia akan baik-baik saja Viole, dia akan baik-baik saja." Vondest dan Viole melihat kepergian kereta yang membawa Hazin pergi. "Itu karena, dia adalah... Anak kita." Ucap Vondest, Viole sedikit meneteskan air matanya. "Hazin..." Viole menepatkan kedua tangannya di depan d**a. Mereka berempat pergi dengan rasa semangat di dalam d**a mereka masing-masing, ratu Patricya, raja Warlock. Mereka telah menyetujui bahwa Hazin, Latina, Minaki, dan Jack adalah orang-orang yang akan pergi mencari Death Stone ke seluruh penjuru dunia. Semua penduduk bumi menaruh harapannya kepada mereka berempat. Karena, jika ramalan buruk itu terjadi, jika sampai raja iblis bangkit. Seluruh kedamaian yang telah mereka lewati selama ini akan hancur dan berubah menjadi kekacauan dan pertumpahan darah seperti apa yang terjadi saat raja iblis bangkit sebelumnya. Mereka berempat membawa beban tugas yang sangat berat, beban itu terdiri dari seluruh jiwa penduduk bumi yang ingin hidup secara damai, mereka menaruh semua harapan itu kepada para, Guardians. Wilayah Selatan Dunia "Sepertinya mereka sudah bergerak tuanku." Ucap wanita bergaun hitam disebuah aula besar. "Apa kita akan membiarkan mereka menemukan kekuatan leluhur anda begitu saja?" Tanya wanita tadi. "Ya.. kita biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka ingin lakukan, kalian jalankan saja tugas yang sudah ku berikan." Ucap seseorang dari bangku tahta hitam. "Sesuai perintah anda tuan." Wanita bergaun hitam itu seketika menghilang, ia hanya meninggalkan asap setelah ia pergi. "Fadelta sialan, kali ini aku pasti akan melakukan apa yang telah kau lakukan sebelumnya." Ucap Pria yang duduk diatas bangku tahta, ia terlihat sedikit kesal saat menyebut kata Fadelta. Wilayah Kerajaan Triton Hazin yang berangkat menggunakan kereta Zego masih belum terlalu jauh dari ibukota kerajaan Triton, mereka berempat sedang terbang diatas sebuah desa pertanian, Hazin duduk dan menyandarkan kepalanya dijendela kereta sambil melihat para petani Fadelta yang sedang melakukan kegiatannya diladang. "Sepertinya kereta ini begerak lambat." Minaki cemberut didepan Jack, ia duduk disamping Minaki. "Hey Jack, kenapa kau tidak duduk saja bersama Latina? Aku kan ingin berada dekan dengan Hazin." Ia masih cemberut. Jack sama sekali tidak berpaling, "Rewel sekali kau." ia terus mengasah pedang besarnya. "Jika kau tidak terima, kau boleh diam diatas kereta." Setelah mendengar Minaki yang terus merengek ingin duduk disamping Hazin, Hazin yang tadinya diam tidak peduli langsung membuka pintu kereta dan berusaha menyeret Minaki keluar. "Ah.. tidak Hazin, aku mau dekat denganmu." Minaki langsung memeluk Hazin dengan erat. "Dasar perempuan menyebalkan! Baru saja berangkat kau sudah membuat masalah, Hazin. Kenapa kau membiarkan dia ikut bersama kita?" Ucap Latina, ia hanya bersandar diatas kedua tangannya yang menopang kepalanya. "Oh, kau benar. Kita buang saja." Ucap Hazin dengan wajah dinginnya. "k*****t kau maniak aneh! Kupotong buntutmu!" Jack juga mulai kesal, ia menyodorkan pedangnya kearah Minaki. "Ahh..!! Hazin, Jack jahat." Minaki memasang wajah imut. "Oh.. benarkah?" Hazin menendang wajah Minaki sampai terpental kembali ketempat duduknya. Hazin kembali menutup pintu kereta dan duduk disamping Jack. Karena tadi Minaki terpental dan menyenggol Latina yang sedang bersantai, Mereka berdua langsung berdebat berdebat. Jack hanya menghela napas dan kembali mengasah pedangnya. Hazin sedikit melamun. Lalu tiba-tiba, "Oi tunggu, kita harus mengadakan rapat persegi secepatnya." Hazin tiba-tiba memasang wajah serius, teman-temannya yang sedang asik sendri langsung melirik kearahnya. "Hah? Rapat?" Minaki merasa bingung. "Ini mungkin mendadak, tapi. Sepertinya kita tidak bisa menlanjutkan perjalanan ini tanpa melakukan rapat." Wajah Hazin terlihat lebih serius lagi, ia menyangga kepala dengan kedua tangannya. "Apa yang kau katakan? Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan kita? Jangan bercanda oi." Ucap Jack. "Aku serius kawan!" Hazin sedikit mengeluarkan keringat. "Apa yang akan kita rundingkan Hazin?" Tanya Latina. "Kita sudah siap secara fisik maupun mental, persiapan sebelumnya memang sudah matang, namun.. Namun!" Hazin menatap Latina dengan wajah serius, sangat jarang Latina melihatnya seserius itu, jadi. Wajar jika Latina tambah bingung. "Kemana kita akan pergi sekarang?" Tanya Hazin dengan wajah polos. "Eh? EHH....?!" Serentak Latina, Jack, dan Minaki terkejut. "Dasar bodoh! Kambing saja bisa menentukan kemana ia akan pergi mencari makan, dan kau, kau..! Kenapa kau asal pergi saja tanpa tujuan puding berry!" Sentak Jack, ia mencengkram kerah Hazin dan mengangkat tubuhnya. "Hoh... Itu karena rumput ada dimana-mana bawang merah." Hazin membalasnya dengan wajah dingin. "Jangan membantah!!" Jack terus menyentak. "Jangan tanya aku, mana mungkin aku tahu dimana letak Death Stone berada." Ucap Latina. "Puteri tidak berguna." "Egk!" Latina tersedak karena ucapan Hazin. "Huff.. padahal kau sudah berpamitan dengan suasana kekeluargaan yang indah Hazin." Minaki menghela napasnya, ia kembali duduk santai dibangku panjang kereta. "Apa kita perlu kembali lagi?" Tanya Latina. "Tidak usah, kalian akan merasa lega karena mengajakku, sudah kubilang sebelumnya kan, bahwa aku itu sangat tertarik tentang energi aneh, jadi. Aku pastinya tahu tempat mana yang harus kita kunjungi." Jelas Minaki. "Hem, niatku untuk melempar sudah menghilang." Hazin melirik keluar jendela. "Ahh... Hazin." Minaki berusaha mendekati Hazin, namun Latina menahannya. "Awas saja jika kau berbohong. Sampai saat ini, aku masih belum bisa memaafkanmu karena telah membuatku muntah darah saat turnamen." Tunjuk Hazin kearah Minaki, ia mengingat saat Minaki membuat Hazin kesakitan. "Jadi, kemana tunjuan pertama kita?" Jack berhenti mengasah pedangnya sejenak. "Cawilva." Jawab Minaki. "Cawilva?" Tanya Jack dan Hazin yang belum pernah mendengar nama itu. "Ya, kota itu termasuk kedalam daerah kekuasaan Wildtress Kingdom, kota yang dijuluki sebagai kota pembajak, orang memberi julukan itu dikarenakan hampir seluruh penduduknya berprofesi sebagai pembajak di samudra Tembula, bahkan. Aku dengar bahwa pemimpin kota itu sudah berhasil menaklukkan Hoahull, sang raja monster laut." Jelas Minaki. "Kenapa kita harus pergi ke tempat para sampah itu?" Tanya Latina. "Itu berhubungan dengan apa yang kalian duduki saat ini, kereta Zego dikendarai menggunakan energi kan? Jadi tidak mungkin kita terus menggunakan kereta ini tanpa sopir." Minaki menepuk bangkunya. "Hah..? Jika itu masalahnya, kita bisa saja istirahat jika kita kehabisan energi, masalah terpecahkan." Jack merapikan pedangnya. "Hehe.. itu karena aku tahu tempat yang mungkin menjadi wadah yang menyimpan Death Stone." Minaki bersandar. "Tempat Death Stone?! Bagaimana kau bisa tahu?" Latina sedikit kaget, Hazin hanya mengamati setiap kata yang Minaki bicarakan. "Itu hanya kemungkinan, ya.. walaupun aku tidak dapat menunjukan letak persisnya. Tapi, jika tempat itu memang benar, Hazin pasti dapat merasakannya kan? Merasakan keberadaan Death Stone, untuk merasakan keberadaannya seseorang dari keluarga Triton harus bisa mendekati tempat yang menyimpan Death Stone terlebih dahulu. Apa aku salah?" Minaki menatap Hazin. "Bagaimana dia bisa sampai tahu soal itu?! Ayah bilang informasi tentang Death Stone tidak pernah diberitahukan kepada siapapun kecuali keluarga Triton kan? Bagaimana kucing cengen ini bisa tahu?" Gumam Hazin. "Kau benar. Tapi, dimana tempat yang kau maksud itu?" Tanya Hazin. Minaki langsung menjawab, "Samudra Tembula." Hazin dan yang lainnya kaget dan diam. "Terdapat kerajaan bawah laut yang munkin menjadi wadah penyimpan Death Stone, jadi. Kenapa aku bilang kita harus pergi ke kota Cawilva tadi itu karena kita tidak bisa terus menaiki kereta Zego melintasi samudra, kita akan datang kekota Cawilva untuk bisa menyewa salah satu kapal yang ada disana." Jelas Minaki. "Huah.. tak kusangka kau bisa berpikir sejauh itu." Jack masih terkejut. "Aku ini punya otak kau tahu!" Sentak Minaki. "Tapi bagaimana cara kita agar bisa menyewa sebuah kapal disana? Aku bahkan tidak membawa satupun baju ganti." Ucap Jack kecewa. "Kita bisa menyerahkan hal itu pada, puteri Latina!" Minaki meninggikan nadanya dan menunjuk kearah Latina yang sedang asyik memainkan rambutnya. Latina cemberut saat kembali mengingat bahwa ia sudah kehabisan uang dan tidak sempat kembali bahkan untuk pamit ke ratu Patricya. "Eh? Apa?! Aku juga tidak sempat membawa barang apapun, kau tahu kan aku sudah menghabiskan semua uangku dikerajaan Triton? Dan kau Hazin, secara mendadak kau mengajakku ikut sampai membawa kita berlatih ditempatnya Hidrus! Huh.. kenapa semua yang ada di ibukota Triton mahal sekali." "AHH TIDAK..!!" Jack tiba-tiba teriak. "Hey, ada apa denganmu?!" Tanya Minaki. "Paling dia lupa membawa boneka kesayangannya." Hazin berkata dingin. "Tutup mulutmu k*****t! Tidak, tidak.. aku telah melupakan hal yang sangat penting, sial! Pasti akan terjadi perang besar." Jack terus terlihat gelisah. "Perang besar?! Apa maksudmu landak merah?" Tanya Latina. Jack Hanya diam untul beberapa saat, lalu, "Aku lupa berpamitan dengan ibuku." Jawab Jack. "Eh?" Latina dan Minaki merasa terkejut dengan jawaban Jack, mereka diam sesaat. Hazin tidak terlalu peduli karena ia sudah tahu Jack pasti akan menjawabnya dengan kata ibu jika sudah menyangkut perang besar. "Apa yang kau pikirkan dasar bata merah tidak berguna! Bisa-bisanya kau bilang akan terjadi perang besar hanya karena kau lupa berpamitan dengan ibumu! Sini..!! Biar kubongkar ini kepalamu!" Latina menggulung lengan kemejanya dan mulai menghampiri Jack. "Diam kau putri bodoh! Kau tidak mengetahui apa yang akan ibuku lakukan jika aku pergi tanpa pamit! Hanya karena orang tidak mendengar peekataanya saja ibuku sudah dapat menghancurkan masa depan seorang pria kau tahu! A-aku tidak tahu apa yang akan ia lakukan jika aku main pergi seperti ini?! Ah.. sial!" Jack menggaruk kepalanya, ia takut bahkan hanya dengan membayangkan wajah ibunya disaat Lien menyambut kepulangan Ensberg dari pesta mabuk didesa tempat mereka tinggal tanpa pamit sedikitpun. "Ahk... Aku sudah tamat." Jack masih ketakutan, Latina yang tadi berusaha untuk memukulnya berhenti. "Oi Hazin, tempat terakhir yang kita tinggalkan adalah kerajaan Triton kan? Itu adalah tempatmu tinggal, jangan bilang semua barangmu kau tinggalkan?" Latina melirik kearah Hazin sambil terus memasang wajah kesal. "Jika itu kalian tidak perlu merasa khawatir, aku sudah meninggalkan semuanya." Jawab Hazin dengan wajah dingin. "Oh.. jadi kau meninggalkan semua barangmu disana, semua barangmu termasuk uang dari ayahmu, kau.. kau benar-benar, BODOH..!!" Setelah perlahan mendekati Hazin dan memegang kedua pundaknya, Latina teriak tepat didepan muka Hazin. "Bagaimana cara kita bisa hidup tanpa membawa apapun! Kau pikir semua daratan yang ada didunia ini adalah rumahmu hah?!" Latina terus mengomeli Hazin didepan wajahnya. "Huff.. bertambah lagi manusia tempramental disini." Minaki kembali menghela napas dan berbaring dibangku. Latina dan yang lainnya mungkin mengira Hazin sama sekali tidak membawa apapun seperti mereka, namun. Ternyata diam-diam Hazin sudah membawa seluruh uangnya dari hasil memenangkan Turnament Gya. Itu baru awal dari meninggalkan keluarnga mereka masing-masing, kereta yang mereka naiki menjadi kacau karena masalah mereka yang mungkin bisa dianggap serius, tidak membawa uang sepeserpun. Permasalahan itu terus membuat suasana didalam kereta Zego menjadi kacau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD