Tamu Untuk Hidrus

2868 Words
Volhem "Uhuek..! Apa-apaan itu!" Jack merasa mual karena perjalanan tadi, Minaki juga terlihat lemas. Namun, tidak dengan Latina. Ia terlihat lebih tahan dari yang lain. "Ikuti aku." Hazin langsung berjalan. "Oi..! Tunggu dulu! Biarkan kita sedikit istirahat bodoh!" Jack terengah-engah. "Hazin!" Latina menahannya. "Sebenarnya, dimana kita?" Latina baru menyadari keanehan tempat itu, ia melihat ke sekelilingnya. "Benar juga! Apa-apaan akar raksasa itu, aku belum pernah melihat benda itu seumur hidupku." Minaki melihat kearah akar besar yang ada disekelilingnya. "sialan! Kenapa kau tidak menjawab hah?!" Jack meremas baju Hazin. "Volhem, kita berada di Volhem." Jawab Hazin. Teman-teman nya sontak terkejut, itu karena mereka baru mendengar nama itu. "Jangan bercanda! Ini jelas tempat yang berbahaya! Langit bisa menjadi contohnya." Jack menunjuk langit. "Penakut." "Apa yang kau katakan sialan!" Jack menyentaknya. "Hazin, kenapa badanku terasa berat?" Tanya Latina. "Lihat perutmu itu." Ucap Hazin dengan wajah dinginnya. "Aku tidak gendut!" "Biar kujelaskan sedikit." Hazin melepaskan genggaman tangan Jack pada bajunya. "Ini adalah Volhem, planet terjauh dari pusat alam semesta ketiga yaitu matahari, akar dan juga langit itu sudah pasti tidak terlihat ramah, dan juga gravitasi. Gravitasi disini akan lebih besar dibandingkan gravitasi yang dimiliki bumi, jadi. Badan kalian akan terasa lebih berat jika berada disini. Itu semua karena, kita tidak lagi berada dibumi." Jelas Hazin. "Apa kau bilang! Bukan dibumi katamu?!" Latina kaget. "Hem.. itu masuk akal. Tapi, bagaimana kau bisa kesini jika ini adalah planet terjauh?" Tanya Jack. Poing-poing.. "Hei Hazin, ternyata akar besar ini lembek." Minaki jongkok dan menyentuh akar raksasa yang ada didekat mereka Sesh.. Perlahan akar itu menyerap energi Minaki. "Jangan sentuk itu b**o!" Latina langsung menariknya menjauh. "Kalian akan lebih mengerti jika kalian bertemu Hidrus, ia akan menjawab semua pertanyaan kalian. Jadi, ikuti aku." Hazin melanjutkan jalannya. "Hidrus?! Bagaimana dia ada disini?" Tanya jack. "Huf.. kalian terus saja bicara tentang orang yang bernama Hidrus, disini ada dua orang yang tidak mengenalnya kau tahu." Latina dan Minaki cemberut. "Hidrus adalah kakek tua yang menjadi gurunya orang tak berguna ini." Orang tidak berguna yang Jack maksud adalah Hazin. Mereka terus berjalan sampai akhirnya tiba didepan kuil milik Hidrus. "Wah.. bangunan apa ini? Disini terasa energi yang aneh pula!" Minaki berbinar-binar. "Hazin bisa pergi ketempat seperti ini? Ya walaupun tempat dimana kita pertama datang kesini cukup aneh, tapi. Tempat yang satu ini cukup indah, apa.. apakah Hazin sudah memiliki pasangan? Mu-mungkin saja kan dia menyembunyikannya disini, ahk.. Latina! Apa yang kau pikirkan!" Gumam Latina dalam hatinya, ia melihat kesekeliling kuil. Tap-tap.. Terdengar suara langkah kaki dari dalam kuil. "Wah-wah.. ternyata aku kedatangan banyak tamu." Hidrus keluar dan menyapa mereka dengan senyuman. "Hidrus?!" Jack kaget melihat bahwa orang itu ternyata benar-benar Hidrus. "Bagaimana ada orang disini?!" Latina dan Minaki juga terlihat kaget. "Ya, seperti yang kukatakan sebelum kita datang kesini, Hidrus adalah tuan dari tempat ini." Hazin dengan santainya masuk kedalam kuil. "Oi Hazin!" Sentak Jack. "sabar, kalian harus melatih kemampuan itu jika dekat bersama Hazin. Mari, tehnya akan dingin jika kalian tetap diam diluar seperti ini." Hidrus mempersilahkan mereka masuk. "Wow... Patung siapa ini? Bukannya wajah mereka terlihat aneh?" Tanya Jack. Didalam kuil terdapat berbagai patung yang terbuat dari batu berlian, patung-patung itu terdapat disepanjang jalan yang mereka lewati. Namun, terdapat satu tempat dimana terlihat bahwa tempat itu seharusnya adalah tempat patung diletakan. Namun, hanya tempat sebelahnya saja yang terdapat sebuah patung yang terbuat dari berlian hitam yang begitu indah. "Mereka adalah dewa, bukannya kalian hidup dengan memuja dewa kalian masing-masing?" Jawab Hidrus, mereka terus berjalan. "Ya.. memang, tapi mereka tidak seperti yang kami bayangkan. Patung yang ada digereja berbeda dengan patung-patung ini." Ucap Latina. "Oh ya, kenapa disana hanya terdapat satu patung dewa? Bukannya tempat yang satu itu seharusnya memiliki patung?" Latina melirik ketempat patung hitam itu berdiri. "Kau seharusnya tidak menanyakan itu Latina." Ucap Hidrus. "Hah? Bagaimana kau bisa mengetahui namanya?" Tanya Jack, Hidrus sebelumnya sama sekali belum pernah bertemu dengan puteri Latina. "Oh.. benarkah?" Singkat Hidrus. "Em.. ngomong-ngomong, mau sampai kapan kita berjalan? Dari luar tempat ini terlihat kecil, kenapa lorong ini bisa begitu panjang?" Tanya Minaki, ia mereka baru menyadari bahwa mereka sudah berjalan cukup jauh. "Oh ya, aku lupa. Maafkan aku, rambutku ini terus saja memutih, seharusnya kita sampai sedikit lagi." Ucap Hidrus, tak lama setelah itu. Muncul sebuah pintu geser didepan mereka. Srek.. Hidrus mengeser pintu itu. "Wah.. ruangan yang unik." Ucap Minaki kagum. Didalam ruangan itu terdapat dua buah meja yang pendek, disamping meja itu juga terdapat bantal putih yang digunakan sebagai tempat duduk. "Aku sendiri yang merancang tempat ini, jika kalian merasa tidak nyaman. Aku akan mengganti ruangan ini untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanan itu." Hidrus mulai duduk. "Dimulai dari benda aneh diluar sana, sudah tidak aneh lagi jika tempat ini juga berbeda." Jack dan yang lain ikut duduk. "Oh ya, dimana Hazin?" Tanya Latina, sebelum mereka masuk. Hazin sudah terlebih dahulu masuk meninggalkan mereka. "Hazin? Jangan-jangan?!" Hidrus seketika berdiri dan lari kesebuah pintu lain yang berada dirungan itu, ia terlihat kaget. Trak..!! "Sudah kuduga kau ada disini!" Teriak Hidrus, setelah menggeser dan membuka pintu itu, Hazin terlihat sedang mengikat seseorang bertubuh kecil dengan sayap dibelakannya. "Oh.. lihat, tuanmu datang." Wajah Hazin dingin. "Lepaskan mereka Hazin!" Hidrus mengambil orang kecil itu dari tangan Hazin dan membawanya ke tempat Latina dan yang lainnya menunggu, Hazin mengikutinya keruangan itu. "Mereka harus membayar apa yang mereka lakukan padaku." Hazin masih menggenggam satu orang kecil tadi ditangannya. "Lepaskan kataku!" Hidrus mengambilnya dari tangan Hazin, mereka berdua kembali keruangan dimana yang lain menunggu. "Apa yang kau lakukan Hazin?" Tanya Minaki, ia melihat Hazin dan Hidrus yang terlihat sedang memperebutkan sesuatu. "Apa benda ditanganmu itu tuan Hidrus?" Latina menunjuk kearah orang kecil bersayap ditangan Hidrus. "Haduh.. rasa balas dendammu terlalu besar Hazin." Hidrus kembali duduk dan mulai melepaskan ikatan tali ditubuh orang kecil dimeja. "Mereka adalah seorang peri." "Peri?!" Latina, Jack, dan Minaki sedikit kaget. Hidrus langsung menjawab, "Ya! Para peri yang ada disini bertugas untuk membatu pekerjaanku, mereka memang terlihat kecil dan tidak memiliki kemampuan yang khusus, namun. Mereka sangat membantuku menyelesaikan semua yang harus aku selesaikan." "Wah.. kalian terlihat imut sekali!" Minaki mengelus peri yang mendekatinya. "Ya, mereka lebih tidak berguna dari kelihatannya, kerjaan mereka hanyalah mengganggu ketenangan orang lain, benar-benar mahluk kerdil menyusahkan." Ucap Hazin dengan ekspresi dinginnya. "Jahat sekali Hazin.. mana mungkin peri seperti ini melakukan hal itu." Ucap Minaki sambil terus mengelus. "Lihat saja, aku pasti akan membuat kalian menderita.." Hazin memasang wajah menyeramkan, para peri itu takut dan bersembunyi dibalik tubuh Latina. "Hah?! Kenapa kalian malah bersembunyi padaku?" Latina heran karena semua peri bersembunyi dibalik badannya. Minaki menghela napas, "Huf.. licik, padahal aku yang mengelus." "Oh ya Hidrus, aku terus mempikiran hal ini dari tadi. Bagaimana kau bisa ada disini, bukannya kau tinggal dibumi? Planet terjauh? Volhem? Kenapa kau bisa sampai disini? Mungkin bukan hanya aku yang ingin menanyakan Pertanyaan itu, bisakah kau jelaskan?" Tanya Jack, ia melirik kearah Latina dan Minaki saat bilang bahwa bukan hanya dia saja yang merasa aneh. "Mm.. baiklah, tidak rugi juga aku memberitahukan kebenaran bahwa aku adalah-.." "Malaikat." Hazin menyela. "Hah?!" Serentak Jack dan yang lainnya kaget. "Malaikat, Hidrus adalah malaikat. Lebih tepatnya, malaikat yang tidak berguna." Ucap Hazin dengan wajah dinginnya. "Malaikat?! B-bagaimana bisa pak tua ini adalah seorang malaikat?" Jack mengamati Hidrus. "Ya.. mungkin itu sulit dipercaya, namun itulah jawaban yang mungkin akan menjawab pertanyaan tadi." Hidrus menyeruput tehnya. "Tapi.. Malaikat itu sosok yang.. lebih, dari ini kan?" Jack terus mengamati Hidrus dari bawah kaki sampai ujung rambutnya. "Itulah kebenarannya Jack, kita tidak bisa mengubahnya. Kita sebagai mahluk biasa patut mensyukuri apapun wujud seorang malaikat." Hazin menepuk pundak Jack dengan memasang wajah seolah sedih. "Orang mendengarnya bisa menyangka seolah aku ini monster Hazin!" Sentak Hidrus. "Mungkin itu tidak masuk akal untuk orang seperti kita. Tapi, dengan Hazin mengajak kita datang kesini, melihat planet yang tampak aneh ini, mungkin. Memang benar kau adalah sesuatu yang berbeda dengan kita sebagai penduduk bumi, ya.. walaupun kau tidak seperti yang kami bayangkan." Latina bicara serius. "Malangnya nasibku sebagai malaikat." Hidrus terlihat sedih. "Tapi, kenapa rasanya tempat ini tidak berpenghuni selain kau?" Tanya Latina. Hidrus bangun dan membuka jendela. "Bumi, salah satu planet yang berada di alam semesta yang merupakan wadah untuk planet memutari intinya, matahari. Jumblah planet disetiap alam semesta akan selalu berjumblah tiga belas planet, dan juga. Alam semesta akan selalu berjumblah tiga belas." ia menatap kearah langit. Hazin yang tadinya berusaha menghampiri para peri, teralihkan oleh ucapan Hidrus tentang tiga belas alam semesta. "Dengan jumlah yang sama itu, pastinya. Jumlah kami sebagai malaikat yang mengurusi berbagai keperluan alam semesta juga berjumblah tiga belas, kami memiliki tugas yang berbeda. Dan, aku malaikat Hidrus memiliki tugas untuk mengantar para jiwa mahluk hidup yang sudah tidak lagi memiliki wadah untuk hidup." Hidrus kembali menjelaskan. "Akar yang kalian lihat sebelumnya adalah sebuah jalan untuk para jiwa agar mereka bisa sampai ketempat mereka hidup selanjutnya, kalian menyebutnya dengan sebutan alam baka kan? Alam dimana yang hidup tidak bisa masuk dan yang mati tidak bisa keluar. Alam baka juga dibagi menjadi tiga bagian." "Yang pertama Surga atau Heaven, tempat dimana jiwa yang bersih akan tinggal dengam kenyamanan yang luar biasa nyaman. Yang dua adalah Neraka atau Hell, tempat itu dihuni oleh jiwa yang memiliki serpihan kotor karena perbuatan negatif mereka selama hidup, mereka akan tersiksa dan akan pergi ke Heaven jika jiwa mereka sudah bersih dari kotoran. Dan yang terakhir adalah tempat para dewa penjaga alam baka tinggal, Fotiah." "Aku sendiri bahkan belum pernah memasuki tempat baik itu Heaven ataupun Hell, seperti yang kubilang tadi. Bahwa mahluk yang memiliki nyawa tidak akan pernah bisa masuk kesana." Hidrus kembali duduk dan meminum tehnya. "Jadi seperti itu ya, sampai saat ini aku baru mendengar hal itu. Aku hanya mengetahui bahwa orang yang telah mati akan pergi kesisi dewa, kalau tak salah.. itulah yang pendeta katakan saat aku sekolah." Ucap Latina. "Kalau tak salah? Sudah dapat dipastikan jika kau tidak memperhatikan gurumu menerangkan." Hazin melirik Latina dengan wajah meledek. "Rasa ngantuk itu bisa dirasakan oleh semua orang tahu!" Sentak Latina. "Oh ya, kau.. kau juga Hidrus! Kenapa kau baru menjelaskan hal itu padaku? Kau tidak pernah bilang bahwa kau memiliki perkenjaan selain minum teh saat latihan." Hazin menggenggam kedua tangannya. "Untuk apa aku menceritakannya padamu! Selama latihan kau selalu saja berusaha kabur, bagaimana aku akan menceritakan hal tersebut jika kau selalu saja membuat suasana hatiku memanas!" Hidrus balik memarahi Hazin. "Habisnya kau tidak pernah mandi." Singkat Hazin. "Malaikat itu tidak perlu mandi bodoh!" Sentak Hidrus. "Oh ya, Hazin bilang bahwa dia ingin mempersiapkan diri sebelum mencari-.." "Dia sudah tahu." Hazin menyela Jack. "Tunggu sampai aku selesai bicara cecunguk!" Sentak Jack. "Itu benar, saat ini bumi sedang dilanda oleh ketakutan orang akan kebangkitan raja iblis kan? Hazin meminta kalian untuk ikut bersamanya agar aku bisa melatih kalian, keputusan Hazin tidaklah buruk." Hidrus membanggakan dirinya sendiri. "Kenapa anda yang merasa bangga?" Wajah Minaki cemberut. "Kalian tidak perlu khawatir, aku tidak membutuhkan bayaran dari kalian karena aku akan menjadi guru kalian sejak saat ini." Ucap Hidrus. "Tapi kita tidak punya waktu banyak, besok kita sudah harus pergi mencari batu itu." Jelas Latina. "Dasar Hazin, dia pasti tidak bilang. Waktu disini akan berbeda dengan dibumi." Setelah Hidrus menjelaskan tentang waktu yang lebih panjang di Volhem, mereka semua pergi kesebuah ruangan. Ruangan itu besar namun tidak terlihat isi apapun didalamnya. "Huf.. aku benci berada disini." Hazin membalikan badannya. "Kau tidak boleh kemana-mana puding berry, kau yang mengajak kita semua kesini, kenapa kau malah ingin meninggalkan kita setelah penculikan ini." Jack menahan Hazin. "Hazin sebelumnya sudah berlatih ditempat ini, mungkin ia mengangap latihanya itu tidak berguna, namun. Saat ini ia sudah mendapatkan wujud berikutnya dari Ikari Yasei, suatu perubahan wujud dengan warna mata kuning yang menyala." Jelas Hidrus, ia masuk keruangan itu. "Wujud kedua Ikari Yasei?! Bagaimana dia bisa mendapatkan itu?" Latina terkejut. "Ya.. pengendalian energi, kau bisa menunjukan pada mereka wujud yang baru kau dapatkan disini Hazin." Hidrus berdiri ditengah ruangan. "Heh.. untuk apa aku melakukan hal tidak berguna itu?" Hazin menolak ajakan Hidrus, ia hanya duduk ditembok. "Hey, bukankah itu suatu pencapaian yang luar biasa untukmu? Kau sebelumnya sama sekali tidak bisa mendapatkan wujud Ikari Yasei, kupikir. Menunjukannya pada kita bukanlah sesuatu yang buruk, lagipula. Aku sendiri butuh bukti bahwa tempat ini memang sempurna untuk menjadi tempat kita berlatih." Jelas Jack. "Kau tidak butuh bukti untuk itu." Singkat Hazin. "Ngomong-ngomong, jika tuan Hidrus yang akan menjadi pelatih kita, bagaimana cara anda agar bisa melatih kita semua?" Tanya Latina, mereka berempat tidak bisa berlatih hanya oleh seorang guru, itu karena mereka memiliki kemampuan masing-masing yang berbeda. "Pertanyaan yang bagus! Sebelumnya kalian sudah mengetahui tentang para peri yang membantuku menjalankan tugas kan?" Hidrus memanggil para peri hanya dengan gerakan tangannya. "Apa hubungannya dengan peri itu?" Minaki ikut bertanya. "Kalian perhatikan baik-baik." Shesh... Para peri yang tadi berdatangan bersatu dan secara perlahan berubah menjadi bentuk seseorang yang mereka kenal. "Dari mana para peri ini berdatangan? Kenapa mereka melakukan tugas yang sama dengan malaikat sepertiku? Mereka bisa tinggal disini karena mereka semua serupa denganku, mereka melihat apa yang kulihat dan bergerak sesuai perintah yang aku perintahkan." Hidrus diam diantara peri yang sedang berubah bentuk itu. "I-itu, Hidrus?!" Mereka serentak kaget ketika para peri tadi berubah menjadi seseorang yang sama persis dengan Hidrus. "Apakah ini semacam teknik bayangan?" Minaki terlihat begitu penasaran, ia mendekati Hidrus tiruan itu. "Tentu saja ini sesuatu yang lain, mereka bukanlah tiruan ataupun bayangan dari wujudku, mereka adalah aku, aku adalah mereka, yang berarti mereka adalah bagian dari tubuhku, bagian yang kupisahkan. Tentunya agar dapat mempermudah tugas-tugasku." Jelas Hidrus. "Hah?! Bagian dari tubuhmu? Jangan bilang apa yang kusentuh sebelumnya adalah bagian tubuhmu yang.." Minaki merasa jijik karena sebelumnya ia mengelus kepala peri ketika mereka baru saja datang. "Tidak! Maksudku bagian tubuhku bukan berarti aku memisahkan bagian tubuh yang terlihat oleh kalian! Mereka adalah bagian dari energi yang kuberi jiwa untuk bisa hidup dan memiliki pemikiran yang sama denganku, pemikiran yang sama itu bisa terjadi karena sebagian besar dari tubuh mereka merupakan wujud dari energiku, jadi mereka pastinya akan sama." Hidrus menyentak diawal kata. "Oh, jadi begitu. Mereka menggangguku karena mereka sama denganmu? Seharusnya aku membunuh para peri menjengkelkan ini sejak lama." Hazin bangun mendekat kearah tiruan Hidrus sambil mengepalkan tangannya. "Hazin! Sudah kubilang jangan! Perlu energi dengan jumlah yang banyak untuk menciptakan mereka lagi, jangan seenaknya membunuh mereka!" Hidrus menahan Hazin. "Em.. maaf, tapi bisakah kita langsung saja keintinya? Kita datang kesini untuk menyiapkan diri kita jika bertemu dengan para pemuja raja iblis, itu berarti. Kita tidak memiliki banyak waktu." Ucap Latina dengan serius. "Huff... Kalian akan dilatih oleh masing-masing diriku, walaupun mereka terlihat seperti tiruan, tapi. Mereka tetaplah diriku, jadi kalian anggaplah mereka sama sepertiku." Hidrus memberikan sesuatu kepada para Hidrus yang lain. "Oh ya, Jack. Akulah yang akan langsung melatihmu." Hidrus langsung meninggalkan ruangan tadi. "Hah... Kenapa harus aku?" Dengan berat hati Jack mengikutinya. Latina dan minaki juga keluar setelah Jack, mereka didampingi oleh Hidrus, sedangkan hanya tersisa satu Hidrus yang masih terdiam diruang itu sambil menatap Hazin. "Apa yang kau lihat?" Hazin berucap dingin. "Sepertinya kau sudah tidak perlu lagi berlatih mengendalikan energimu Hazin." Balas Hidrus, ia duduk ditengah ruangan dan seketika meja dengan dua cangkir teh diatasnya muncul. "Memang itu yang kuinginkan." Hazin menghampirinya. "Itu bukan berarti kau hanya tinggal diam disini, kau butuh sesuatu yang lain." Srurp.. Hidrus meminum tehnya setelah berkata. "Kakek pikun." "Diam kau orang tidak tahu sopan santun! Aku memang sudah tua, tapi jangan bilang aku ini kakek pikun! Begini-begini aku itu seorang malaikat, kenapa kau terus saja mengejekku!" Sentak Hidrus, ia marah karena ucapan Hazin tadi. "Huf-huff.. aku masih harus terus melatih kesabaranku, hah.." Hidrus menghela napas. "Jika Hidrus bereaksi seperti itu, berarti orang ini memang sama persisi dengan Hidrus yang asli, ternyata ucapan Hidrus sebelumnya memang benar, tidak... Ini memang dirinya." Gumam Hazin. "Oh ya, apa maksudmu dengan hal yang lain sebelumnya?" Hazin ikut menikmati tehnya. "Setelah melihatmu bertarung di turnamen yang kau ikuti, aku dapat menyimpulkan hal yang sangat perlu kau pelajari agar sesuatu yang buruk tidak menimpamu. Pengendalian emosi." Jelas Hidrus. "Pengendalian emosi?" sendiri, kau mungkin sudah mengerti apa yang akan terjadi, dan itu adalah hal yang harus kau hindari. Hal yang bahkan aku sendiri maupun para dewa tidak dapat melakukan sesuatu jika emosimu itu terbakar." Jelas Hidrus, ia kembali meminum tehnya perlahan. "Varka." Singkat Hazin. "Tepat sekali. Dalam pertarungan terakhirmu, kau dengan bodohnya menghancurkan sebagian segel yang menahan Varka dalam tubuhmu, jika seluruh segel itu terlepas. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, maka dari itu. Jika kau bersih keras ingin pergi, kau harus bisa mengendalikan emosimu." Hidrus berhenti meneguk tehnya. "Tapi, banyak orang bilang aku ini tidak memiliki emosi." Hazin membaringkan tubuhnya. "Emosi bukanlah sikap, mereka menganggapmu seperti itu karena mereka berpikir emosi adalah sikap dinginmu, emosi adalah waktu dimana kau merasakan sedih, kecewa, marah, ataupun rasa ingin balas dendam yang terdapat dalam benak." "Sedangkan sikap. Sikap adalah tingkah laku seseorang dalam menjalani hidup, sebagai contoh, Latina temanmu. Ia memiliki sikap penyanyang dan sopan santun yang tinggi, kau tidak menyadari hal itu kan Hazin? Itu karena kau melihatnta dari luar saja, kau tidak melihat sikap apa yang sebenarnya dimiliki olehnya." Jelas Hidrus. "Mana mungkin putri tidak berguna itu memiliki sikap penyayang, dia tidak akan segan untuk menendang orang yang berani mendekatinya." Hazin terbayang wajah Latina ketika ia sedang marah. "Kau akan segera mengetahui kebenarannya Hazin."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD