Accomplice Of The Demon In The Capital Triton

1201 Words
Triton Kingdom, daerah pertanian "Khehe.. Kau tidak bisa lari kemanapun! Darahmu akan kupersembahkan khusus untuknya! Ya, hanya untuknya!" Robine perlahan menghampiri Emely, wajahnya terlihat aneh. "Apa yang terjadi padamu Robine?! Apa yang kau bicarakan?" Ia merangkak mundur menjauhi suaminya. "Hehe.. Robine?! Suami yang kau maksud itu sudah kujadikan makanan peliharaanku, ahaha..!" Robine palsu itu terus menghampirinya. "Tidak, itu tidak mungkin..!! Seseorang, Tolong..!!" DUAR!! Tep Seseorang menyerang Robine tiba-tiba. "A-apa yang kau lakukan tuan?!" Robin ketakutan melihat orang itu, ia kembali menjadi orang normal lagi. "Tuan? Haduh.. bisakah kau hentikan drama memalukan itu? Kau sadar kan tadi aku benar benar menyerang mu?" Pria itu membangunkan Emely. "Apa?!" Robine terkejut. "Tuan Vondest! Terima kasih banyak, dia.. dia bukan Robine, dia telah membunuhnya!" Emely menunjuk kearah Robine sambil ketakutan. "Tenang, aku sudah mengetahui hal itu, maafkan aku karena datang terlambat. Sekarang, kau harus bersembunyi sebentar oke?" Vondest menyuruhnya pergi menjauh sambil tersenyum. "S-sejak kapan kau mengetahuinya?!" Robine masih ketakutan. "Belum lama, aku tidak tahu apakah itu kemarin atau.." Vondest berusaha mengingatnya. "Tidak penting! Jika sudah begini, aku tidak perlu menahan diri lagi!" Tubuh Fadelta Robine berubah menjadi mahluk aneh dengan gunting besar sebagai tangannya. "Aku tidak peduli kau Vondest atau bukan! Karena sekarang aku sudah diberi kekuatan sesungguhnya dari tuanku! Aku yang akan membunuh mu, Vondest Triton!" Robine langsung melesat kearah Vondest. "Akan kupenggal kepalamu SIALAN!!" Jtring.. tring! "Hah?" Vondest dengan mudah menggindarinya. "Haduh.. saat ini aku benar benar ingin menanyakan banyak hal padamu, namun sepertinya kau tidak dapat diajak negosiasi ya." Tiba-tiba Vondest sudah melayang diam di udara. "Hehe.. kau terlambat, KAU TERLAMBAT!! HAHA..! Dia pasti telah berhasil dengan rencananya. Dan aku tidak peduli jika aku mati hari ini, karna semua rencanaku dan tuanku sudah berhasil! Haha..!" wajah Vondest mulai serius setelah mendengar perkataannya. "Begini, aku akan bertanya satu hal padamu. Sebagai imbalan nya, aku akan memberi tahumu kenapa aku menyadari rencana busukmu itu" Energi Vondest mulai membesar. "Sial, aku tidak memilki kesempatan untuk kabur!" Robine bergumam sambil mencari celah. "Bagaimana aku bisa mengetahuimu? Itu hal mudah, Sebelum aku datang kedesa ini, aku menggunakan Soul Tracking untuk mengetahui apakah ada bangsa Fadelta yang selamat atau tidak. Dan ternyata, ada satu energi yang kurasakan. Yaitu energi milik Emely, dan setelah aku datang kesini." "Kenapa ada dua Fadelta yang selamat? Saat itulah aku mulai mencurigaimu." Vondest mendekati Robine. "Dan, saat kau bilang bahwa kau kesulitan untuk mengurus dan memanen hasil tanamanmu yang bisa dianggap bahwa ladang milikmu itu seolah besar. Emely yang kau perankan sebagai istrimu berkata bahwa kau sering pergi ke kebunmu yang tidak terlalu besar itu karna ladang itu hanyalah peninggalan orang tua Robine." "Saat itu aku bertanya pada diriku sendiri, apa yang kau lakukan saat pergi dari rumahmu?" Ucap Vondest, Robine di depan nya sedikit demi sedikit mundur menjauh. "Ya.. setelah bertanya pada diriku ini, aku jadi penasaran dan diam-diam mengikutimu ke tempat yang kau bilang ladang jagung itu. Dan setelah mengikuti mu, ternyata kau tidak datang keladangmu, melaikan tempat dimana kau gunakan tempat kau menyimpan semua mayat para PETANI!!" Vondest sedikit menyentak nya. "Jujur saja, aku sangat dan begitu marah saat melihatnya. Entah kau akan gunakan untuk apa mayat para petani itu. Mulai saat itulah aku terus mengawasimu dan HORE!! Kau tertangkap basah IBLIS!" Energi Vondest yang besar itu mengintimidasi Robine. "Baik-baik! Aku akan memberitahukan apa yang terjadi!" Robine yang ketakutan itu langsung bersujud dibawah kaki Vondest. "Wow.. bagus jika begitu. Sekarang, ayo! Ceritakan apa yang kau dan tuanmu itu rencanakan!" Vondest duduk di depan Robine. "Aku tidak mengetahui rencana tuanku yang sesungguhnya. Namun, aku hanya akan memberi tahumu tentang orang yang ada di ibukota kerajaan Triton." Robine terus menunduk tidak berani menatap wajah Vondest. "Apa? Di ibukota?!" Vondest sedikit menyentaknya karena kaget. "Khi..! Ampun Vondest, jangan sakiti aku!" Robine bersujud lebih rendah lagi. "Baik-baik, lanjutkan ceritamu." "Ada orang suruhan tuanku yang bertujuan untuk mengalihkan perhatianmu." Lanjut Robine. "Mengalihkanku? Tapi untuk apa?" Tanya Vondest heran. "Aku tidak tahu tuan. Tapi ternyata, rencana itu gagal karena kau sendiri yang datang kesini, jika para pasukanmu dan petinggi kerajaan lain yang datang. Maka, yang lain akan datang kesini dan menghabisi siapapun mereka. Setidaknya hanya itu yang ku tahu tuan Vondest." Diakhir kata tiba tiba Robine tersenyum. DUAR..!! Vondest menghindar dari ledakan itu. "Jadi seperti itu, aku tahu kau tidak berbohong jadi terima kasih! Dan juga. Maafkan aku, tapi semua rencanamu itu terlalu mudah untuk ditebak. Namun, aku tidak tahu apakah tuanmu bodoh atau dia memang sengaja menjadikanmu sebagai umpan saja." Vondest kembali diam diudara. "Sial-sial-sial-sial-sial..." Robine terus berkata sambil menggigiti tangan guntingnya. "Ada apa dengan mu? Apa kau sudah gila?" Vondest terkejut melihatnya yang terus menyakiti dirinya sendiri. "Sepertinya begitu, kau telah memberi tahu rencanamu padaku. itu berarti, kau telah menghianati tuanmu. Tapi, karena kau sudah berani menyentuh para Fadelta disini. Maka, aku tidak bisa memaafkan mu." Vondest menyodorkan tangannya kearah Robine, wajahnya terlihat begitu berbeda. Tatapan tajam, nada bicara, semuanya tidak terlihat seperti Vondest yang selalu ramah. BLAR..!! Setengah dari desa tak berpenghuni itu hancur oleh serangan Vondest. "Kau telah salah karena membunuh para petani tidak bersalah itu, iblis." Vondest melihat retakan besar bekas serangannya itu. "Aku harus segera kembali ke ibu kota!" Vondest berniat menggunakan teknik Teleportasi. Tapi, "Apa?! Kenapa aku tidak bisa menjakau energi yang ada di ibukota?!" Vondest terkejut. "Tunggu, sepertinya ada yang tidak beres." Ia berusaha menggunakan Telephaty untuk memberitahu informasi yang sudah didapatkan. Namun, teknik Telephaty juga tidak bisa ia gunakan untuk menghubungi siapapun yang ada di ibukota. "Sial! Aku harus cepat kembali!" Vondest terbang dengan cepat kembali ke ibukota. Triton Kingdom, ibukota kerajaan "Em... Apa tujuan dari perkataannya?" Hazin mengingat kembali perkataan Minaki tepat sebelum mereka keluar arena. "Kau tahu? Bukan hanya aku telah melihat Latina marah saja aku tidak berniat memenangkan turnamen ini. Namun, karena pria itu." Minaki melihat kearah Dough. "Kau harus bisa menang tuan Hazin yang tampan, berhati-hatilah." Hazin terus memikirkan tentang kecurigaan Viole dan Minaki akan Dough, mereka memiliki anggapan negatif yang sama. "Aku harus bertarung dengannya. Karena dengan begitu, aku akan membuktikan apakah benar, Dough memiliki energi yang sama dengan bangsa Iblis." Hazin melamun saat yang lain makan bersama di kastel. "Hazin, kenapa dari tadi kau melamun saja? Apa kau masih merasa sakit?" Wajah Viole terlihat begitu khawatir. "Tidak ibu, aku baik baik saja" Hazin kembali makan. "Kau baru saja bertarung melawan Minaki, apa kau akan benar benar melawan Dough dihari yang sama?" Tanya Latina, ia berhenti makan sejenak. "Haduh.. itu merupakan tanda bahwa Latina khawatir padamu Hazin!" Viole sedikit berbisik dikuping Hazin. "Apa?! Tidak..! Aku hanya.. aku.. tidak ingin Dough menang! Ya! itu!" Latina malu dan berfikir kenapa dirinya seperti itu. "Apakah itu benar..?" Viole masih menyindirnya. "Ibu, apakah hadiah dari turnamen itu tidak bisa diberikan pada orang lain oleh pemenang?" Hazin menyela. "Tentu saja bisa Hazin, memangnya kenapa kau bertanya seperti itu?" Balas Viole bingung. "Tidak ada." "Huf.. percaya diri sekali kau!" Latina memalingkan pandangannya dari Hazin. "Pangeran yang percaya diri itu biasa kan nyonya?" Jelas Kairo. "Terserah." Balas Latina, ia berdiri dari bangku yang ia duduki. "Maaf ratu Viole, aku akan pergi duluan ke arena. Saya permisi dulu." Latina dan Kairo keluar dari ruang makan. "Apa kita tidak menyusulnya?" Tanya Jack sambil terus mengunyah makanan. "Kalian pasti akan menjadi teman yang serasi, Hazin.. Latina.. Jack." Gumam Viole sambil tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD