The Cruel Princess

1256 Words
"Hey.. apa kau tak mau kembali ke ibu kota?" Jack mulai berdiri. Sebelum nya, mereka tengah berbaring di dekat danau yang merupakan lokasi favorit Hazin, hari sudah mulai meredup. "Aku akan kembali, kau mau disini hingga malam?" Jack bertanya lagi. Jack sedikit kesal karena Hazin masih saja terdiam, "Oi! Apa kau tidur?cepat bangun!" Ucapnya sambil menggoyang kan badan Hazin. "Jack, coba tutup matamu dan pusatkan energimu ke otak dan hati!" Hazin tiba tiba terbangun. "Apa? Untuk apa aku melakukan hal bodoh itu." Jack menolak permintaan Hazin. Jack adalah pengawal pribadi Hazin sebagai pangeran. walaupun ia tidak selalu diam di dalam kastel, ia tetap tidak banyak belajar tentang teknik yang ada. Bukan karena tidak tahu, tapi itu karena Jack adalah orang yang sedikit sulit dalam hal belajar. "Cepat lakukan bawang merah." Hazin terlihat serius. "Baiklah, baik. Aku akan melakukannya, tapi awas saja kau berani memanggil ku bawang merah lagi!" Jack menutup matanya, ia mulai memusatkan energi ke otak dan hatinya. "Memangnya ada apa dengan bawang merah?" Suara Hazin tiba tiba terdengar di telinga nya. "Apa kau bilang, puding berry?!" Jack berbicara dalam hatinya. Dia menyangka suara Hazin tadi hanyalah suaranya sendiri. "Puding berry lebih enak dibandingkan bawang merah yang bau." Jack mendengar suara Hazin lagi, ia sadar bahwa itu bukan hanya pikirannya saja. Namun itu benar benar suara Hazin yang berbicara padanya. "Hah... Apa aku sudah gila?" saat Jack membuka matanya ia melihat Hazin terdiam saat ia dengar Hazin sedang berbicara. Lalu ia mencoba berbicara dalam hati sambil membuka matanya. "Namun bawang merah itu memiliki aroma yang kuat, sama seperti tangan ku yang kuat." Ia mulai memperhatikan Hazin dengan cermat. "Bau" Hazin membalasnya. "Apa kau bilang bodoh?!" Sentak Jack. "Itu adalah Telepathy, kemampuan berkomunikasi jarak jauh." ucap Hazin sambil membuka matanya lagi. "Telepathy? Sepertinya aku pernah mendengar kata itu. Tapi, dari mana kau mendapatkan kemampuan itu?" Tanya Jack heran. "Hedrus mengajariku saat berlatih." jawabnya. "Aku belum pernah tau ada kemampuan seperti ini sebelumnya, tapi bagus. Aku pikir ini akan berfungsi, kau bisa menggunakannya saat kau perlu bantuan pahlawan sepertiku." Jack menaruh kepalan tangan di punggung nya. "Terserah kau.. tapi yang penting orang lain bisa menggunakan nya." Wush Hazin terbang kembali ke ibu kota. "Hey tunggu sialan..!!" Jack mengejarnya. Mereka berdua kembali ke ibukota. Triton Kingdom, ruang diskusi kerajaan. "Tuan... kita tak bisa mengabaikan para parasit itu terus menggrogoti kehidupan damai yang susah payah kau dapatkan ini, raja Vondest.." ucap Evanhell. "kau benar Evan. Tapi, kita harus selidiki dulu pergerakan dan tujuan mereka, aku sendiri yang akan melakukannya." Jelas Vondest. "Apa?! Anda tak perlu melakukannya tuan, banyak prajurit terlatih yang dapat menjalankan tugas itu. Bahkan jika di perboleh kan, saya sendiri yang akan membereskannya." Evanhell terus menyangkalnya. "Itu benar tuan!" Serentak para petinggi kerajaan menolak nya. "Kita tak tahu ia telah memasang perangkap atau tidak, jika dilihat lagi. Peristiwa itu aneh karena mereka melakukannya secara terbuka." jelas Evanhell. "Bagus jika itu perangkap, sangat disayangkan jika kita sampai kehilangan pengurus kerajaan yang jujur seperti kalian. Kalian tak bisa menyangkalnya, aku akan pergi tepat pada saat Turnament Gya dimulai." jawab Vondest. Saat Hazin, ayahnya dan Hidrus berlatih. Di sebuah desa yang letaknya berada di dekat kerajaan Triton terjadi p*********n secara brutal. Para Fadelta yang bekerja sebagai petani dibunuh dengan keji. Para petinggi kerajaan tak ingin berita itu tersebar ke masyarakat, mereka khawatirkan hal itu akan membuat mereka panik. Maka dari itu, hanya para petinggi kerajaan lah yang mengetahui peristiwa tersebut. Krikk..krik Suara jangkrik terdengar ramai di malam hari. Hazin terlihat tengah diam bersantai di taman kastel. "Sial, sampai sekarang aku masih tak bisa menghitung jumlah bintang yang ada." Ucapnya dalam hati. Tap...tap Terdengar suara langkah kaki, Hazin menengok dan ternyata itu adalah suara langkah kaki Putri Latina. "Apa yang kau lakukan disini? mengganggu saja." ucap Hazin sambil kembali melihat kearah langit malam yang cerah. "Seharusnya aku yang bertanya apa yang kau lakukan disini. Lagi pula, a-aku hanya ingin menyampaikan sesuatu. Kau mau mendengarnya kan?" Tanya Latina malu malu. "Hah... Menyampaikan sesuatu? Baik aku akan mendengarnya." Hazin hanya menutup matanya. "Mmm... kalau begitu-.." "Bohong." Singkat Hazin. Latina sedikit terkejut mendengar lanjutan dari kalimat yang Hazin berikan tadi, "Eh?" "Aku tak mau mendengarkan hal tak penting." Hazin menyela nya. "Apa kau bilang?! Bahkan kau bersikap seperti itu disaat aku bertanya dengan sopan, sebenarnya apa yang kau mau hah?!" Latina kesal, sedangkan Hazin hanya terdiam. "Huff... Aku hanya... ingin.. min-min.. Minta maaf kepadamu. Ya! minta maaf, seharusnya aku tak berkata seperti itu pada mu." Latina kesal akan kata katanya yang terdengar gagap dan malu itu. "Itu bukan masalah bagiku." jawab Hazin. "Apa? Tapi kau langsung keluar kastel setelah mendengarnya." Latina kaget dengan ucapan Hazin. "Aku hanya merasa ingin mencari udara segar, itu saja. Dan juga, untuk apa kau membawa orang tak berguna itu?" Tanya Hazin. "Apa?! Ah... I-Itu pengawal pribadi ku." Latina menyuruh seaeorang keluar dari kegelapan. "Maafkan aku Tuan Latina, aku tak pandai dalam hal bersembunyi." Ia menunduk pada Latina. "Dasar bo-.. ehem! Ini pengawal pribadi yang langsung ditunjuk oleh ayahku, namanya Kairo Bakuta." jelas Latina. "Salam kenal tuan Hazin" Kairo menundukan badannya. "Nama yang aneh." Hazin sedikit heran. "Saya sendiri sebenarnya bukan penduduk asli negeri ini, saya datang jauh dari negeri timur. Namaku ini tak asing lagi bagi para penduduk disana." jelas Kairo. "Hoh... jika tak salah, kenapa kau memanggil wanita ini dengan sebutan tuan?" Hazin bertanya sambil memasang wajah curiga. "itu karna-.. Hump... Hump!!" Latina menutup mulut Kairo dengan paksaan. "Diam kau cacing tanah." setelah Kairo diam, ia melepaskannya, "Yang penting aku sudah minta maaf, humf!" Latina kembali masuk sambil memasang wajah cemberut. "Yah... begitu lah beliau, ia memang cantik dan terlihat elegan. Namun, banyak orang yang mengenalnya sebagai putri yang sadis. Ia tidak akan segan untuk membunuh seseorang jika ia memang harus membunuhnya, ia juga terkadang senang disaat ia menyiksa orang yang tengah di interogasi. Maka dari itu, tak ada lelaki yang berani mendekatinya sampai saat ini, Dan tuan Hazin," Kairo melirik kearah Hazin, "Anda satu satunya orang yang berani bersikap seperti itu padanya," ucap Kairo. "Hey! apa yang kau lakukan?! Cepat kesini!" Latina mengintip dari pintu dan kembali masuk kedalam kastel. "Baik!" balas Kairo sambil mengejarnya. Setelah melihat mereka berdua pergi, Hazin bangun dan berjalan menuju kamarnya. Kretek Ia membuka pintu kamarnya dan berbaring. Dan, tak lama setelah itu. Tok..Tok..Tok! Seseorang dari luar kamar mengetuk kamarnya. "Hazin... Ini ibu, bolehkah ibu masuk dan berbicara dengan mu sebentar?" Sepertinya itu Viole, ibu Hazin. "Boleh ibu." balas Hazin. Ibunya masuk dan duduk di ranjang nya. "Hazin, ayahmu akan pergi ke luar ibu kota untuk sementara waktu, ia akan pergi saat turnament nya dimulai. Dan, ayahmu memiliki permintaan." ucap Viole. "Apa itu?" Tanya Hazin. "Dia ingin kau ikut dalam turnament itu." Balas Viole, Hazin sempat terdiam untuk beberapa saat. "Turnamen... Ya?" Gumam Hazin, ia sedikit mengingat ucapan Hidrus sebelum ia pergi. "Kita akan kembali bertemu setelah kau siap." Hazin mengingat kembali ucapan Hidrus tersebut. Dan, tanpa berpikir panjang. "Mungkin aku akan melakukannya." jawabnya. "Wahh! Bagus sekali..! Ibu semakin merasa bangga padamu Hazin." Viole menepuk tangannya sambil tersenyum lebar. "Oh ya, tentang putri Latina tadi pagi. Ibu ingin kau jangan tertalu memikirkan nya ya Hazin, ibu sudah memarahinya karna berkata seperti itu padamu." Hazin hanya diam mendengarkan ibunya berbicara. Lalu, Viole langsung mengecup kening Hazin. "Kalau begitu, malam ini kau harus tidur lebih awal. Kau harus menyimpan energi mu untuk besok, kau tidak tau akan bertarung diawal atau tidak." Viole mulai berdiri dan berjalan menuju pintu. "Kalau begitu, ibu juga akan tidur sekarang. Selamat malam anak ku." Viole meninggalkan kamar sambil tersenyum pada anak tercinta nya. "Bangga?" Hazin berbicara pada dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD