Spirit Fire That Starts to Appear In His Heart

1925 Words
Setelah diskusi para petinggi bangsa selesai, Hazin dan Jack pergi keluar kastel untuk berkeliling di ibukota kerajaan The Down. "Wow...! Coba lihat itu! Aku belum pernah melihat masakan seperti itu!" Mata Jack berbinar-binar saat melihat masakan khas bangsa manusia yang berupa roti panggang raksasa. "Apa tuan tertarik untuk mencobanya?" Pedagang roti itu mengajak Jack untuk masuk kedalam tokonya. "Ah.. haha, tentu saja.." Jack meneteskan air liurnya. "Tada..!! Ini adalah roti panggang terbesar yang pernah kubuat! Roti ini berisi daging babi liar pilihan yang langsung dibeli dari para pemburu! Bumbu-bumbunya juga terdiri dari rempah terpilih yang di impor dari negara timur! Rasa daging yang lembut, pedas dari cabai dan manis dari madu akan menyatu dilidah anda tuan..!!" Pedagang itu menyajikan roti besar dan berkilaunya pada Jack. "Ah sial!! Kita harus membeli ini Hazin..!!" Jack tergiur akan roti besar itu. "Apa? Hazin?" "Apa dia benar Hazin Triton?!" "Itu benar!! Dia Hazin sungguhan!!" Para penduduk yang lewat berhenti saat Jack menyebutkan nama Hazin, dan seketika mereka semua menghampirinya. "Wah..!! Ini benar benar Hazin Triton!!" "Dia Tampan Sekali..!!" "Wajah dinginnya itu.. ahh.. tuan Hazin..!!" Pada penduduk histeris bahagia dan secara desak-desakan menghampiri Hazin. "Hah?! Apa yang mereka pikirkan?" Hazin berusaha melepaskan dirinya dari genggaman para penduduk. "Oi, kenapa aku selalu diacuhkan? Aku adalah Jack!! Pengguna pedang terhebat sekaligus pengawal pribadinya pangeran Hazin Triton!!" Jack memamerkan badan kekarnya. "Hah..? Jack?" "Dia hanya pengawalnya saja." "Lagi pula, pose macam apa itu?" Para penggemar Hazin hanya sesaat melirik kearah Jack sambil cemberut dan kembali memandang Hazin. "Apa itu barusan..!! Sial, kenapa aku harus berpose seperti itu didepan semua orang.!!" Gumam Jack dalam Hatinya. Hazin masih sibuk untuk melepaskan genggaman para penggemarnya. "Oi cepat!!" Jack menyeret tangan Hazin dan pergi dari toko itu. Setelah mereka terbang cukup jauh. "Fiuh... Akhirnya kita bebas juga. Tapi, bagaimana dengan roti giant ku?" Jack kembali membayangkan roti besar idamannya tadi. Mereka berdua sedang diam ditaman kastel milik kerajaan The Down, para penduduk tadi tidak akan diperbolehkan untuk masuk kewilayah kastel tanpa ijin. "Dasar payah! Kau sampai terhipnotis hanya karena roti gila itu." Hazin duduk dan bersandar pada pagar taman. "Apa? Terhipnotis? Aku hanya ingin mencicipinya. Tapi, para penggemar gilamu tadi yang telah merusak suasana! Lain kali, aku pasti akan menghajar habis orang-orang tidak berguna itu!" Jack ikut duduk dan melihat kearah datangnya cahaya matahari. "Hei orang bodoh, kau sekarang banyak bicara ya." Jack berpaling dan menatapi taman yang terlihat indah itu. Hazin masih terdiam. "Sejak kau mengikuti turnamen waktu itu, kau tidak lagi diam membeku. Itu bukan berarti aku ingin kau agar tetap manjadi orang bisu, namun. Kau akan menjadi lebih baik jika kau dapat berbicara dengan orang lain." "Lihat saja para orang bodoh tadi, mereka terlihat senang saat bertemu denganmu, kau tahu kenapa? Itu karena mereka tahu bahwa kau adalah pemenang dari Turnament Gya tahun ini." Ucap Jack. "Tapi mereka bilang aku tampan." Ucap Hazin dengan wajah polosnya. "Jangan kepedean puding berry!!" Jack menyentaknya. "Sepertinya kalian sedang membicarakan hal penting." Tanpa diketahui, Latina ternyata ada dibelakang mereka berdua. "Sepertinya aku akan kembali lagi ketoko roti tadi." Jack langsung pergi saat Latina datang. "Dasar bawang merah! Aku akan menghancurkan roti gila itu nanti." Hazin sebenarnya ingin mengejar Jack karena dia menyebutkan nama ledekannya tadi. "Em... Apa aku mengganggumu Hazin?" Latina ikut duduk disamping Hazin. "Tidak." "A-apa yang kau lakukan tadi dengan Jack? Kalian berdua pergi saat diskusinya hampir selesai kan?" Latina masih terlihat malu malu. "Tidak ada, aku hanya berkeliling ibukota." Jawab Hazin. "Jadi begitu." Wajah Latina terlihat menyembunyikan sesuatu. Karena itu, Hazin langsung bertanya, "Apa yang ingin kau bicarakan denganku? Sebaiknya kau langsung biacara sebelum aku pergi." "Baik-baik! Aku sebenarnya ingin... Sedikit cerita padamu." Ucap Latina. "Sepertinya itu tidak penting, aku mau pergi saja." Ucap Hazin sambil berdiri. Namun, Latina menahannya. "Bisakah kau dengarkan dulu apa yang ingin ku bicarakan denganmu?" "Huf.. baiklah." Hazin kembali duduk disebelah Latina. "Kita sudah mendengar masalah sebenarnya yang sedang kita hadapi sekarang kan? Dan, ibuku yang mendengar berita itu memiliki sebuah ide yang membuatku sedikit kesal." "Ah.. kenapa aku harus membicarakan hal ini pada orang sepertinya?! Apa dia akan mendengarkanku? Dan juga kenapa aku bisa sedekat ini dengannya?.." gumam Latina dalam hatinya sambil tiba-tiba menggenggam tangan kanannya karena merasa kesal pada dirinya sendiri. "Memangnya apa ide ibumu itu?" Tanya Hazin. "Apa? Dia menanyakannya? Itu berarti dia akan mendengarkan ceritaku kan?" Latina masih bicara dalam hatinya dan melirik kearah Hazin. "Hei, kau jadi bercerita atau tidak?" Hazin kembali bertanya. "Ah iya! Ini soal diriku yang merupakan calon penerus ibuku, ia ingin mengundurkan diri sebagai ratu dan menjadikanku ratu selanjutnya." Balas Latina. "Kenapa dia bisa berpikir seperti itu?" Tanya Hazin. "Itu karena, ia ingin menemani ayahmu mencari Death Stone. Mungkin kau tidak percaya jika aku memberi tahunya padamu, tapi, ibuku itu suka pada raja Vondest. Kau tahu kan ayahku sudah tidak lagi ada di dunia ini, hal itulah yang membuat dia ingin bersama ayahmu." Ucap Latina sambil sedikit cemberut. "Pernikahan ibu dan ayah sebenarnya hanyalah semacam perjodohan, ibuku sama sekali tidak mencintai ayah. Namun, pada akhirnya dia menikahi ayah walau dia tidak suka dengannya." Jelas Latina. "Bagaimana ayahmu bisa meninggal?" "Ia meninggal karena keracunan, seseorang tidak ingin ayah menjadi raja tertinggi bangsa manusia karena orang itu menganggap ayahku tidak memiliki kekuatan istimewa sehingga tidak pantas memimpin kerajaan, ia meninggal saat aku sedang sekolah di akademi militer pada umurku yang ke tiga belas tahun." Balas Latina. Hazin hanya terdiam. "Em.. a-aku sebenarnya tidak ingin menceritakan ini! Namun, kau dan aku itu sama Hazin, aku selalu dijauhi saat aku masih kecil." Jelas Latina. Hazin yang mendengar hal itu langsung sedikit serius, itu tak lain karena Latina mengatakan tentang dijauhi tadi. "Ibu selalu bangga padaku karena putri satu-satunya memiliki kekuatan yang diluar nalar manusia. Namun, orang lain menjauhiku karena takut akan kekuatanku." Latina terbayang masa kecilnya. Ia dijauhi karena memiliki kekuatan yang luar biasa sejak kecil, ia mampu membunuh Golem dengan tangan kosong. Orang orang bukan merasa kagum, mereka malah takut dan berpikiran bahwa Latina merupakan manusia keturunan iblis. Latina bercerita tentang masa kecilnya karena ia pikir nasibnya sama dengan Hazin, itu memang sama. Hanya saja Hazin tidak memiliki teman karena ia tidak memiliki kekuatan istimewa sebagai keturunan keluarga Triton. Mereka berdua sama sama terdiam. "Oh ya, kau masih belum menjawab pertanyaanku waktu itu. Apa yang akan kau lakukan saat ayahmu pergi mencari Death Stone keseluruh dunia? Jika ayahmu pergi maka ibuku juga akan pergi kan, maka dari itu aku bertanya padamu. Aku tidak tahan jika aku hanya terdiam di kastel menyebalkan ini tanpa melakukan apapun." Wajah Latina kembali terlihat malu-malu. "Apa urusanmu? Jika ayahku dan yang lainnya pergi, apapun yang aku lakukan tidak ada hubungannya denganmu kan?" Jawab Hazin. "B-bukan seperti itu! Aku hanya ingin-.. ahk..! Aku tidak memiliki teman mengobrol disini dasar orang tidak peka! Aku tidak mau tinggal di kastel! Bagiku itu sebuah penjara batu kau tahu itu!" Entah kenapa Latina tiba-tiba menyentak. "Ayahku akan pergi? Pergi... Ya Tunggu sebentar." Hazin menutup mulut Latina dengan jari telunjuknya "Ada apa?!" Latina merasa ingin tahu dicampur rasa malu, pipinya sedikit memerah saat jari Hazin menyentuh bibirnya. "Jika ayah pergi maka, aku akan mengurus kerajaan seorang diri kan? Tidak, aku tidak ingin hal itu terjadi. Lagipula, hem.. Death Stone, keluarga Triton? Benar juga!!" Hazin berbicara dalam hatinya dan seketika merasa kaget. "Aku akan menggantikan ayahku untuk mencari batu konyol itu." Ucap Hazin wajah serius. "Apa?! Apa yang kau katakan tadi?" Latina sangat terkejut saat mendengar hal yang Hazin katakan tadi. "Aku akan pergi dan mencari Death Stone. Ayah bilang, bilang yang dapat merasakan keberadaan Death Stone hanya seorang keturunan Triton kan? Aku adalah keturunan nya! Hazin Triton, aku mungkin bisa mencari Batu itu selain ayahku!" Balas Hazin. "Apa kau serius?! Itu bukan jalan jalan mencari batu kerikil! Kau pasti akan bertemu para pemuja raja iblis, mereka itu sangat kuat kau tahu! Dan bagaimana jika kau gagal dan membiarkan para pemuja gila itu mendapatkan batunya?" Ucap Latina. "Aku hanya perlu berlatih untuk bisa menjadi lebih kuat lagi kan?" "Memang seperti itu. Namun, jika kita semua harus menunggumu berlatih terlebih dahulu, mereka akan dengan mudah mendapatkan Death Stone nya." Latina mulai berdiri. "Itu hanya masalah waktu kan? Bukan masalah rumit." Hazin masih bersandar pada pagar taman. "Bukan masalah rumit katamu? Justru itu yang membuat kita semua sulit! Disamping kita harus mendahului mereka, kita juga harus cerdik mengetahui lokasi batu itu berada!" Sentak Latina. "Aku tahu itu." "Baiklah, sudah kuputuskan! Aku akan mencari batu itu dan menghentikan raja iblis mendapatkan kekuatan nya kembali!" Hazin mulai bangun. "T-tapi aku yakin kau tidak bisa mengatasi para pemuja raja iblis seorang diri Hazin!" Jelas Latina. "Oi, jangan meremehkanku. Lagipula, aku tidak sendiri." Hazin terbang masuk kedalam kastel. Latina terus melirik perginya Hazin, "Memangnya kau sedang dibuntuti oleh hantu hah..!!" Teriak Latina. Malam telah tiba, Hazin dan yang lainnya memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama dikediaman Latina. "Ya... kamar ini tidak buruk." Hazin diberi kamar yang cukup besar oleh ratu Patricya, ia langsung membaringkan badannya dikasur. "Hah... Kenapa aku merasa lelah walau tidak melakukan apapun?" Gumamnya, ia melihat keatap kasur megah berwarna merah itu. "Aku akan mencari Death Stone menggantikan ayah? Apa aku sanggup melakukan itu? Kenapa Latina bilang bahwa para pemuja raja iblis itu sangat kuat? Em.. tapi itu mungkin ada benarnya juga. Sampai saat ini, tidak ada seorangpun yang berani membunuh para pemuja iblis, yang berarti. Mereka memang berbahaya." Hazin masih bicara dalam hatinya. "Apa hubungannya raja iblis dengan bangsa Fadelta? Jika mendengar cerita ayah, ras Fadelta telah menjadi musuh utama ras iblis bahkan sebelum ayah membunuh raja iblis saat perang antar bangsa terjadi." "Kenapa iblis selalu berusaha untuk menghancurkan kedamaian dunia? Mereka bisa hidup damai seperti ras lainnya jika mereka tidak melakukan kejahatan kan, aku yakin. Mereka pasti memiliki alasan yang kuat untuk melakukan semua hal itu." Hazin menutup matanya diakhir kata. "Hazin, apa kau bisa mendengarku?" Terdengar suara Hidrus dikuping Hazin. "Hah? Hidrus, itu kau kan?" Hazin sedikit kaget. "Tentu saja ini aku Hazin! Aku memiliki suatu pesan penting untukmu!" Ucap Hidrus, Hazin kembali menutup matanya. "Aku tahu kau berniat untuk menghentikan kebangkitan raja iblis Hazin, sebaiknya kau lupakan niatmu itu! Akan terjadi hal buruk dimasa depan jika kau tetap melakukannya." Jelas sang malaikat. "Hal buruk? Kau tau apa tentang masa depan?" Balasnya. "Aku bisa melihatnya! Namun, ya.. walau aku memperingatimu saat ini, kau nanti akan tetap melakukan hal itu." Suara Hidrus terdengar pasrah. "Lalu, untuk apa kau mengatakan hal itu jika kau tau itu tidak akan merubah apapun?" "Aku hanya ingin kau berlatih lagi denganku sebelum kau pergi mencari batu itu, ini harus Hazin! Percayalah, dunia luar tidak akan semudah yang kau bayangkan." Hidrus berniat melatih Hazin kembali di planetnya, ia mesih belum yakin bahwa Hazin siap untuk menghadapi dunia luar. "Kenapa aku harus berlatih lagi denganmu? Bukankah kau bilang aku sudah cukup?" Tanya Hazin. "Sudah kubilang kan? ini tentang masalah dunia! Tadinya aku tidak ingin melihat kolam kebenaran. Tapi, setelah lama aku berpikir, aku harus melihatnya dan siapa tau aku bisa mencegah bencana turun disana." Balas Hidrus. "Aku selalu heran, kenapa kau berniat untuk menolongku. Kita hanya saling kenal sebagai guru dan murid kan? Kenapa kau selalu memiliki niat untuk menolong mahluk yang ada dibumi?" Tanya Hazin sambil berbalik badan dikasurnya. "Itu karena aku harus melakukan nya, aku harus terus membimbingmu sampai kau tidak perlu lagi bantuanku." Hidrus sedikit menyentak. Tapi, Hazin justru berpikir tentang raja iblis di kepalanya. "Ingat! Sebelum kau pergi melakukan perjalananmu mencari batu itu, kau harus menemuiku dulu! Kau harus ingat itu Hazin." Suara Hidrus perlahan menghilang. "Raja iblis, malaikat. Kenapa setiap aku ingin melakukan hal yang aku anggap benar selalu di ikuti dengan bencana?" Setelah berbicara dengan Hidrus, Hazin pun tertidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD