Al-Sarem kingdom
Sebagai putri tertinggi dari bangsa manusia, Latina tentu saja tidak terima saat ada seorang kepala prajurit kerajaan melarangnya masuk kedalam anak kerajaan bangsa Half Man.
Karena bersih keras, akhirnya Zaheed berusaha melarangnya dengan paksaan. pertarungan pun tidak dapat di hindari.
Dengan cepat Zaheed mengeluarkan pedangnya dan berputar kearah Latina, ia langsung mengayunkan pedangnya dengan kecepatan yang luar biasa. Itu karena ia adalah Half Man atau manusia setengah macan gurun.
Duakk..!!!
Latina menahan serangan Ali dengan pedang Kusanagi ditangan kirinya.
"Berani juga kau menyerangku." Latina tersenyum sambil terus menahan pedang Zaheed yang mengarah padanya.
"Anda sendiri yang bilang bahwa anda adalah ancaman kerajaan Al-Sarem, semua orang disini mendengar akan hal itu. Jadi, tidak akan terjadi masalah jika saya meringkus anda disini." Ucap Zaheed.
"Berhenti!!"
Seseorang berteriak ditengah suasana tegang itu, ternyata datang seseorang dari dalam kerajaan Al-Sarem. Ia adalah raja Mehmed, ia adalah manusia setengah kucing. Badannya sedikit pendek dan juga sedikit kurus, itu membuat pakaian raja yang dikenakan olehnya terlihat terlalu besar, rambutnya kuning dengan mahkota dan banyak perhiasan emas yang ia kenakan.
Baik Zaheed maupun Latina langsung berhenti. Putri tertinggi bangsa manusia yaitu Latina hanya kembali berdiri tegak sambil menghela napasnya, "Lagi-lagi."
"Keributan macam apa ini?!" Tanya Mehmed dengan nada tinggi.
"Maafkan saya tuan, tapi-.."
"Tidak ada tapi untukmu! Kau telah mengganggu waktu bermainku. Keributan dan keributan saja! Kenapa kau tidak bisa membuat kerajaan ini te-... Putri Latina? Keluarga Ista? Dan juga.... Siapa mereka berdua?" Tanya Mehmed.
"Ternyata anak buah dan tuan sama-sama bodoh, Ia Hazin Triton dan Jack. Vondest dan Ensberg tidak akan senang jika anaknya dianggap anak jalanan." Latina kembali biasa sambil menghilangkan kedua senjata Tyrel tadi.
"Putri latina?! Bu-bukan begitu, kalian mahluk bodoh! Cepat menyingkir." Ucap Mehmed, para penjaga dan penduduk langsung bersikap pura-pura dan kembali melakukan aktifitas seperti biasanya.
"Ikuti aku." Bisik Mehmed.
Hazin dan teman-temannya langsung menuruti ucapan Mehmed untuk menaiki kereta kuda tradisional menuju kastel Al-Sarem. Karena ibukota cukup besar, perjalanan menjadi sedikit memakan waktu karena mereka menaiki kereta yang masih ditarik menggunakan kuda.
Suasana didalam kereta itu hening, hanya terdengar suara dari roda kereta dan penduduk dari luar kereta kuda itu. Mereka berlima duduk saling berhadapan, hanya Latina dan Minaki yang masih memasang wajah serius dihadapan Mehmed.
"Em... Maafkan aku, tadi itu hanya-..."
"Tidak perlu basa basi, aku tidak suka orang yang hanya baik didepan namun membicarakan sesuatu yang buruk dibelakang." Latina langsung menyela perkataan Mehmed tadi. Walaupun Mehmed jauh lebih tua dibandingkan dengannya, Latina tidak segan berbicara seperti itu jika orang telah berani mengganggunya.
"Baik, aku tau aku salah. Tapi, yang ingin kuucapkan sebenarnya adalah-..."
"Sudah kau dengar ucapan Latina kan? Lebih baik kau diam saja." Minaki ikut menyela ucapan Mehmed.
Suasana didalam kereta kuda itu kembali hening.
"Padahal aku ingin tahu kelanjutannya, kenapa orang ini malah mengganggu? Sedikit lagi saja dia membiarkannya, aku akan tahu cara mengendalikan senjata Tyrel dengan benar." Gumam Jack, ia sedang asyik melihat jalanan yang sedikit ramai dari jendela.
"Hazin, ternyata itulah dirimu. Aku tidak kuat melihatmu terhina seperti itu, banyak pertanyaan yang sebenernya ingin aku sampaikan, namun... Eh?! Tidak-tidak! Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu." Gumam Latina, ia tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apa yang dipikirkan orang-orang? Latina dengan jelas mengatakan bahwa Hazin adalah putra Vondest Triton kan? Tapi, kenapa mereka terlihat seolah tidak tau? Atau lebih tepatnya, tidak peduli."
Minaki ikut bergumam dalam hatinya, setelah puas memelototi Mehmed, ia menatap Hazin yang sedang melihat kearah langit dari jendela disebelahnya dengan wajah dingin.
"Latina, Petra. Mereka berdua adalah anak dari penguasa bangsanya masing-masing, mereka disegani dan mungkin ditakuti karena kekuatan dan juga kedudukan mereka sebagai calon penerus oleh semua orang, begitu juga dengan Hazin. Tapi, mengapa hampir semua orang terlihat tidak menginginkannya? Apakah ada hal yang masih aku belum ketahui?"
Minaki masih bergumam, ia kembali mengingat disaat ia masih berada dikerajaan Triton, saat itu minaki melihat masyarakat yang tidak menghormati pangerannya sendiri.
Kriett...
"Ehem! Kita sudah sampai." Setelah menunggu, mereka akhirnya sampai didepan pintu masuk kedalam kastel Al-Sarem.
Mereka turun dan langsung memasuki kastel itu. Seperti yang terlihat dari luar, didalam kastel milik kerajaan Al-Sarem itu terlihat mewah berkat furnitur emas dan beberapa air mancur didalam ruangan yang mereka lewati.
Tanpa basa-basi lagi, Mehmed mempersilahkan mereka untuk menunggunya didalam ruang penjamuan. Mejanya terlihat panjang dengan beberapa kursi. Bendera Al-Sarem terlihat disetiap sudut ruangan itu. Tanpa menunggu lama, Mehmed kembali dan duduk diruang penjamuan.
"Baiklah, kita bisa mulai pembicaraan kita sekarang." Ucap Mehmed setelah duduk dikursi khususnya.
"Sebelum itu biarkan aku mengatakan beberapa hal." Ucap Latina, ia duduk sambil mengangkat kedua kakinya keatas meja, Mehmed terlihat begitu cemas setelah mendengar ucapan Latina yang bahkan belum mengatakan apa yang ingin ia katakan.
"Pertama, bagaimana bisa orang yang dipercayakan untuk menjaga keamanan kerajaan ini berani menyerangku? Kedua, sistem aneh apa yang kau terapkan pada setiap gerbang kerajaan? Ketiga, aku ingin kau tidak menyembunyikan apapun dariku. Tidak peduli itu benda sekecil apapun, aku tidak bisa memaafkan hal yang terakhir itu." Ucap Latina dengan nada yang sedikit tegas.
"Oi, memangnya apa yang ia sembunyikan?" Tanya Jack.
"Sebaiknya kau keluarkan benda itu sebelum aku sendiri yang mengambilnya darimu, raja Mehmed." Minaki tersenyum jahat padanya.
"Baik-baik! Kenapa kalian begitu kejam padaku, padahal aku sudah menolong kalian sebelumnya. Dan juga, kenapa aku harus takut padamu Minaki Ista?!" Mehmed baru menyadari bahwa Minaki adalah seorang bangsawan yang mungkin kedudukannya berada dibawah seorang raja.
"Hah..?! Kau seharusnya takut padaku, aku adalah-.."
"Oh lihat burung itu terbang!" Dengan bicaranya yang cepat Minaki menyela Jack sambil menunjuk kearah seekor merpati yang terbang dari jendela ruangan itu.
"Kau..." Jack menatap Minaki dengan kesal sambil menahan emosinya.
"Em... Maafkan aku, seharusnya benda ini aku tunjukan selagi kita berada didalam kereta tadi." Mehmed mengeluarkan sebuah gulungan kertas lalu membukanya, gulungan itu adalah sebuah peta.
"Hei, kau melewatkan pertanyaanku." Ucap Latina. "Bi-bisakah kita bicarakan itu nanti?" Mehmed kembali berkeringat.
"Hah...? Jadi itu keputusanmu? Tidak apa, aku bisa memberitahunya pada ibuku nanti. Atau mungkin, kau ingin aku sendiri yang memporak-porandakan kota ini?" Latina menurunkan kakinya dan tersenyum jahat pada Mehmed.
"Ten-tentu saja bukan itu yang kumaksud putri Latina." Mehmed semakin berkeringat sambil kembali menutup gulungan kertas yang tadi ia buka.
"Hei putri tidak berguna, kau mengganggu tujuan kita kesini." Ucap Hazin dengan wajah dingin.
"Hemp! Mengganggu kebahagiaan orang lain saja." Latina berpaling dari pandangan Hazin. Lalu, "Apa hubungannya peta itu dengan Death Stone Mehmed?" Tanya Hazin.
"Huff... Kau memulainya dengan pertanyaan yang berat hah? Tapi baiklah, ini adalah peta reruntuhan bawah tanah Al-Sarem, letak reruntuhan itu berada dikota bagian timur dari kota ini. Kami tidak membuat kota bawah tanah ini kembali hidup dikarenakan terlalu banyak serangan mahluk buas disana."Jawab Mehmed sambil kembali membuka gulungan peta tadi.
"Reruntuhan? Bagaimana dengan orang yang tinggal didalam sana sebelumnya?" Tanya Minaki.
"Tidak ada yang tinggal disana sebelumnya, hanya ada beberapa prajurit Al-Sarem yang berjaga dan melindungi apa yang seharusnya aku lindungi, Death Stone." Mehmed menunjukan jarinya pada salah-satu tempat yang memiliki tanda lingkaran merah.
"Apa?! Death Stone?" Jack sedikit kaget.
"Sebelumnya ratu Viole datang kesini, ia memberikan satu perintah untukku. Ia menyuruhku untuk menjelaskan hal ini pada putranya yang akan datang kesini, jadi sebenarnya aku sudah mau menyambut kalian. Tapi, entah kenapa aku lupa." Mehmed menggaruk kepalanya karena malu, Minaki cemberut setelah mendengar kata lupa dari mulut Mehmed.
"Jadi, apa hubungannya peta itu dengan Death Stone?" Tanya Latina.
"Tempat ini menjadi saksi bisu penyerahan Death Stone oleh raja Vondest dan juga ratu Viole. Itu terjadi lebih dari tiga ratus tahun yang lalu, saat itu perang antar bangsa sudah usai. Jadi, Vondest menunjukku untuk menjadi salah satu dari lima penjaga Death Stone sampai saat ini." Balas Mehmed sambil kembali menunjuk gulungan peta didepannya.
"Penjaga Death Stone?! Hazin, berarti dia sama dengan Archon kan?" Tanya Latina, tidak hanya dia yang terlihat kaget. Minaki juga ikut kaget karena tidak menyangka bahwa Mehmed adalah salah satu penjaga Death Stone dengan postur badan yang kurusnya.
Hazin hanya menjawab singkat dengan wajah dinginnya. "Ya, mungkin."
"Itu berarti kau memiliki satu buah Death Stone saat ini? Benar kan? Jangan bilang kau menghilangkannya." Minaki sangat bersemangat sampai mendekati Mehmed untuk bertanya hal itu.
"Em... Yah... Itu separuh benar." Mehmed ragu menjawab.
"Apa maksudmu separuh?" Latina bertanya dengan tatapan yang menusuk jiwa.
Karena takut Latina akan mengancamnya lagi, Mehmed dengan tergesa-gesa mengeluarkan sebuah peti kecil lalu membukanya. Didalam peti itu tersimpan sebuah batu merah yang menyala.
Minaki senang melihat bahwa Death Stone aman dan berada didepannya, ia senang karena tidak harus melakukan suatu hal yang akan membuatnya lelah lagi.
"Yay!! Jika begini, kita akan mengumpulkan semua Death Stone dengan mudah Hazin! Kita tidak harus bertarung-.." dengan riang gembira Minaki menghampiri Hazin dan berusaha memeluknya. Namun seperti biasa, Hasin menahan kepalanya dengan tangan kanannya.
"Oi tunggu!"
Latina, Minaki dan juga Hazin langsung melirik Jack saat ia sedikit menyentak. "Ada apa?" Tanya Minaki, wajahnya masih berada didalam kepalan tangan Hazin.
"Mehmed, kau bilang kau menjadi salah satu dari lima penjaga Death Stone? Bagaimana hanya ada lima? Kau pasti tahu bahwa jumlah seluruh Death Stone adalah enam buah batu, kenapa hanya ada lima penjaga? Apa yang terjadi dengan yang satunya?" Tanya Jack.
"Bi-biar kujelaskan dulu." Wajah Mehmed kembali berkeringat.
Karena penasaran, Latina pun bertanya. "Hah? Jelaskan apa lagi?" Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Latina, Mehmed yang tadinya berusaha untuk mencari kebohongan gagal karena takut.
Dengan sedikit helaan napas, Mehmed menjawab. "Em... Jadi begini. Sebenarnya, tiga ratus tahun yang lalu itu raja Vondest tidak hanya memberikan satu Death Stone padaku."