Number 3

2352 Words
Menghela nafas lelah sebelum tangannya dia sempatkan untuk mendarat di bahu Dito, memberi sebuah pukulan main-main, "Bikin kaget lo! But, thanks ya, To." Perly mengambilnya dan langsung meminum nya hingga setengah dari botol itu. "Haha.. haus banget lo? Tenang, gue gak bakal minta kok," ucap Dito terkekeh melihat Perly yang sangat bersemangat meminum air pemberiannya. Merasa cukup, Perly menyudahinya dan ikut terkekeh seraya berkata, "Banget. Dari tadi gue mau minum tapi nggak sempat-sempat," jawabnya membuat Dito berdecak. "Lo juga sih. Di sini 'kan kita mau seneng-seneng. Nggak usah terlalu di paksainlah kayak di sekolah," ucap Dito memberi petuah. Perly itu penuh ambisi kalau mengenai tanggung jawab, dia hanya tidak ingin Perly drop karena tugas ini. Perly mengangguk dan mendesah lelah sok dramatis, "Ya gini deh resiko jadi ketos terpilih," tukasnya mengulum senyum. Dito tau ke mana arah pembicaraan Perly. Kesal sebenarnya mengingat kejadian itu, dan Perly kembali mengingatkannya, "Gitu ya lo ungkit-ungkit masa lalu," ucap Dito sedikit kesal. Begitu kenyataannya, hal yang membuat Dito bisa berada pada posisi wakil ketua OSIS, adalah karena persaingan ketatnya dengan Perly dulu. Bisa di bilang, kalah saing? Begitulah singkatnya. "Haha ... becanda elah. Masih sensi aja lo," Perly memukul pelan bahu Dito dan Dito tertawa pelan. Sebesar apapun rasa kesal dan marahnya, jika di hadapkan pada tawa Perly, api yang berkobar di hatinya akan padam seketika. "Mm... Er. Gue penasaran, emangnya kenapa lo pilih tempat ini buat tour? Dan kenapa juga tiba-tiba lo ngadain tour?" tanya Dito pada Perly. Perly tak langsung menjawabnya, tepatnya, dia tidak tau ingin menjawab apa. Apa dia harus memberitahukan semuanya pada Dito? Melihat Perly yang terdiam, Dito mengerti, "Rahasia banget ya?" tanyanya membuat Perly menoleh. Menggaruk pelipisnya, pertanda dirinya sedang bingung saat ini, "Gimana ya? Di bilang rahasia sih banget. Tapi sebenarnya Buk Mena juga bawa lo buat rapat dulu, lo-nya aja yang nggak dateng," jawab Perly setelahnya. "Terus? Berarti bener dong gue kalau ini ada apa-apanya?" tanya Dito lagi. Perly memberi dehaman singkat sebelum memberi penjelasan, "Iya lo bener. Ada masalah di sekolah kita. Gue juga dapat info dari Buk Mena sih. Katanya Polisi curiga ada siswa kita yang berkasus berat. Mereka nggak mungkin selidikin langsung ke sekolah kita karena mereka bakal kabur duluan. Makanya gue usulin ngadain tour ini," jelas Perly panjang lebar membuat Dito mengangguk mengerti. "Kasus apaan emang? Berat banget ya?" tanyanya lagi. "Gue juga kurang pasti kalau kasus apanya, yang jelas berat banget. Tapi itu sih masih dugaan mereka semoga aja gak bener," ucap Perly dan Dito hanya mengangguk. "Perly!" Ketiga sahabatnya melambaikan tangan pada Perly. Perly balas melambai dan tersenyum lebar. Kembali menoleh pada Dito, "Gue cabut ke sana ya." Dan belum sempat Dito mengiyakan, Perly sudah lebih dulu berlari ke arah sahabatnya. Menghela nafas, mengikuti punggung Perly yang perlahan menjauh dari tempat itu, "Padahal gue mau habisin waktu sama lo, Er," gumamnya pelan tersenyum tipis. "Kita jalan-jalan bentar yuk. Cari apa kek gitu, kayaknya banyak yang menarik di sini," ajak Teta pada Perly Perly sebenarnya ingin mandi dan beristirahat sebentar. Namun melihat ketiga sahabatnya yang sepertinya sangat antusias, mungkin dia berubah pikiran. Lagi pula, banyak siswa yang mengantri di depan kamar mandi, pasti akan lama jika dia ikut mengantri. "Ayo deh." putus Perly menyetujui. Mereka berempat berjalan beriringan sambil melihat-lihat apakah ada sesuatu menarik yang dapat mereka temukan di sana. • "Er. Sini deh." Agnes memanggil Perly yang sedang berbicara dengan rekan OSIS-nya. Menoleh sebentar dan meminta izin undur dari pada rekannya untuk menghampiri sang sahabat yang memanggil, "Apa?" Agnes mengangkat sebuah botol kaca ke hadapan Perly "Nih liat. Mirip Bubu 'kan?" katanya antusias. Sangat yakin Perly akan sama antusiasnya seperti dirinya. Di sana terdapat seekor ikan hias bewarna putih bersih. Mirip sekali dengan ikan hias miliknya yang bernama Bubu itu. "Wah ... kalian dapet di mana?" tanya Perly antusias sambil mengambil botol itu. Benar 'kan, perkiraan Agnes. "Punya bapak nelayannya sih, bukan punya kita," jawab Teta di angguki Agnes dan Vanya. Lantas, Perly menoleh pada seorang nelayan yang duduk tak jauh dari para sahabatnya, "Ini beneran punya Bapak?" tanyanya, mengangkat botol kaca itu sejajar dengan wajahnya. Bapak itu mengangguk, membenarkan, "Iya Neng. Tadi pagi saya nemu di dekat pantai. Kayaknya lepas dari tempatnya," jawabnya seadanya. Membulatkan mulut, kembali dia perhatikan ikan kecil yang berenang terbatas di botol itu, "Gue jadi kangen sama Bubu," gumamnya yang masih dapat di dengar oleh semuanya. "Kalau Neng suka, Neng ambil aja, saya juga nggak akan bisa merawatnya Neng," ucap si bapak memberi saran. Perly agak ragu menerimanya, bagaimana kalau pemiliknya ternyata sedang mencarinya? Sama saja dia mengambil milik orang lain bukan? Seakan tau keraguan yang muncul di raut wajah Perly, bapak itu kembali menambahkan, "Neng tenang aja. Saya udah tanya sama semua penjual ikan hias di sini dan mereka bilang, mereka gak punya ikan kayak gitu. Mungkin emang udah rezeki Neng buat dapatin ikan itu." Senyum Perly mengembang mendengarnya. "Makasih banyak ya, Pak. Saya pasti rawat ikan ini baik-baik," ucap Perly tulus. Bapak itu tersenyum melihat senyum senang di wajah Perly, "Iya sama-sama, Neng," jawabnya. "Eh eh liat tuh. Kita udah sampai," ucap Teta antusias menunjuk pulau yang menjadi tujuan mereka berwisata. "Ini bersih banget." ucap Vanya mengomentari. Teta kembali menimpali, "Bener. Bakal betah deh di sini, mana pemandangannya indah banget lagi." Mendengar kata pujian yang terus terlontar, membuat Perly mengeluarkan kalimat sombongnya, "Siapa dulu dong yang milih tempatnya," katanya bergaya pongah membuat ke tiga sahabatnya mendecih. "Iya iya Buk Ketu," ucap ketiganya serentak membuat Perly terkekeh. Memperkirakan detik-detik kapal akan sampai di tepian, Perly melirik rekan OSIS-nya yang juga sama antusiasnya melihat pulau tersebut. Dirinya menoleh pada Teta yang ada di sampingnya, "Ya udah yuk, Ta, kita ke sana," ajak Perly di sambut anggukan dari Teta. "Kita ke sana dulu ya. Ntar kalau udah sampai, kita ngumpul lagi." ucap Teta berdiri. "Susah ya punya temen OSIS. Sibuknya minta ampun," ucap Agnes sedikit kesal. Mengabaikan kekesalan Agnes, Vanya segera memberi instruksi, "Udah sana lo selesai in dulu tugas lo," Perly dan Teta mengangguk lalu pergi setelah berhasil mengacak-acak rambut Agnes. "Rese banget sih lo berdua!" teriaknya kesal sambil memperbaiki tatanan rambutnya. Ah tidak, tepatnya poninya. Kapal Perly pertama sampai di bibir pantai. Anggota OSIS, dua orang polisi dan dua orang dari tim pramuka turun lebih dulu dan berdiri di pantai. Tak berselang lama, barulah tiga kapal lainnya sampai di pulau itu. "Nah semuanya, kita udah sampai di tempat tujuan kita." Semuanya bertepuk tangan dan bersorak senang. Perly kembali bersuara setelah memberi aba-aba untuk tenang, "Buat malam ini, kita bakal diri-in tenda di sini. Tenda udah disiapkan oleh tim pramuka. Buat pembagian kelompok, bakal di atur sama kakak-kakak OSIS. Besok pagi setelah sarapan, kita lanjut perjalanan kita ke dalam hutan," ucap Perly memberi arahan. Perly melanjutkan, "Di sebelah kanan itu tenda cewek, sebelah kiri yang cowok. Dalam satu tenda itu bisa di isi sama 5orang." "Ada pertanyaan?" Satu orang siswa mengangkat tangannya. "Malam ini ada agenda apa, Kak?" tanyanya. Perly lantas menjawab, "Malam ini kita belum ada agenda apa-apa. Besok pagi bakal kita mulai, dan bakal kita kasih tau agendanya setelah kita sampai di dalam hutan." jawab Perly membuat mereka mengangguk. "Oke. Semuanya udah paham 'kan ya? Kalau gitu kalian bubar dan dirikan tenda kalian. Kakak OSIS, tolong dibagi ya kelompoknya," ucap Perly pada anggotanya. Mereka mengangguk dan berjalan ke depan para siswa untuk membagi kelompoknya. "Er, ada masalah dikit." ucap salah satu anggotanya pada Perly. Kening Perly mengerut mendengarnya, sepenuhnya mengalihkan atensi pada rekannya itu, "Masalah apa?" tanya Perly. Terlihat ragu saat ingin menjelaskannya. Entahlah, dia hanya merasa bersalah karena tidak bisa bertanggung jawab pada tugasnya. Di tariknya nafas panjang lalu mulai menjelaskan, "Tadi ada anak-anak warga yang nggak sengaja jatuhin makanan kita yang buat nanti malam." Sebelum Perly menyahut, yang satunya dengan cepat menimpali, "Tapi lo tenang aja. Tadi warga udah ganti kok, banyak malah." Raut wajah Perly memperlihatkan ketidaksukaan. Entah pada masalah yang mereka buat, atau alasan yang mereka sertakan. Katanya, "Kenapa gak ada yang kasih tau gue dari tadi? Kenapa baru lapor sekarang?" tanya Perly menatap mereka bergantian. "Ya sorry Er. Soalnya masalahnya udah selesai jadi kita diem aja," jawab salah satunya. Alasan lainnya, karena mereka terlalu talut untuk mengaku. Decakan terdengar dari mulut Perly setelah mendengar itu, "Walaupun masalahnya udah selesai, tetap aja gue yang bertanggung jawab sama semuanya. Itu artinya gue harus tau apapun masalah yang terjadi," ucap Perly tegas. Perly menghembuskan nafasnya panjang. Dia pun juga salah dalam hal ini, karena tidak memperhatikan anggota-anggotanya. "Ya udahlah, gue minta maaf juga karena nggak merhatiin kalian. Kalian bantuin yang lain aja, gue yang ngurus itu nanti," ucap Perly lagi membuat mereka mengangguk mengerti. Sekali lagi, mereka berdua serentak menyampaikan permintaan maaf, dan Perly hanya mengangguk sambil menepuk bahu keduanya, lalu pergi dari sana. Melihat kepergian Perly, salah satu dari mereka menghela nafas lega, "Si Perly kalau lagi marah, nyeremin juga," celetuknya. "Udahlah, udah mending nggak di cecar. Ayo bantuin yang lain." • Ada sekitar dua belas tenda siswa, dua tenda osis, dan satu tenda untuk pengawas, sudah didirikan di sepanjang pantai. Api unggun pun sudah dibuat, dan sekarang mereka hanya mengisi malam dengan bernyanyi. Tapi lain hal dengan Perly dan ketiga sahabatnya, mereka berempat memilih untuk tetap berada di dalam tenda anggota OSIS cewek sambil membicarakan tentang ikan yang di dapat oleh Perly. "Iya sih agak aneh. Ikan hias lo itu 'kan termasuk jenis langka Er," ucap Teta. Mendengar itu, muncullah spekulasi aneh dari pemikiran Agnes, "Jangan-jangan ini emang ikan punya lo Er. Siapa tau aja dia nyusul lo ke sini." "Yeu si bege. Lo pikir ada angkutan umum buat ikan gitu? Heran gue sama otak lo," tukas Teta kesal. Kali ini Vanya turut berkomentar, "Kalau emang kayak gitu, berarti ikan lebih pinter daripada Agnes," ucap Vanya pada Agnes. "Kenapa sih? Gue 'kan cuma mengemukakan pendapat gue, salah?" tanya Agnes membela diri. Pembelaan diri yang membuat Perly mendengus, "Pendapat lo itu gak ada akhlaknya tau nggak," jawab Perly membuat Agnes cemberut. Belum sempat mereka mengeluarkan suara lagi, dering ponsel Perly lebih dulu menarik perhatian mereka. Mengambil ponsel dan melihat layar, guna membaca nama si penelfon, "Nyokap," ucap Perly mendapati sahabatnya menatap dengan tatapan bertanya. Segera dia geser ikon hijau di sana lalu menyapa, "Halo Ma." "Halo, Sayang. Bubu kamu bawa ya? Tadi Mama liat di kamar kamu udah gak ada, padahal mau Mama pindahin ke kamar Mama biar Mama yang rawat selama kamu nggak di rumah." Ucapan mama tentu saja sukses membuatnya terkejut dan bingung. Bagaimana bisa ikannya tidak ada di kamarnya? Padahal jelas-jelas tadi dia melihat ikan itu masih berenang seperti biasa di akuarium sebelum dia pergi dari kamar. Perly kemudian menatap ikan yang ada di dalam botol kaca itu dan menatap ketiga sahabatnya bergantian. "I-iya, Ma." jawabnya setelah lama terdiam. "Syukurlah. Mama kira ikannya hilang. Kamu gimana? Lancar perjalanannya?" tanya mama lagi. Perly masih blank, tatapannya menjurus intens pada si ikan, "Iya lancar kok Ma." "Kamu udah makan 'kan?" "Udah. Mama sendiri udah makan 'kan?" "Baru aja selesai sayang." Perly terdiam sejenak, lalu tiba-tiba berteriak, "Iya, sebentar!" Sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. "Ma. Perly tutup dulu ya. Mama jaga kesehatan ya. Good night, Ma." "Ya udah. Kamu juga jaga kesehatan ya di sana. Good night sayang." Tut tut Perly langsung memutuskan sambungannya dan menatap tak percaya pada ikan yang ada dalam botol itu. "Lo kenapa teriak? Perasaan nggak ada yang manggil lo deh," ucap Agnes bingung. Dengan tingkat waras yang melebihi kedua sahabatnya yang lain, Vanya bertanya seolah bisa menangkap pembicaraan Perly dan mama hanya dari raut wajah Perly, tanyanya, "Mama lo bilang apa Er?" Perly mengalihkan perhatiannya pada mereka. Tak menjawab, Perly malah mengulurkan tangannya pada Teta, "Coba lo cubit lengan gue Ta." "Aw ...!" pekiknya saat Teta benar-benar mencubitnya. "Berarti ini bukan mimpi dong?" Setelah bergumam seperti itu, Perly mengerang frustasi, "Arghh ... gue beneran stres kalau gini!" pekiknya lagi membuat semuanya semakin bingung. "Er. Lo kenapa sih? Emangnya apa yang di bilang sama Mama lo?" tanya Teta. "Percaya nggak percaya, kayaknya apa yang di bilang sama Agnes itu bener deh," ucap Perly akhirnya dengan cepat dan penuh teka-teki. "Bener apanya? Yang ikan lo nyusul lo ke sini?" tanya Teta diangguki oleh Perly. "Lo gak lagi ngigau kan Er?" tanya Vanya menatap Perly heran. Perly sudah menduga reaksi itu yang akan di dapatnya, maka dia katakan yang sebenarnya, "Sumpah demi apa pun. Masa Mama gue bilang ikan gue nggak ada di akuarium." Dan itu cukup membuat mereka terkejut. "Tuh 'kan apa gue bilang. Lo sih nggak percaya sama gue," ucap Agnes membanggakan diri. Meski begitu, mereka tetap meragukannya. Terlebih lagi Teta dengan tegas menyangkal, "Tapi ini aneh banget tau nggak. Nggak masuk di akal sama sekali. Masa iya ini ikan lo, yang bener aja." "Apa ini ada hubungannya sama mermaid yang lo liat?" ucapan Vanya membuat Perly tersadar akan hal itu. "Bisa jadi tuh. Semuanya bisa aja berhubungan 'kan. Apa lagi warna mermaid itu sama persis sama Bubu," ucap Perly. "Er." Tiba-tiba tiga anggota OSIS datang ke tenda itu. Perly dengan cepat menanggapi, "Eh kalian. Kenapa?" "Kita mau tidur nih, capek soalnya," ucap salah satunya. Mengerti akan hal itu, Vanya dan Agnes menggangguk,"Ya udah Er. Kita balik ke tenda aja ya, kayaknya yang lain juga udah pada tidur tuh," ucap Agnes pada Perly. Vanya ikut menimpali, "Iya Er. Kasian juga temen lo." "Ya udah tidur yang nyenyak ya. Good night," ucap Perly. Mereka berdua tersenyum dan memberi lambaian tangan, "Good night." "Sorry ya Er, Ta. Kita gangguin waktu kalian," ucap gadis itu merasa tidak enak hati pada Perly dan Teta. "Nggak apa-apa. Lagian kita tadi juga udah mau bubar kok," ucap Teta tersenyum. Perly mengangguk menyetujui, "Iya nggak apa-apa kok. Mereka juga gak tersinggung kok." "Ya udah. Kalian tidur duluan aja, gue mau keluar dulu bentar. Ada urusan." Mereka berempat mengangguk dan Perly keluar dari tendanya. Di luar sana, anggota OSIS, murid cowok dan tim pengawas masih berkumpul di depan api unggun. Sepertinya sedang berbincang-bincang. Laki-laki memang seperti itu. "Eh Perly. Belum tidur lo?" tanya salah satu anggotanya saat melihat Perly berjalan mendekat pada mereka. Perly menggeleng, mengambil tempat duduk di sana, begabung dengan mereka, "Belum bisa tidur gue." jawabnya. Tatapannya kemudian mengarah pada dua orang anggota polisi yang ada di sana, lantas bertanya, "Pak, gimana? Udah dapet orangnya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD