***...***
Richard menurunkan kaca jendela mobilnya, dia menatap lama kediaman Anggara di mana Sofia berada. Ada senyum tipis yang terukir di bibirnya kala membayangkan wajah gadis itu.
Sementara Ken sendiri, tampak keluar dan menyulut sebatang rok*k. Dia memindai sekitar yang cukup remang-remang.
"Cinta benar-benar aneh!! Untuk apa juga dia harus menatap rumah itu lama-lama? Tidak ada gunanya! Toh Nona Sofia juga tidak akan tahu keberadaannya di sini."
Ken tampak bergumam saat membayangkan tingkah sang bos yang membuatnya geleng-geleng kepala.
"Cinta memang bisa membuat orang menjadi gila!!."
Asisten Richard itu kembali bergumam mengejek sang bos sembari terus memindai sekitar. Dengan sesekali menghisap sebatang rok*k yang ada di jarinya.
Namun Ken segera menajamkan pandangan saat melihat sosok tubuh yang tergeletak tidak jauh dari sana.
"Apa aku tidak salah lihat? Ada seseorang yang sedang berbaring di sana!! Apa dia seorang pengemis?."
Karena didera penasaran, Ken pun berjalan menjauh dari mobilnya di mana Richard berada. Dia bergerak mendekati sosok tubuh yang terbaring di sisi trotoar.
"Tidak mungkin!! Ini Nona Sofia!!."
Ken segera berteriak kecil saat melihat penampakan orang itu.
"Tuan!! Di sini ada Nona Sofia!!."
Teriaknya segera dengan suara yang cukup kencang memanggil Richard. Mendengar nama Sofia disebut, tentu saja dia langsung menurunkan tubuhnya dari mobil.
"Bagaimana mungkin Sofia ada di sini?."
Richard langsung meraih tubuh Sofia dalam pelukannya.
"Tubuhnya luka-luka! Saya yakin kalau dia baru saja mendapatkan kekerasan. Mungkin dari ayahnya!."
Mendengar ucapan asistennya, Richard tampak begitu geram. Kedua tangannya terkepal kuat. Dia menatap tajam ke arah depan dengan mata yang memerah.
"Kita urus keluarga Anggara nanti saja Tuan. Yang penting sekarang kita harus membawa Nona Sofia ke rumah sakit!."
Richard segera tersadar, dia pun segera membawa tubuh Sofia dalam gendongan menuju arah mobil. Dia sempat menatap lama kediaman Anggara yang tampak berdiri menjulang. Sebelum akhirnya mobil itu berjalan dan pergi.
Sementara di kediaman Anggara, tampak Tedi yang sedang duduk dengan mengenakan piyama tidur. Di tangannya terdapat segelas anggur merah pekat, yang sesekali ia sesap.
"Safira!! Andai waktu itu kamu tidak berkhianat. Tidak menghianati pernikahan kita. Mungkin saat ini kau masih hidup dan kita hidup bahagia. Tapi kamu sudah menghianatiku. Dengan pria itu. Jadi aku terpaksa mengambil jalan pintas. Membakarmu hidup-hidup di paviliun itu."
Tedi kembali menyesap anggurnya yang berada ditangan. Dia memang begitu membenci sosok Safira yang menjadi mama Sofia. Wanita yang menjadi istrinya itu, diklaim oleh Siska telah melakukan hubungan terlarang dengan sopir mereka sendiri. Sehingga Tedi begitu marah. Karena merasa disepelekan. Akhirnya, dia pun tega membakar paviliun, disaat sang istri berada di sana.
"Sofia itu bahkan bukan anakmu!! Dia terlahir dari hasil perselingkuhan Safira dan pria itu. Kamu sudah ditipu mentah-mentah!!."
Teringat jelas diingatannya perkataan Siska, wanita itu memang berteman dekat dengan Safira. Sehingga tentu saja Siska mengetahui banyak tentang tingkah laku Safira. Tedi pun langsung marah. Dan menyusun aksi pembunuhan terhadap Safira, dia membuatnya seolah-olah itu adalah suatu tragedi dan musibah. Sehingga dia pun bisa cuci tangan dan tidak terkena tuntutan.
Walaupun dia memang sudah melakukan tes DNA! Dan jelas-jelas Sofia itu memang darah dagingnya. Namun Tedi sudah terlanjur marah.
Padahal dia sendiri menjalin hubungan terlarang dengan Siska diam-diam di belakang Safira. Karena Wanita itu terus-terusan menggodanya, akhirnya Tedi yang memang memiliki kesetiaan setipis-tisu dibagi dua itu. Masuk dalam jebakan Siska.
Dialah yang berselingkuh di belakang Safira, namun menuduh wanita itu yang melakukannya.
"Eehhmm!! Apa yang sedang kau pikirkan? Apa kau menyesal telah berbuat kekerasan pada Sofia?."
Tedi tertegun sejenak setelah bangkit dari lamunannya. Siska langsung duduk diatas pangkuannya. Wanita itu membelai wajahnya.
"Tidak!! Sofia pantas mendapatkannya! Dia telah membuat keluarga Anggara malu."
Jawabnya menatap wajah Siska yang tampak awet muda, apalagi wanita itu menggeraikan rambutnya. Dia menggunakan gaun tidur berwarna merah menyala yang memiliki d**a rendah.
Tubuh Siska masih sintal karena mendapatkan perawatan yang begitu mumpuni.
"Iya!! Sofia adalah anak Safira, dan dia sudah menghianatimu. Kamu tidak boleh memberikan kasih sayang padanya. Karena dia sama saja seperti ibunya."
Siska menggigit kecil daun telinga Tedi. Dan pria itu menjadi tidak tahan. Dia segera menyambar bibir Siska dan melumatnya dalam.
"Kamu masih seperti dulu! Kuat dan perkasa!."
Siska sedikit mendesah, dibelakang Safira dulu, keduanya memang kerap kali melakukan hubungan terlarang. Makanya Siska mati-matian menyingkirkan sahabatnya itu hanya untuk bisa menggantikan posisinya menjadi Nyonya Anggara.
Bella adalah anak yang di bawanya ke pernikahannya dengan Tedi, namun berkat keahliannya mempengaruhi pria itu. Tedi lebih sayang kepada Bella ketimbang Sofia yang menjadi anak kandungnya sendiri.
Keduanya b******u didalam ruangan itu, Siska memang begitu pandai mengambil hati Tedi.
*.
"Kenapa aku terus-terusan memikirkan Sofia? Aah sial!!!."
Noah benar-benar tidak berkonsentrasi dalam bekerja. Dipikirannya hanya ada Sofia dan Sofia. Tak sedikitpun dia memikirkan tentang Bella, padahal keduanya akan bertunangan.
"Apa yang terjadi denganmu?."
Sony Sanjaya tempat berjalan masuk mendekati meja kerja putranya.
"Tidak apa-apa papa!."
Jawab Noah sambil menatap Wajah pria paruh baya itu.
"Yakin kamu?."
Sony memindai wajah Noah yang jelas menyiratkan kegelisahan.
"Iya benar! Papah jangan khawatir!."
Jawab Noah dengan yakin.
"Apa kau yakin ingin bertunangan dengan Bella?."
Noah segera tertegun mendengar pertanyaan Sony.
"Tentu saja! Saya sangat yakin, karena Bella adalah wanita yang Noah cintai."
Jawab Noah ragu, namun entah kenapa? Malah wajah Sofia yang kembali terbayang, bukannya wajah Bella.
"Padahal teman masa kecilmu adalah Sofia!."
Sony masih menatap putranya itu dengan intens.
"Tapi Noah Tidak mencintainya! Walaupun Sofia adalah teman masa kecil, Cinta Noah hanya kepada Bella. Dia adalah wanita yang baik hati."
Jawab Noah dengan ada yakin, setelah itu bangkit berdiri.
"Baiklah kalau begitu! Kita harus melakukan meeting bersama dengan pihak dari Marx Compeny. Perwakilan dari mereka telah datang."
Sony segera keluar dari ruangan diikuti oleh Noah. Rupanya di sana sudah menunggu seseorang. Dan ternyata itu adalah Ken. Tangan kanan dari Richard Marx.
"Maaf saya mewakili Marx company. Karena saat ini, bos ada urusan lain. Jadi saya datang sendirian."
Ken segera mengucapkan basa-basi. Dia menatap wajah Sony Sanjaya dengan Noah Sanjaya secara bergantian.
"Tidak apa-apa Tuan Ken! Mari silakan duduk. Dan kita membicarakan kerjasama untuk kedepannya."
Ken segera mengukir senyum tipisnya. Dia pun mendudukkan tubuhnya. Ia memang menjadi perwakilan dari Marx Compeny, yang menjadi perusahaan Richard Marx.
Sementara Richard sendiri, saat ini sedang menemani Sofia di rumah sakit. Tak sedikitpun dia beranjak dari sisi pembaringan wanita itu yang masih terpejam.
"Luka fisik tidak terlalu serius. Hanya saja Dia menderita luka batin. Dan hal itulah yang sulit untuk disembuhkan."
Begitu jelas pernyataan dokter terkait keadaan Sofia.
"Kami juga menemukan luka di area s**********n. Mungkinkah wanita ini sudah menjadi korban pemerk*saan?."
Tentu saja Richard sangat mengerti apa maksud perkataan dokter.
"Ah tidak dokter!! Kami berdua adalah sepasang pengantin baru. Jadi wajar saja. Kalau mengenai luka fisik. Saya akan mendalami apa yang telah dialami oleh istri saya."
Penjelasan Richard itu sempat tidak diterima oleh dokter. Namun karena mengingat status Richard yang merupakan pengusaha besar. Tentu saja semua bisa diatur olehnya.
"Aku berjanji tidak akan membiarkanmu terluka lagi! Aku akan menempatkanmu di sisiku selamanya! Dan saat itu tidak ada yang boleh menyentuh dan menyakitimu! Karena mereka semua pasti akan mendapatkan kehancuran!!."
Richard mencium lama tangan Sofia yang masih terpejam.
***..***