Alena Putri

1022 Words
Alena Putri, gadis yang berjuang demi cita-cita untuk menjadi seorang dokter yang hebat. Setelah berjuang hampir satu tahun, akhirnya Alena Putri dinyatakan lulus masuk perguruan tinggi terbaik. Alena tidak pernah mengeluh dan berputus asa meskipun satu tahun yang lalu ia dinyatakan tidak lulus. Perjuangan selama satu tahun setelah dinyatakan tidak lulus tidak sia-sia karena sekarang Alena sudah lulus. Dia sangat-sangat bahagia sekali, bahkan air mata sudah tidak mampu untuk ditahan. Orang yang selalu memberikan dukungan luar biasa adalah keluarganya, Alena sangat berterima kasih. Jika tidak ada mereka, mungkin Alena tidak akan bisa sekuat dan setangguh ini. Kegagalan satu tahun lalu bisa saja membuat ia frustasi dan ingin menyerah. Orang tua Alena juga sangat terharu dan bangga dengan perjuangan sang anak, mereka memberikan ucapan selamat dan juga membuat acara kecil-kecilan yaitu makan malam bersama. Malam ini Papa Alena sengaja menutup toko rotinya lebih cepat, biasanya toko mereka akan tutup pukul sepuluh malam. Sudah satu tahun toko roti tersebut di buka di kota ini. Sebelumnya Alena dan keluarga tidak tinggal disini, mereka hidup di desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan tetapi karena Alena ingin sekali masuk perguruan tinggi terbaik yang ada di kota ini maka Papa dan Mama Alena memutuskan untuk pindah. "Kenapa harus makan diluar Pa?" tanya Alena. Ia tidak terlalu menginginkan acara yang besar, makan bersama di rumah saja sudah sangat menyenangkan. Papa mengelus pucuk kepala Alena dengan sayang. "Sesekali nggak apa-apa, kita jarang keluar karena Papa sama Mama sibuk di toko." Alena mengucapkan terima kasih, kedua orang tuanya memang yang terbaik di dunia ini. "Mama cantik banget, aku sampai insecure sendiri," puji Alena. Mama langsung mencubit pipi Alena dengan gemas. "Bisa saja buat Mamanya terbang ya." "Aku beneran lo Ma, tanya Papa aja kalau nggak percaya." Papa tersenyum lebar. "Apa yang dibilang Alena memang benar kok. Tetap cantik dari dulu, sekarang dan yang akan datang." Mendengar kalimat yang keluar dari mulut sang Papa entah kenapa membuat wajah Mama memerah. Alena yang menjadi penonton ikut senyam senyum sendiri, Papanya adalah Ayah dan suami terbaik. Jika ditanya, seperti apakah tipe suami idaman Alena? Alena tidak akan banyak berpikir, ia ingin sosok suami seperti ayahnya. Pokoknya Papanya adalah paket komplit, bagaimana tidak. Selain humoris, Papanya sangat lembut, baik, pekerja keras dan juga sholeh tentunya. Mamanya sangat beruntung memiliki suami seperti Papa. Setiap Mama dan Papanya berinteraksi, Alena seperti tengah menonton drama korea secara live. "Anak Papa juga cantik banget," puji Papa. "Terima kasih Papa, gaunnya cantik banget. Pasti ini mahal banget harganya," ujar Alena. "Itu nggak dibeli sayang, Mama yang buat sendiri. Dulu kamu ingin sekali menjadi seorang puteri. Hari ini Papa akan mewujudkan keinginan kamu." "Aku nggak mau nangis, malu," cicit Alena. Papa langsung memeluk Alena. "Nggak apa-apa, nangis bukan berarti lemah. Kamu anak Papa dan Mama yang sangat kuat. Terima kasih telah hadir dalam hidup Mama dan Papa." Alena tidak tahu dimana mereka akan makan malam, awalnya ia berpenampilan biasa saja tetapi Papanya memberikan gaun yang sangat-sangat bagus. Alena tidak bisa menolak, pokoknya Alena malam ini seperti seorang putri yang sangat cantik. "Papa sudah pesan tempat, pokoknya bagus dan juga enak." Sebelum berangkat, mereka memutuskan untuk mengabadikan momen dengan mengambil gambar. Alena sangat-sangat excited, ia berganti-ganti gaya dengan senyum yang tidak pernah lepas. Restoran yang mereka kunjungi terletak lumayan jauh dari rumah, perlu waktu sekitar 30 menit untuk sampai di sana. Sesampainya di sana, Alena benar-benar takjub. Restoran yang terletak di lantai atas dari bangunan megah. Alena yakin tempat ini tidak murah. "Ayo kita masuk tuan puteri," ujar Papa. "Papa ih, jangan gitu akunya jadi malu." Alena dan kedua orangtuanya masuk ke dalam restoran, sebenarnya ada juga pengunjung yang makan di lantai bawah tetapi kebanyakan memilih lantas atas karena bisa melihat pemandangan dari dalam. Hamparan kaca polos terbentang luas, Alena benar-benar takjub dengan pemandangan yang luar biasa ini. Alena mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Mama dan Papanya. Tidak hanya tempat, rasa makanan nya juga sangat enak. Dalam keluarga Alena tidak ada yang namanya suasana sunyi, lihat saja sekarang suasana mereka makan bagaimana. Papa yang selalu melontarkan candaan membuat suasana selalu hidup. Setelah mereka makan, sebuah kue besar datang. Alena langsung menatap Mama dan Papanya seakan-akan meminta penjelasan. "Orang bilang kue di sini enak," ujar Papa memberi alasan. Alena benar-benar terharu, bahkan air mata sudah mengalir melihat bagaimana orang tuanya berusaha memberikan kebahagian. "Terima kasih Mama, terima kasih Papa. Terima kasih mengizinkan Alena menjadi anak kalian." Alena langsung memeluk kedua orang tuanya. "Selamat sayang karena sudah lulus, terima kasih sudah berjuang dan tidak putus asa," ucap Mama. Malam itu mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan menikmati kue dan juga pemandangan yang luar biasa. Pukul sepuluh malam barulah keluarga Alena keluar dari restoran. "Udah malam, kamu tidur aja nak," ujar Papa. Alena menggeleng, ia tidak ingin tidur. Rasanya jika ia tidur akan melewatkan moment bersama kedua orangtuanya. "Ante Desi nggak ke sini Ma?" "Enggak Nak, tante sibuk banget. Apalagi Lena sama Leno makin aktif." Ante Desi adalah adik kandung Mama Alena, hanya Ante Desi keluarga yang Mama punya sedang kan Papa tidak memiliki keluarga lagi. Alena juga tidak bertanya terlalu rinci. "Aku juga pengen punya adik," ujar Alena tiba-tiba. "Dulu nggak mau, sekarang malah mau. Labilnya anak Papa satu ini." Dulu memang Alena tidak ingin memiliki adik, ia takut kasih sayang Mama dan Papanya berkurang tetapi sekarang malah sebaliknya. "Alena kira buat adik kayak buat kue ya Pa, ada-ada aja," respon Mama. Alena mengerucutkan bibirnya. "Ayo dong Ma Pa buatin aku adik!" Mama dan Papa hanya tertawa, permintaan Alena selalu tidak bisa ditebak. "Awas pa!!!!!!" teriak Alena. Papa tidak mampu untuk menghindari mobil yang datang dengan kecepatan tinggi. Dalam hitungan detik, Mobil Alena dan keluarga sampai terbalik. Entah bagaimana hal itu terjadi, apalagi Mobil di belakang mereka juga tidak bisa menghentikan laju kecepatan. Darah segar mulai mengalir. Alena merasakan sakit disekujur tubuhnya. Ia ingin bergerak tetapi tidak bisa. “A-lena,” cicit Papa dengan suara terbata-bata. Tangan Papa bergerak mencari keberadaan Alena. Papa dan Mama terjepit sehingga mereka juga tidak bergerak. Alena tidak sanggup untuk tetap membuka mata, makin lama penglihatannya semakin buram. Meskipun begitu, Alena dapat melihat seseorang yang tidak jauh dari mereka. Dia seakan tersenyum bahagia. Alena tidak akan melupakan wajah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD