Bertemu lagi

1025 Words
Tidak hanya Cristian, Olivia pun menengok pada orang pemilik suara bariton tersebut. Gadis itu menelan ludahnya saat melihat Vincent, berdiri di depannya. Sebulan sudah berlalu sejak hari itu, tidak mungkin ia mengingatnya, pikir Olivia. Cristian bangkit dari duduknya dan memeluk Vincent. "Apa Kakak ikut rapat dewan." "Ya seperti itulah." Ketika Vincent memergoki Olivia tengah memandangnya, wanita itu dengan cepat menoleh ke arah lain. "Oh ya." Cristian memukul pelan sebelah pundak Olivia, mengerti maksud wanita bersurai panjang itu berdiri. "Ini temanku," ucapnya. Vincent menyeringai samar sebelum mengulurkan tangan dengan jari-jarinya yang panjang dan ramping. Lelaki berhidung mancung itu tampak senang karena akan segera tahu nama wanita yang membuatnya frustasi, selama sebulanan ini. "Vincent Lawrence." Olive mengulurkan tangannya. "Teman Cristian." Gadis itu tersenyum ramah. Vincent mendengkus dingin. Ucapan, gadis di depannya itu sangat membuat lelaki itu mendongkol. Ada ada apa dengan gadis ini, pikirnya. "Senang bertemu denganmu, Teman Cristian." Vincent mengatakan itu sambil meremas tangan Olivia nakal. Olivia segera menarik tangannya. "I-iya." Ia mendesah saat tahu, kalau Vincent masih mengingatnya. Vincent mengalihkan pandangannya pada Cristian. "Kalau begitu aku pergi dulu. Salam buat Sophie." Sebelum pergi pria itu melemparkan senyuman mautnya. Alhasil, Olivia terpana melihatnya. Perasaan waktu itu dia tidak setampan sekarang, ucap Olivia dalam hati. Cristian memandang Olivia yang telah duduk. "Hey ... namamu itu, temannya Cristian, ya?" tanya lelaki itu kesal. "Terserah padaku. Toh ini mulutku," kata Olivia cuek. "Memangnya namamu itu sangat mahal?" cibir lelaki tampan bermata bulat itu. "Tentu saja," jawabnya. "Kau tau? Ayahku bahkan sampai mencari wangsit ke gunung Mount Everst untuk memberi nama Olivia padaku," kata Olivia jelas mengada-ada, "Dan bisa kau hitung sendirikan biayanya." Cristian mendengkus kecil. Temannya itu selalu saja pintar menjawab. Lelaki itu meletakan bokongnya untuk mengisi ruang kosong di sebelah Olivia. "Vincent Lawrence itu, saudara sepupumu, ya?" tanya Olivia ingin tahu. "Bukan. Dia tunangan kakakku, Sophie." Olivia tercengang mendengar itu. Bagaimana bisa lelaki tampan yang bahkan telah bertunangan itu, masih memintanya menjadi jalang pribadi. Sempat terbesit keinginan Olivia untuk membeberkan kelakuan tunangan kakak temannya itu dan mengethui bagaimana reaksi Cristian. Namun, niat itu urung ia lakukan, mengingat si Putri Disney, Sophie itu akan terluka. Embel putri "Putri disney" Olivia sematkan karena kakak temannya itu sangat cantik dan baik hati. "Dia itu kaya, ya?" "Kenapa kau tau dia kaya?" "Dari penampilan necisanya saja, sudah kelihatan." Olivia berkilah. Cristian cukup speechless, setelah hampir empat tahun saling mengenal, baru ini Olivia memperhatikan seseorang. Apa karena Vincent terlihat sangat tampan di mata, Olivia? Benaknya bertanya. Sejurus kemudian, terselip rasa cemburu di rongga hatinya. "Dia adalah perwaris tunggal salah satu platform rasaksa di dunia," ujarnya antusias. "Tau, YouTube?" Olivia mendengkus. "Tidak, kebetulan, aku baru turun dari pegunungan kemarin," sarkasnya, "oh ayolah, orang yang tinggal di desa juga tau itu." Cristian mengigit bibir bawah dalamnya, kemudian terkekeh kecil. "Sorry," katanya, "nah, dia itu pewaris tunggal Platform YouTube." Sekarang Olivia paham, mengapa Vincent menjadi begitu loyal dan sangat bodoh untuk menghabiskan uangnya hanya untuk menikmati keelokan tubuh dan paras seorang hawa. *** Vincent yang sedari tadi setia menunggu di dalam mobil—demi kembali menawarkan uang pada "Bae". Lelaki berhidung mancung itu membuka kaca mobilnya yang berharga miliaran, saat melihat Olivia berjalan sendiri. Mulut gadis itu terlihat komat-kamit, kalau di lihat dari rautnya ia pasti sedang berbicara sendiri "Bae ...," panggil Vincent ketika Olivia lewat. Namun, ukannya berhenti wanita itu malah terus melangkah. Merasa gemas, Vincent turun dari mobilnya. "Nanti ua—" Olivia berhenti mengoceh saat merasa tangannya ditarik dari belakang. Ia menoleh. "Kau!" Melihat presensi Vincent, gadis itu dengan cepat menarik tangannya. "Kenapa kau tidak berhenti saat aku memanggilmu, Hah?!" tanya Vincent kesal. "Memangnya kau memanggilku?" Wajah gadis itu terlihat cuek bebek. Vincent mengerutkan keningnya. Ia mendongkol. "Aku memanggilmu "Bae", tadi!" Vincent menahan amarahnya. Olivia mendengkus cuek. "Maaf, tapi namaku bukan Bae." "Lalu siapa namamu?" Pertanyaan itu dibalas Olivia dengan gedikan bahu mengesalkan untuk Vincent. "Entahlah," jawab Olivia cuek. Wanita lain pasti akan senang hati menyebutkan namanya ketika di tanya oleh Vincent, tetapi Olivia. "Kau itu mau kuperkosa, ya?" kata Vincent mengancam. Olivia memandang Vincent tajam. "Dasar m***m! Tidak bermoral! Bagaimana kalau ada yang lihat?" Vincent mengulum senyumnya. "Kuajak saja sekalian. Aku rasa dia akan meminta izinku untuk menikmatimu bersama-sama." Sial! "Bagaimana kalau perempuan?" Olivia membalas. Ia tidak mau kalah. Diberi pertanyaan seperti itu, Vincent langsung membuat gerakan menggerek leher. "Membunuhnya?!" tekan Olivia ngeri. Melihat ekspresi ngeri di wajah Olivia. Vincent terkekeh kecil. "Iya. Aku tidak akan segan melakukan hal seperti itu." Sial! Namun, tidak lama kemudian Olivia tersenyum licik. "Berikan aku uang satu miliar!" Vincent mengernyitkan dahinya. "Kenapa aku harus memberikan uang sebanyak itu padamu?" "Kau itu tunangan, Kakaknya Cris, bukan? Berikan yang aku mau atau aku akan membeberkan semuanya!" Vincent mendengkus. Bisa-bisanya anak kucing ini mengancam. pikirnya. "Kau mengancamku?" "Ya!" Vincent tergelak. "Sebelum itu terjadi, kau sudah menjadi sandraku." Ia menyunggingkan senyumnya, kemudian mendekati Olivia. "Kau taukan apa yang akan terjadi jika Lelaki sepertiku menjadikanmu sandra?" katanya Serkatis. "Kau gila dan tidak bermoral, Tuan," umpat Olivia. Ia rasa 70 persen otak Vincent hanya berisi tentang seks dan sisanya baru ia pergunakan untuk berpikir layaknya manusia normal. Vincent kembali tergelak mendengar umpatan Olivia. Tidak ada seberani itu padanya. Dan sangat menarik. Ia makin mengikis jaraknya dan Olivia. "Kau sangat kasar, Bae," bisiknya sambil menaik turunkan telunjuknya di lengan atas Olivia. Merasa geli, Olivia langsung memundurkan tubuhnya reflek. "Jangan sentuh aku!" gertaknya. "Kenapa kau marah hanya karena kusentuh? Bukannya kita sudah melakukan hal lebih?" "Kau maniak seks!" Ketika Olivia hendak berbalik pergi, dengan sigap Vincent mencengkal tangannya. "Jadilah pelacurku! Akan kunaikan hargamu satu miliar. Kau mau?" Olivia menyentak tangannya. "Tidak." Ia lalu memandang ke arah belakang Vincent "Pak polisi tolong aku ...." Ketika Vincent menengok ke belakang, kesempatan itu dipakai Olivia untuk lari. Wanita itu bersembunyi di dalam minimarket di dekat area tersebut. Kening Vincent berkerut saat tidak melihat siapapun, di belakangnya. Ia kembali menatap depan. Betapa frustasi dan murkanya ia saat Olivia menghilang dari hadapannya. "Sial! Harusnya langsung kuculik saja dia!" Tiga puluh menit berlalu. Olivia yang bersembunyi di dalam minimarket, pun keluar. gadis itu bernapas lega saat tidak lagi melihat mobil Vincent. Untuk pulang, gadis itu harus, menempuh jarak yang hanya delapan ratus meter dengan jalan kaki agar sampai di rumahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD