Kulkas Gulali

1030 Words
- "Kulkas Gulali itu kamu. Dingin tapi sangat manis." - *** "Bang Napi, katanya mau main!" protes Mola karena melihat Navi yang terus melamun. Navi mengerjapkan matanya. Astaga, gara-gara teori itu, dia sampai lupa dengan adiknya sendiri. "Oh iya, maafin Abang, Mola. Tapi abis ini, kita makan yaa, Abang laper nih," pinta Navi sembari memegangi perutnya. Mola mengangguk antusias. Dia setuju dengan permintaan kakaknya. "Iya, mama kan udah siapin makanan tadi," jawab anak itu. Kedua kakam beradik itu lantas segera memulai permainan bola mereka. *** Lila memfokuskan dirinya menghadap ponsel ber-casing biru miliknya didepan televisi. Televisinya dibiatkan menyala begitu saja tanpa dia tonton. Nampaknya, mama dia belum pulang dari kantor. Dia merasa sangat bebas menikmati waktunya sekarang. Tas sekolah miliknya dibiarkan tergeletak di lantai. Meja didepan televisi hanya penuh dengan makanan. Sedangkan Lila, dia berbaring diatas sofa masih menggunakan seragam sekolahnya. Padahal jarum jam sudah menunjukan angka delapan. Hari sudah petang. Gadis itu memang sangat pemalas. Dia justru terlalu sibuk untuk berbalas pesan di grup yang tidak berfaedah. INDIEGO FANS CLUB? Lila. Rstta [Ini sapa yg rename grupnya si?] tanya Lila dengan menggunakan emoticon lengkungan bibir ke bawah. Ruby Almnda [Diego kambing emang!] Indiego.Wlsn [Ye cakep gini dikata kambing. Sungkem dulu nih sama sikut gue!] Mgenta R. [Najis amat gue jd fans lo!] Indiego.Wlsn [Syirik aja lo, Ta!] Ruby Almnda [Eh Lila, coba gih lo chat Navi. Siapa tau beruntung, wkwk] Mgenta R. [Mending bales chat gue aja, La] Lila.Rstta [Ogah, mau chat Navi aja] Dirasa saran Ruby adalah saran yang bagus, Lila segera mencari kontak Navi di ponselnya. Senyum gadis itu tidak bisa berhenti mengembang, baru masuk ke ruang obrolan Navi saja membuat jantungnya berdebar hebat. Kulkas Gulali [Navi] sapa Lila secara singkat untuk mengawali obrolan. [Siapa?] Tunggu. balasan pesan dari Navi membuat Lila mengerukan dahinya. Apa selama ini Navi tidak menyimpan nomornya? [Lo nggak ngesave nomor gue?] tanya Lila to the point. [Ga] [Ini gue Lila, Nav] [Oh] Lila mengambil napas sejenak, dia juga sedikit meneguk air putih. sungguh, chat dengan Navi memerlukan kesabaran ekstra. Untungnya, gadis itu cepat sekali menemukan ide agar dia masih saling berbalas pesan dengan Navi. [Lagi ngapain?] Lila gugup. Hanya kepada Navi da bertanya seperti itu. [Mo blokir nomor lo] Mata Lila mrmbelalak. Dia menjadi sangat panik sekarang setelah membaca balasan dari cowom yang ia sukai. [Ih jangan!] [Nav?] [Navi?] "WHAT?! Diblokir beneran sama Navi?! Wah, kurang ajar banget tuh cowok! Nggak ngerti apa kalo gue tuh sebenernya bidadari dari kayangan? Seenaknya aja ngeblokir nomor gue!" pekik Lila emosi seorang diri. "Lila?" Lila berhenti mengoceh seketika, karena mendengar suara seorang wanita memanggilnya. "Eh Mama udah pulang?" tanya Lila yang baru menyadari Aster sudah masuk ke dalam rumah. "Kamu ngapain ngedumel kayak gitu? Siapa yang blokir nomor kamu?" tanya Aster meletakan tas laptopnya ke meja. Lila menggaruk kepalanya yang bahkan tidak terasa gatal sana sekali. "Itu Ma, soal cowok yang Lila suka. Ngeselin banget tuh orang!" tuturnya kepada Aster. Aster mengangkat sebelah alisnya. Dia sangat penasaran dengan seseorang yang Lila maksud. "Yang sering kamu ceritain? Namanya siapa? Kayak apa si orangnya? Mama belum pernah liat." Wanita itu mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut. Lila tersenyum. Dia sangat menyukai perlakukan mamanya yang lembut ini. "Intinya dia tuh nyebelin banget! Tapi Lila sayang banget!" jawab Lila menggebu-gebu. "Ada-ada aja kamu ini. Ya udah, kamu beresin ini semua ya, terus mandi masa anak Mama belum mandi." "Huhuu, kan nungguin Mama. Ya udah Lila ke atas dulu ya, Ma," pamit Lila lalu langsung pergi begitu saja menuju kamarnya. Aster hanya menggelengkan kepalanya. Selalu saja Lila bermalas-malasan. Disuruh membereskan malah justru kabur. Namun bagaimana pun, Lila adalah putri semata wayang Aster dan satu-satunya yang dia punyai di dunia ini. *** "Lila, masa pagi-pagi malah lo tidur kek gini, sih?" Bahkan suara Ruby yang berada sampingnya pun, tidak dapat membuat Lila terbangun. Gadis itu tengah tertidur pulas diatas meja kelasnya. Padahal, ini masih pagi dan belum juga bel masuk berbunyi. Ruby, Genta, dan Diego sudah mencegah Lila untuk tidur. Tapi dia memang keras kepala, susah sekali untuk dinasehati. Berbantal jaket milik Genta, sangat nyaman untuk kepala Maila. Bukan Lila yang meminta itu, tapi Genta lah yang memaksa memberikannya. Memang, Magenta begitu menyayangi Lila sepenuh hati. Dia ingin menjaga gadis itu dengan baik. Surai indah Lila digerai dengan sempurna. Bahkan, saat tidur pun rambut dia tetap tersusun rapi. Bulu matanya lentik dan bibir ranum miliknya menyempurnakan wajah Lila. Dia memang gadis cantik. "Ruby, mending lo anterin Lila buat cuci muka deh. Bentar lagi Bu Reni masuk soalnya," usul Genta. Ruby mengiyakan usan Magenta. Dia mencoba menggerak-gerakan tubuh Lila agar gadis itu bangun. "Lila, ayo lo bangun, cuci muka dulu ya biar lo nggak ngantuk." "Anjir, jangan-jangan lo belum mandi, yah?" tuduh Diego dengan suara kerasnya. "Diego kalo nyinyir tuh lemes banget ya mulutnya! Enak aja ngatain gue belum mandi, gue tuh cuma kurang tidur tadi malem!" "Lah langsung nyerocos ni anak!" komen Diego melihat Lila tiba-tiba bangun. "Di, harusnya lo ngomong kayak gitu dari tadi. Biar cepet bangun si Lila," imbuh Ruby. "Tapi sekalinya bangun langsung ngamuk kek singa!" "Di, mana ada singa secantik Lila?" tanya Genta. "Lah bucin terus. Lo sekali-kali bela gue napa, Mbing!" "Cuma bilang cantik dibilang bucin, people pluto ya kayak gini!" tukas Genta. "Eh Ruby, nyokap gue nitip sesuatu buat lo. Spesial katanya," ucap Diego memberikan bingkisan biru dongker kepada Ruby. "Halah tuh lo aja bucin mulu!" "Yee, gue mah beda sama lo, Ta! Gue sama Ruby mah udah kayak satu garis takdir. Sedangkan lo sama Lila sangat impossible!" "Makasih ya, Diego," balas Ruby memamerkan senyumannya. "Ruby, ayo cepet!" bentak Lila yang sudah berdiri. Kedua gadis itu mulai berjalan. Namun, mereka berhenti di depan pintu kelas mereka karena bertemu Bu Reni yang hendak memasuki kelas. "Bu Reni, kami izin ke toilet dulu sebentar ya, Bu," izin Ruby. "Iya Bu, Lila ngantuk banget nih nggak bohong. Mau cuci muka kok Bu. Biar lebih fresh juga, nggak keliatan tua kayak--" Brug!! "Lila!!" teriak Ruby dan Bu Reni bersamaan. Lila serasa mendapat dorongan hebat dari belakangnya. Sehingga tubuh dia jatuh ke lantai. Kepalanya membentur lantai dengan cukup hebat. Terlebih lagi, 15 buku paket menghantam dan menimbun tubuh gadis cantik itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD