UKS | Unit Kasih Sayang

1028 Words
- "Hanya saja mawar itu terlalu kuat untuk bertahan. Seperti dia yang terus berusaha untuk mendapatkan apa yang dia inginkan." - *** "Aduh!! Gila ini siapa si woy, yang nabrak? Cenat-cenut nih kepala! Nggak punya mata apa? Jalan tuh pake mata, pake kaki, bukan pake mulut!" ujar Lila mencoba untuk duduk juga terus memegangi kepalanya yang sakit. "Lila, kamu nggak papa?" tanya Bu Reni begitu panik. Ruby mencoba mendekati Lila untuk mengecek keadaan gadis itu. "Lo nggak pusing, kan?" "Salah lo sendiri ngalangin jalan gue!" ungkap seorang cowok dengan suara dinginnya yang mengerikan. "Wah ternyata elo, Nav?! Lo tuh kalo nggak suka gue deketin, nggak usah pake bikin gue celaka juga napa?!" "Salah lo!" "Udah salah, nggak mau ngaku, nggak mau minta maaf lagi! Emang kalo kepala gue lecet, lo punya kepala 2 buat tanggung jawab?" "Whatever!" bentak Navi kepada Lila. Hal itu membuat Lila srmakin geram. "Emang lo tuh nyebelin banget jadi cowok! Nggak punya hati! Gue jadi kesel sama diri gue sendiri kenapa lo sih yang gue suka!" Navi tidak mendengarkan celotehan Lila. Dia justru sibuk untuk mengumpulkan buku-buku paket yang tadi hendak dibawanya masuk kedalam kelas. "Aduh, pusing banget gue ... " keluh Lila dengan lirih. "Kamu mau ke UKS?" "Nggak usah, Bu," tolak Lila dengan halus. "Tapi lo keliatan nggak baik-baik aja, pusing banget ya?" tanya Ruby. "Iyaa banget lah, dodol! Ni kepala gue kebentur lantai, mana ketimpuk buku paket lagi! Yang nabrak nggak mau minta maaf sama sekali! Dasar cowok berengsek dia!" "Lo ngapain deket-deket gue?" Lila terkejut saat Navi menghampirinya dan berada tepat di samping Lila. "Biar lo nggak banyak omong!" tegas Navi dengan tatapan mengintimidasi. Cowok itu mulai mengangkat tubuh Lila dan segera melangkah pergi menuju UKS. Sementara Bu Reni dan Ruby terdiam keheranan dan hanya memperhatikan Navi yang membopong Lila. "Navi, lo apa-apaan, sih? Turunin gue!" omel Lila memukuli d**a bidang Navi. "Gue bukan cowok berengsek yang nggak bertanggung jawab setelah berbuat salah!" "Subhanallah, itu adalah kalimat paling panjang selama lo ngomong sama gue." "Diem atau gue banting lo ke lantai!" "Buset, ngeri amat! Gue nggak bisa diem Navi, gue selalu ngomong!" "Oh." "Navi turunih gue!!" "Permisi Bu, ini ada yang sakit," ucap Navi didepan pintu UKS. Pintu UKS SMA Sky Blue tentunya selalu ditutup karena agar kebisingan di area sekolah tidak begitu mengganggu para siswa yang sedang sakit dan berbaring lemas disana. Tetapi tenang saja, karena didalam UKS pasti ada Bu Lina yang merupakan petugas UKS dan dokter sekolah. "Aduh, ini teh neng gelis kenapa? Sok atuh langsung dibawa ke dalem." Navi menurut dan langsung membawa Lila masuk ke dalam UKS. Gadis itu lantas dibiarkan duduk dengan dibantu oleh Bu Lina. "Kunaon atuh, Neng? Pusing?" "Iya Bu, gara-gara dia tuh!" Lila menunjuk ke arah Navi yang masih berdiri. "Navi, kamu apain neng gelis ini?" tanya Bu Lina. "Navi tabrak. Dia banyak omong soalnya. Bikin polusi suara!" "Kalo gitu, Bu Lina minta tolong kamu aja yang meriksa ya. Ibu mau ke toilet dulu, ada panggilan alam," pinta Bu Lina. Sebelum Navi mengeluarkan satu kata pun, Bu Lina sudah melesat pergi meninggalkan cowok itu dan Lila. "Emang lo bisa meriksa?" tanya Lila. "Pusing, kan? Tinggal kasih obat doang. Easy!" ujar Navi yang entah sejak kapan sudah berada didepan etalase kaca berisikan obat-obatan. "Awas aja kalo lo ngasih gue obat yang salah! Ntar ada racun atau sianida misalnya, gimana coba?" "Heh, gue tuh udah sering bantuin Bu Lina jaga UKS. Gue udah hafal semua obatnya!" "Obat buat yang nggak bisa ngomong dalam hati ada?" "Hah?" "Lo selalu bilang gue berisik, itu kan karena gue nggak bisa ngomong dalam hati. Ada obatnya nggak yah, Nav?" "Nggak tau." "Kok panas banget, sih? Ini ACnya mati atau gimana?" keluh Lila sembari mengibaskan tangannya. "Nih obatnya!" Navi menyodorkan sebutir obat paracetamol. "Bentar-bentar, gue iket rambut gue dulu. Sumpek!" Lila mengeluarkan ikat rambut berwarna biru dari saku seragam sekolahnya. "Ni cewek ngapain sih selalu aja yang dipake pasti ada warna biru!" ujar batin Navi. Baru melihat satu detik warna itu, pandangan Navi langsung dialihkan ke sembarang arah. Dia hanya tidak ingin melihat warna biru terlalu lama karena efeknya juga pasti akan lebih lama. Itu yang dimaksud berlaku kelipatan pada teori warna biru. 1 , 2, 3 "Lila, kalo pusing tuh nggak baik tau ngiket rambut. Nanti tambah pusing." "Oh, ya? Ya udah lah nggak jadi," ujar Lila segera menyimpan kembali ikat rambutnya. Navi menghela napasnya kasar. Dia lega karena Lila langsung menurut padanya, sehingga dia tidak melihat warna s****n itu lagi. Bisa gawat nanti jika berlama-lama melihat warna biru. Efek sampingnya akan semakin lama juga untuk pudar. "Tumben nyebut nama? Lo ngerasa bersalah, yah?" tanya Lila. "Iya Lila, Navi salah. Navi minta maaf ya, udah nabrak kamu tadi." "Lo nggak abis minum obat apa, kan? Kok jadi lembut gini?" "Enggak Lila, emang Navi ya kayak gini. Sekali lagi Navi minta maaf." "Ooo, iya nggak papa, Navi. Gue maafin lo kok, tapi lain kali kalo jalan tuh liat-liat ya. Terus kalo salah ya harus segera minta maaf," jawab Lila. Navi terdiam. Cowok itu sedang berusaha fokus mendengarkan sesuatu dari suara hati seseorang. "Gue harus susul Lila ke UKS. Mana Navi disana lagi! Tapi gimana caranya buat dapet izin dari Bu Reni? Mana bisa fokus pelajaran kalo nggak ada Lila!" "Magenta ... " ucap Navi lirih. Seperti sebelumnya, Navi merasa janggal akan hal ini. Jelas sekali dari suara hati Genta, dia sedang ada di kelas. Nyatanya, jarak UKS dan kelas XI MIPA 2 cukup jauh. UKS berada di ujung koridor selatan, kelas mereka berada di ujung koridor utara. "Ada apa sama Genta?" tanya Lila membuyarkan lamunan Navi. "Dia mau kesini. Navi pergi ya, Lila jangan lupa minum obat." Navi mengulas sedikit senyumnya. Namun justru itu sangat berpengaruh besar pada kesehatan jantung Lila. "Navi jangan senyum dong, kan gue tambah deg-degan! Kayak mau tanggung jawab aja kalo gue makin sayang sama lo!" "Navi pergi dulu." Lila mendengkus kesal melihat Navi meninggalkan dia. Tapi jujur saja, setelah merasa seperti itu senyum manisnya merekah sempurna. "Ya ampun, kenapa sih Navi manis banget. Apalagi senyuman limited edition-nya itu loh. Gila, gue gila rasanya!" celoteh Lila dengan berakhir tersenyum manis.Dia terus mengingat sikap Navi tadi. Bagitu lembut dan perhatian. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD