My Boy Friend not Boyfriend

1041 Words
- "Berapa kali aku harus bilang, dia adalah temanku. Yang aku sukai hanyalah dirimu. Jadi, tak usahlah kamu mengelak." - *** "LILA!" "Astaghfirullah, Genta. Lo ngagetin gue aja!" pekik Lila karena terkejut hebat. "Salam dulu kek, diketuk pintunya! Ini UKS, dodol. Yang ada lo bikin orang sakit makin sakit lagi!" imbuh gadis itu merasa kesal. "Sorry gue panik. Gimana? Udah mendingan?" tanya Magenta dengan napas terenggal-enggal. Nampaknya dia habis berlari dari kelas untuk menuju ke sini. "Nih baru aja gue mau minum obat." Gadis itu mulai memasukan obat yang tadi diberikan oleh Navi ke mulutnya. Lalu mengambil segelas air minum diatas nakas. "Navi ke mana? Kabur?" "Iya dia barusan keluar. Navi tuh aneh. Kadang galak, judes, nggak punya hati. Tapi sesekali dia bisa lembut dan manis. Gue bingung jadinya!" "Masa, sih?" tanya Genta ragu. "Iya, Genta. Udahlah kita balik kelas aja. Gue jadi males di UKS!" Tangan Genta langsung bertindak hendak memegangi Lila untuk membantu gadis itu berjalan. Tetapi Lila langsung menolak dan menepis Genta. Lila tidak mau Genta terus-terusan menyukai dirinya. Lila tidak mau Genta semakin menyukainya. Karena itu akan menyakitkan bagi Genta. Menyukai seseorang yang menyukai orang lain. Bagaimanapun, Lila tidak mau menyakiti perasaan sahabatnya. "Masih pusing, Lila?" "Enggak Genta, gue udah nggak papa kok." Kedua remaja itu sedang menuju ke kelas mereka. Jika saja Lila tidak memaksakan dirinya untuk pergi ke kelas, bisa-bisa dia kan Genta berduaan di UKS. Ah, Lila benci waktu yang seperti itu. Sebab, dia harus berusaha agar tidak terlalu dekat dengan Genta. Apabila dia selalu saja bersama Genta, cowok itu akan semakin mencintai Lila. Dan itu sangat berat bagi Lila yang hatinya hanya untuk Navi. "Navi!" Bola mata Lila berbinar karena melihat Navi dari belakang. Sepertinya dia juga ingin kembali ke kelas. Navi berdecak malas. Dia sangat benci dengan kehadiran Lila. "Apa?" tanyanya dengan nada datar. "Kok lo buru-buru, sih? Kalo gue tadi kenapa-kenapa gimana coba? Emang lo nggak peduli sama gue?" tanya Lila dengan tingkat kepercayaan dirinya yang melampaui batas normal. "Nggak." "Halah tipu, yah, lo? Padahal jelas-jelas tadi keliatan care banget sama gue!" "Jangan geer!" Lila menghela napasnya dengan kasar. Dia tidak kunjung menyerah untuk menarik perhatian Navi. "Nav, kamu itu nggak usah pura-pura deh! Paling juga lo sok dingin, kan? Sok jutek, kan? Padahal aslinya lo peduli sama gue!" "Gue seratus persen benci sama lo!" "Tapi gue nggak percaya!" sergah Lila hendak memegang tangan Navi tapi langsung dihempas begitu saja oleh cowok dingin itu. Navi menarik tangan Lila lalu ditumpangkannya di atas tangan Genta yang sedari tadi hanya diam terbakar cemburu. "Nih, urusin cewek lo! Bilangin ke dia, kalo jadi cewek tuh nggak usah genit! Jijik gue!" pungkas Navi dengan tegas. Lila mendelik tajam atas tuduhan Navi. Dia tidak terima dengan apa yang cowok itu ucapkan. "What? Genit? Gue tanya doang keles, lo b**o atau gimana? Gue tanya, gue nebak doang. Sensi amat jadi cowok!" "Oh, ya? Terus tadi mau pegang tangan gue apa tuh artinya? Dasar genit!" Navi ikut mendelikan matanya. Dia tidak bisa bersikap halus kepada Lila. "Gue mau bujuk lo doang astaga, baperan lo kek cewek PMS!" Mata Navi membelalak karena tidak terima dengan ucapan Lila yang tidak disaring. Tatapannya sangat menandakan kebencian dan rasa tidak suka. "Gue bukan baperan, tapi lo yang kegatelan!" Lila bedecak pinggang. Lama-lama, dia bisa darah tinggi karena harus menghadapi yang seperti ini. "Wah, kurang ajar! Genta, lo belain gue dong, masa gue dibilang kegatelan!" Magenta terbisu. Dia tidak mengeluarkan suara apa pun. Cowok itu hanya "Cowok lo diem, artinya dia setuju kalo lo itu kegatelan!" bentak Navi. "Genta bukan cowok gue! Asal lo tau, gue juga pengin benci sama lo! Semakin lo ngomong pedes ke gue, gue pengin berusaha benci sama lo! Tapi hati gue terlalu biadab dan nggak mau ngerasain apa yang gue inginkan. Justru hati gue tambah semangat buat naklukin hati lo!" "Bodoamat." "Gue bakal jamin, gue bisa naklukin hati lo dan bisa bikin lo berhenti bersikap kayak gini!" "Oh." "Gue tanya ya sama lo. Lo sebenernya pake susuk apa? Lo pasti ke dukun, kan, buat bikin gue jatuh cinta sama lo? Padahal gue sendiri aja muak banget sama lo!" Navi mendekati Lila. Menatapnya intens dan jelas sekali terlancar aura murka miliknya. "Mending lo pindah sekolah aja. Gue juga muak ketemu lo terus!" ucap cowok itu mengintimidasi. "Mending lo aja yang pindah, orang yang nggak punya rasa peduli kayak lo nggak pantes ada disini!" bantah Lila tak mau mengalah sedikit pun kepada Navi. "Dari pada lo, orang yang nggak punya malu dan nggak punya otak!" "Lila, ayo kita masuk kelas aja," pinta Genta menarik pelan tangan Lila menuju kelas mereka. Lila mengambil napasnya kasar. Berbicara dengan Navi sama saja menimbulkan penyakit darah tinggi lama-lama. *** Navi bersenandung ria didalam mobilnya. Dia tidak memakai kaca mata hitam kali ini. Membiarkan kedua matanya melihat langit biru yang begitu cerah. Mumpung sedang seorang diri, terkadang kepribadian Navi yang berubah itu justru menghibur dirinya. Tidak apalah berubah dulu sore ini. Lagi pula, dia sedang dalam perjalanan pulang. Dan nanti di rumah hanya ada Mola dan Mamanya. Dia bernyanyi Kartonyono Medot Janji yang dibawakan oleh Denny Caknan. Entahlah, menurut Navi lagu ini sangat easy listening. Mbiyen aku jek betah, suwe-suwe wegah Nuruti kekarepanmu sansoyo bubrah Mbiyen wes tak wanti-wanti, ojo sampek lali Tapi kenyataannya pergi "HOA HOE!!" teriak Navi antusias. Dia mengeraskan suara musik di mobilnya. "Eh-eh apaan tuh?" Terlalu menghayati lagu, sampai Navi hampir menyerempet seorang wanita yang berjalan membawa kantong belanjaannya. Ingat, Navi sedang di fase biru. Dia langsung menghentikan mobilnya dan bergegas menemui wanita itu. "Ibu nggak papa?" tanya Navi bersimpati. "Nggak papa," jawab Ibu itu dengan lembut. "Navi antar sekalian ya, Bu? Maaf Navi tadi hampir celakain Ibu." "Kamu siswa SMA Sky Blue?" Ibu itu melihat seragam sekolah Navi. Navi mengangguk dan tersenyum. "Iya, Bu. Ibu kenapa jalan kaki sendirian?" "Putri saya juga sekolah di sana. Oh, saya habis belanja, ini mau mencari taksi." "Tidak perlu taksi Bu, biar Navi antarkan saja, ya? Itung-itung sebagai perminta maafan Navi, hehehe." "Ya sudah kalo kamu maksa. Nama kamu Navi?" "Iya Bu, Navino Reagen. Mari Bu, masuk mobil." Navi memperlakukan wanita itu sangat baik. Bahkan dia sampai membukakan pintu mobil untunya. Jika saja kepribadian Navi selamanya baik seperti itu. Fans dia pasti akan semakin membeludak. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD