Navi Tsundare

1033 Words
- "Kamu itu berubah-ubah. Kadang dingin, lalu menghangat, dan kembali dingin. Hatiku bukan mainan. Jadi jangan bertindak seenaknya." - *** "Ibu, ini belok kanan?" Navi memfokuskan diri untuk menyetir mobilnya. Cahaya sore itu sangat sangat. Belum terlihat tanda-tanda mendung dan sebagainya. Berarti, fase biru Navi akan bertahan lebih lama efeknya. "Iya, belok kanan." "Ngomong-ngomong, kamu anak yang baik ya? Lucu, ganteng pula," puji Aster. "Satu lagi Bu, Navi juga pintar di sekolah. Ya suka ikut olimpiade gitu, Bu. Mana kaya lagi. Beh, tujuh generasi nggak bakal habis hartanya," jawab Navi sombong tetapi justru membuat Aster tertawa. "Hahaha percaya diri ya kamu. Oh iya, panggil saya Tante aja ya, Navi. Anak tante kan sekolah juga di sekolah kamu. Kalo dia itu anak pemalas, keras kepala, dan berisik," tutur Aster. Navi belum tahu saja jika wanita yang ia tolong merupakan mama dari seorang Lila Rosetta. "Oh iya, Tante? Cewek atau cowok? Navi boleh bantu kok kalo dia malas-malasan. Navi bisa bantu dia buat jadi anak yang rajin." "Nanti Tante kenalin dia sama kamu, ya. Nah itu di depan yang rumah putih terus banyak tanamannya," tunjuk Aster ke sebuah rumah yang dia maksud. Mobil Navi berhenti tepat didepan rumah itu. Karena mendapat ajakan dari pemilik rumah, dia mau-mau saja untuk masuk ke dalam. Kebetulan Navi sedang lapar. Mumpung dia sedang dalam fase biru, dia tidak mempunyai rasa malu dan gengsi sekalipun. Pintu rumah putih itu dibuka dan langsung menampilkan keadaan rumah yang porak-poranda. Tas sekolah milih putri Aster tergeletak di sofa ruang tamu. Dan juga kaos kaki putih yang satu di meja, satunya lagi di lantai. Dasi, sabuk, bahkan kemeja seragam sekolah SMA Sky Blue itu berserakan di lantai. Sedangkan sang pemilik sedang berbaring diatas sofa dengan kakinya diangkat dan ditempelkan ke tembok. Gadis itu tengah sibuk dengan handphone-nya. Untung saja dia sudah mengganti rok sekolahnya dengan celana pendek selutut dan juga kaos kebesaran berwarna soft blue. Meski dia mendengar suara pintu rumahnya terbuka, Lila sama sekali tidak peduli. Karena dia tahu itu adalah Mamanya yang masuk. "Lila!" Tunggu. Lila rasa mendengar suara itu memanggil namanya jantung dia langsung berdegup dengan kencang. "Lila ini Navi!" Lila membenarkan posisinya menjadi duduk. Astaga, kenapa doi justru datang saat dia malas-malasan seperti ini? "Kamu kenal sama Lila? Ya sudah, Tante siapin makanan dulu, ya. Kamu disini sama Lila. Maaf, anak Tante memang gitu," ujar Aster meninggalkan ruang tamu. "Lo kok ada disini? Lo mau minta restu sama nyokap gue? Padahal tadi siang marah-marah sama gue!" "Hehehe Navi kesini main. Navi tadi nggak sengaja mau nyerempet tante Aster. Jadi Navi anterin dia pulang. Eh ternyata tante Aster itu mamanya Lila?" tanya Navi yang akhirnya duduk tapi dia memilih duduk didekat Lila. "Lo sakit?" Lila meletakan tangannya di kening Navi. Mengecek cowok itu sedang sehat atau tidak. "Atau lo kena sawan, yah? Ah males! Lo suka berubah-ubah! Gue bingung jadinya, Navi!" "Navi juga bingung, hehehe," balas Navi tertawa sendiri. Sedari tadi dia terus-menerus tersenyum dan berkelakuan sangat menggemaskan. "Kalo dingin ya dingin aja, Mas. Nggak usah dikit-dikit berubah. Hati gue yang serasa ditarik ulur. Itu lebih sakit!" "Lila kok gitu? Kok marah sama Navi?" "Mana bisa gue marah sama lo! Gue liat senyum lo aja bikin candu, ya ampun napa lo manis banget si, Kulkas Gulali? Gue cuma bilang kayak gitu ya soalnya itu yang gue rasain. Kalo lo terus-terusan berubah-ubah kayak gini bisa stres gue lama-lama." "Lila juga bikin Navi candu," ungkap Navi dengan tersenyum. Dia mengangkat tangannya lalu mencubit kedua pipi Lila. Mampus, pipi Lila merah padam sekarang. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat ini. Tapi dia tetap berjaga karena sekarang dia tahu, Navino Reagen S3 dalam mempermainkan perasaan seseorang. *** Pancaran mata Navino Reagen berbinar karena mendapati berbagai hidangan di meja makan milik Lila. Apalagi ayam panggang makanan favoritnya juga tergeletak disana. Meja makan berbentuk persegi panjang itu diisi Aster diujung, sedangkan Lila dan Navi saling berhadapan. Lila tidak bisa mengahapus senyumnya. Biarlah Navi kadang berubah-ubah dan sulit dimengerti, tetapi cowok itu bisa juga bersikap lembut dan menggemaskan. Lihat saja, Navi begitu lahap saat menyantam makanan hasil masakan Aster. Bibirnya bertambah merah ketika juga memakan sambal. "Pelan-pelan makannya, Navi," ujar Lila menuangkan es jeruk ke gelas Navi. "Nggak bisa, masakan Tante Aster enak banget!!" puji Navi bersemangat. "Kapan-kapan kamu main aja kesini, nanti Tante masakin lagi. Oh iya, bagaimana kalo kamu jadi guru les privat Lila? Lila anaknya bandel, nggak mau les padahal nilainya rendah banget. Kamu mau kan, Navi?" "Ma, tapi kan aku --" "Mau Tante, Navi jamin Lila bakal jadi pinter. Lila bakal jadi anak nurut kalo sama Navi!" sahut Navi meyakinkan. Apa yakin akan berjalan lancar? Bagaimana nantinya jika nanti Navi fase unblue. Dia pasti akan memarahi Lila habis-habisan. "Tapi Navi berubah-ubah, Lila nggak mau!" ceplos Lila. "Berubah-ubah gimana, Lila? Kamu pikir Navi itu plastisin bisa berubah-ubah bentuk?" "Gulali juga bisa berubah-ubah. Navi kayak gulali, kadang leleh kadang beku. Lila nggak mau nantinya hati Lila yang sakit. Ma, Navi itu orang Lila --" Tok tok tok "Assalamu'alaikum, Lila!" Suara dari luar rumah, membuat ucapan Lila terpotong dan membuat makannya dan Aster terhenti. "Wa'alaikumsalam! Lila bukain pintu dulu, Ma." Lila bangkit, menuju pintu depan rumahnya. Setelah dibuka, seperti yang dia duga ternyata tamu malam ini adalah Genta. Magenta memang sering sekali ke rumah Lila. Sekedar mengantarkan sesuatu, mengerjakan tugas yang sama sekali mereka berdua tidak bisa menjawab, atau numpang makan untuk merebut hati Aster. "Lila, Genta ya? Suruh masuk cepet, sebelum makanannya habis!" teriak Aster. "Gue langsung masuk, ya? Camer udah manggil," ujar Genta melirik dengan senyum licik. "Tumben lo mggak bawa sesuatu?" "Cie, ngarepin sesuatu dari gue? Dah mulai suka ya lo sama gue?" "Dih pede amat! Gue tanya doang, soalnya butuh es krim, siapa tau lo bawa." "Lo mau? Gue beliin sekarang," tukas Genta sudah diruang makan tapi hendak berbalik keluar. "Nggak usah, Genta," tolak Lila mencegat cowok itu. "Ya udah, deh. Emm Tante Aster masak apa ini? Enak banget baunya. Genta jadi la --" Ucapan Genta terhenti saat melihat cowok yang dia anggap sebagai rival sedang duduk di meja makan Lila dan memegang paha ayam panggang. Disamping piring cowok itu juga, terdapat beberapa tulang bekas makanannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD