23. Gulali Mulai Meleleh

1012 Words
- "Aku tak butuh perhatian, tak putuh rasa peduli darimu. Yang aku butuh cuma satu, sebuah kepastian rasa akan hatimu yang berkata suka atau tidaknya kepadaku." - *** Navi tidak habis-habisnya memperhatikan ambang pintu kelas. Dia sedang membaca buku pagi ini. Namun, setiap ada orang yang masuk ke kelasnya, dia segera menoleh. Nampaknya dia sedang menunggu seseorang. Sudah hampir jam 7, tetapi seseorang yang ia tunggu tak kunjung memasuki kelas. Navi mendengus pasrah. Apa Lila tidak berangkat? Suasana kelas terlalu bising. Tapi Navi tidak merasakan itu karena dia tengah menggunakan headphone. Ia sengaja, membaca buku dengan mendengarkan musik klasik yang menurut dia sangat membantu untuk belajar. Dibuka lembaran demi lembaran buku fisika di hadapannya. Sebetulnya dia sudah hafal dengan semua rumus yang ada di buku paket sampul merah itu. Hanya saja, dia perlu untuk merekam ulang agar semakin hafal. Navi melonggarkan dasinya karena merasa terlalu kencang. Senyumnya entah mengapa seketika merekah sempurna ketika melihat gadis yang ia tunggu akhirnya mulai memasuki kelas. "Lila!" sapa Navi menggerakan tangannya layaknya mengajak Lila mendekat. Dia melepaskan headphone-nya lalu diletakan di atas meja. Lila berjalan lesu. Kantung matanya menggelap. Ah, dia kurang tidur tadi malam. Dia pergi ke hadapan Navi yang memanggilnya. Cowok itu juga sudah berdiri menunggu Lila menghampiri dirinya. Lila menguap tak ditutupi persis setelah dia di depan Navi. Navi menggelengkan kepalanya. Dia lantas menggunakan tangannya untuk membekap mulut Lila. "Kalo nguap ditutupin. Tuh sekebun binatang bisa masuk ke mulut lo!" "Btw kalo lo dibekap gini, dunia tentrem banget si, seriusan!" lanjut Navi mengacak rambut Lila tanpa alasan. Lila menyercitkan dahinya. Dengan tenaga yang ada, dia menginjak jemari kaki Navi sampai cowok itu terlonjak kaget. "Lo udah bikin lecet kaki gue. Sekarang gue minta lo anterin gue ke uks!" bentak Navi lalu melepaskan tangannya yang menempel di bibir Lila. Mata Lila membelalak. Loh, kan dia hanya menginjak sedikit, memang iya sampai lecet? "Nggak! Gue mau tidur. Lagian lo, sih, mbekap mulut gue segala. Sana ke uks sendiri!" Aneh. Tumben, Lila tidak bersemangat diajak berduaan dengan Navi? Tumben sekali dia seperti tidak peduli dengan Navi. Apa dia sudah lelah untuk mengejar cowok pembenci warna biru itu? "Ya udah lah, sini, gue anter ke uks. Sekalian modus!" Lila mencekal pergelangan kaka Navi begitu kuat. Navi menepis kasar. Wajah temboknya mulai ia pasang. "Nggak usah! Mending lo kerjain semua tugas dari gue!" "What? Tugas lagi? Gue udah nyerah deh, belajar sama lo semakin tertekan rasanya!" Lila histeris. Dia merasa tugas apa yang Navi kerjakan tidak itu justru buang-buang waktu. Pikirnya, dia mending menggunakan waktu itu untuk menonton drakor atau film thriller favoritnya. Navi menyentil dahi Lila yang tak terhalang rambut. "Heh, lo tuh dikasih tugas, buat lo belajar. Jadi lo lebih nguasain materi, Permen Karet!" "Ah, males banget seriusan! Kalo garap soal dapet something mah, gue mau. Tapi ini dapetnya pusing! Ya ogah, lah!" sergah Lila mengusap dahinya. Haduh, kenapa,sih, Navi suka menyentil atau menoyor dahinya? Untung saja hari ini, Lila tidak mengenakan sesuatu dengan embel-embel warna biru. Tapi tetap saja gadis itu memaikai cardigan tebal berwarna pink peach. Navi memerhatikan Lila sekilas. Rambut gadis itu dikucir sangat rapi menggunakan karet coklat. Dan di hiasi oleh 2 jepitan rambut warna merah. Dengan riasan tipis-- Oh, Lila hanya memakai sunscreen, lip tint, jan maskara bening pada bulu matanya. Manis, lucu , dan memggemaskan. Itu yang ada di pikiran Navi sampai senyumnya terulas meski samar-samar. Navi menggeleng, dia menghilangkan senyumnya. "Astaga sadar Nav, yang didepan lo itu malapetaka bukan bidadari!" pekiknya di dalam hati. "Emang something yang lo maksud apa?" Navi menaikkan alisnya. Dia tidak tahu dengan apa yang Lila mau. Senyum Lila merekah. Dia menampilkan bola matanya yang berbinar-binar. "Jadian kek. Ayo lah, gue pegin jadian sama lo. Gue udah kebal kok ngadepin lo yang tsundare," pinta Lila memasang puppy eyes. Navi mengambil botol minum miliknya dari dalam tas. Dia sedikit membasahi tangannya dengan air minum itu. Lalu dicipratkan ke wajah Lila. Membuat wajah gadis itu basah. "Navi, lo apa-apan, sih!" teriak Lila. Astaga, mereka sampai lupa tinggal 1 menit lagi bel nyaring tanda pembelajaran dimulai. Lila bahkan belum mengerjakan tugas matematika dari Pak Sanip. Navi menghentikan ulahnya. Dia meletakan kembali botol minum hitam miliknya. "Biar lo bangun, soalnya lo halu banget jadi cewek!" Lil berdecak pinggang. Navi sangat menyebalkan. Lihat saja, sunscreen Lila menjadi luntur. "Heh, Kulkas Gulali! Gue itu bukan halu. Tapi itu permintaan gue! Muka gue jadi basah gini, kan!" Raut wajah Navi menjadi khawatir. Dia mengambil satu langkah mendekati Lila, lalu refleks mengusap wajah Lila yang basah. Menyapukan air di wajah cantik itu dengan jemarinya. "Maaf, La. Gue minta maaf bikin wajah lo sampai kayak gini," ucapnya menjadi sendu. Dalam jarak yang dekat ini, jatung Lila benar-benar berdetak tak terkendali. Dia sampai menahan napas karena terlalu gugup Navi menyentuh wajahnya. "Lo makin aneh. Lo bisa punya 2 kepribadian sekaligus dalam satu waktu. Biasanya lo kayak gini pasti ada jangka waktunya. Tapi kenapa bisa makin aneh? Sebenarnya, lo itu kenapa, Nav?" Tatapan Navi menerobos masuk ke manik Lila. Dia sangat bingung, apa dia harus berbagi cerita dengan Lila sekarang? Tapi sepertinya tidak. Dia tidak ingin nantinya Lila memanfaatkan kelemahannya. Namun, Navi juga baru menyadari tentang kepribadiannya. Kali ini, tanpa melihat warna biru, dia menjadi seseorang yang peduli. Ada apa ini sebenarnya? Apa teori warna biru Navi ada perubahan? Entahlah, Navi terus bertanya-tanya dalam pikirannya. Bunyi bel masuk terdengar begitu keras. Membuat Navi dan Lila memutuskan adegan tatap-tatapan mereka. Lila memilih undur diri dari hadapan Navi karena dia tahu, Navi tidak akan memberikan jawaban jika mengenai kepribadiannya. Lila berjalan menuju mejanya yang paling belakang. Gadis itu dapat melihat Magenta tersenyum cerah ke arahnya. Sesampainya di meja miliknya, Lila ingin sekali berteriak histeris. Sebuah box berisi mango sticky rice telah tergeletak di atas mejanya. Magenta menoleh ke belakang, dia sangat tahu Lila pasti akan suka dengan yang ia berikan. "Gimana? Suka? Anggap sebagai ganti karena tadi malem lo nggak dateng," ujarnya. Lila langsung memeluk box transparan kecil itu. Mendapatkan sesuatu berbau mangga, layaknya mendapatkan harta karun baginya. "Suka! Tapi, ini, sih, kurang kayaknya, Ta!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD