43. Korban Perkelahian

1201 Words
"I'm sorry that i break my promise. I said will protect you, but now i make you hurt." *** Navi mengerutkan keningnya ketika Lila berdiri di depan meja cowok itu. Ck, tidak ada habis-habisnya dia mendekati Navi? "Dasar cewek murahan!" gerutu Navi dalam hati. Lila meletakan sweater cokelat yang pernah Navi pinjamkan ke atas meja. Wajahnya begitu datar untuk menghadap Navi. "Udah gue cuci bersih!" tukasnya. Navi mengambil sweater itu. Dia melemparkan tatapan sengit kepada Lila tanpa jeda. "Sama-sama." "Eh gue nggak bilang makasih, yah. Nggak usah dibales sama-sama segala!" "Itu lo nyadar. Kalo ngembaliin barang yang lo pinjem sama orang lain, harusnya bilang makasih!" Lila bersedekap tangan. Dia tak mau kalah dengan Navi kali ini. "Makasih? Buat orang yang nggak punya hati? Sorry, nggak guna juga!" Navi terkekeh mengejek. "Bilang aja lo masih mau ngejar gue. Dasar murahan!" tegasnya penuh penekanan. "Berdiri lo." Magenta datang, dia menendang meja Navi. "Kalo ngomong sama cewek, bisa nggak nadanya dikurangin dikit? Nggak gentle banget jadi cowok!" imbuhnya bersikap seperti menantang Navi untuk baku hantam. Navi beranjak dari duduknya. Dia mengendorkan dari yang ia pakai. "Lo nggak usah ikut campur! Sok bener jadi pahlawan! Lo tuh cuma cowok lemah. Cedera basket dikit aja kaki pincang? Loser!" Magenta meregangkan otot-otot jemarinya dan juga lehernya. Dia meloloskan senyum miring dengan sempurna. "Lo pernah kena pukul?" tantangnya. "Lo pernah kena tendang?" Navi balas menantang. Di berjalan mendekati Magenta sembari mengepalkan tangan. "Ta, udah stop," pinta Lila memegangi lengan Magenta. Dia tak mau ada dimeributan di kelas. Terlebih awal kerubutan itu berasal darinya. "Maaf, La, lo mundur dulu. Gue harus ngurus cowok berengsek yang satu ini." Magenta menepis tangan Lila dengan pelan. Dia memandang Navi penuh benci. Navi mendelik tajam. Dia sudah mulai naik pitam. "Lo bilang apa? Cowok berengsek?" tanyanya tidak terima. "Lo budeg? Gue tekanin sekali lagi. Lo itu, cowok berengsek!" "Kurang ajar!" Navi mulai menyerang Magenta dengan tenaga penuh. Tapi Magenta dapat menghindar dan justru dia berhasil meloloskan pukulannya pada pipi Navi sampai bibir Navi robek. Yang terkena pukulan tak mau mengalah. Dia kembali menyerang Magenta tanpa ampun. Emosinya sungguh memuncak. Masa bodoh dengan siswa kelas yang menonton. Masa bodoh dengan nantinya akan dipanggil guru kedisiplinan. Berhasil. Navi berhasil membalas pukulan Magenta. Magenta meringis, dia mengusap bibirnya yang berdarah. s**l. Dia hampir kehabisan tenaga. "Magenta, Navi, gue mohon hentikan. Jangan berantem!" Lila menengahi mereka. Gadis itu begitu panik dengan apa yang ia saksikan. Namun, percuma. Magenta dan Navi tidak mendengarkan teriakan omongan lila. Mereka justru semakin sengit untuk berantem menyakiti fisik satu sama lain. Brugh! Lila terpental ke meja Navi karena tak sengaja terdorong ketika berupaya meleraikan Navi dan Magenta. Kedua cowok itulah yang tak sengaja mendorong Lila. "Lila!" teriak keduanya. "La, bangun, La." Magenta segera mengecek keadaan Lila dengan terus menepuk pipi gadis itu. "La ... La maafin gue, La." Lila tergelak tak sadarkan diri karena mendapat benturan keras di kepalanya. Magenta panik bukan main. Dia menyesali apa yang telah ia perbuat. Cowok itu kemudian melirik Navi dengan sinis. "Gara-gara lo, Lila jadi pingsan!" "Itu juga gata-gara lo, Babi!" "Bacot lo, Anjing!" Bu Leli yang baru saja memasuki kelas, langsung menghampiri ketiga siswanya yang berbuat ulah itu. Dua orang cowok yang penuh lebam serta seorang gadis yang tak sadarkan diri. "Kalian berdua berkelahi? Sudah umur berapa kalian? Masih saja kekanak-kanakan! Dan kamu Navi, kenapa kamu jadi seperti ini?!" Wanita itu mendekati Lila dan Magenta. "Pingsan? Ini ulah kalian?!" Magenta menunduk malu, dia memejamkan matanya sejenak. "Maaf, Bu ... " pinta Magenta melirih. "Saya minta, kalian bawa Lila ke UKS! Dan kalian jangan ikut pelajaran saya sampai Lila bangun!" Magenta menurut, dia menggendong Lila dalam pelukannya. Sungguh, dia tidak tahu jika akhirnya seperti ini. Melihat gadis yang ia cintai tergeletak pingsan karena dirinya, membuat Genta begitu merasa bersalah. Navi masih diam di tempat. Dia enggan untuk mengikuti Magenta yang sudah mulai berjalan. "Navi! Cepat keluar! Atau mau saya potong nilai kamu?!" ancam Bu Leli merasa geram dengan siswanya yang satu ini. Navi mendengkus sebal. Dia menghentakkan kakinya begitu keras lalu segera melangkah ke luar kelas. *** Lila membuka matanya perlahan. Warna putih mendominasi pandangannya ketika dia melihat warna dinding ruangan. Angin luar yang masuk ke dalam UKS menerpa dia tanpa henti. Tatapannya beralih ke arah Magenta yang duduk di samping ranjang UKS. Manik cowok itu berbinar ketika melihat Lila bangun. Dia mengusap kepala Lila dengan pelan, Lila dapat menangkap langsung rasa penyesalan Magenta yang terpancar dari tatapan cowok itu. Kemudian dia menggeser pandangannya ke arah pintu, namun langsung membuangnya ke sembarang arah. Di samping pintu UKS tadi ada Navi yang tengah duduk, menatap Lila dengan tatapan elangnya. "Masih pusing, La?" tanya Magenta khawatir. Lila berkedip pelan tiga kali, masih ada rasa pening di kepalanya. "Lumayan. Lo jangan berantem lagi ya, Ta? Apalagi berantem gara-gara gue." Gadis itu hendak mengubah posisinya menjadi duduk, dan langsung dibantu oleh Magenta. Magenta mengambil segelas air putih di atas nakas samping kanannya. "Minum dulu, La." Dia membantu Lila untuk minum. "Iya, maaf ya, gue nggak suka aja lo dibentak-bentak sama Anjing." "Eh, lo Babi! Nggak usah diungkit-ungkit!" Navi mendekati Lila dan Magenta. Dia berjalan begitu angkuh dan terus bersedekap tangan. Magenta menyipitkan matanya. Dia sebetulnya malas untuk meladeni Navi. "Minta maaf kek, kan lo udah bikin Lila pingsan!" celetuknya. "Oh gue lupa, kan lo nggak punya hati. Mana pernah ngucap maaf, emang Anjing si," imbuh Magenta yang membuat Navi menyiapkan tangannya bersedia memukul cowok itu. Lila berdecak mendengar ucapan Magenta. "Ta ... udah, yang penting gue udah sadar," bujuk Lila memegang lengan Magenta. "Gue nggak ngerasa bersalah!" Navi mengeja setiap kata yang ia ucapkan. "Lagian salah dia sendiri yang sok jadi penengah, dia juga kan yang akhirnya kena!" Navi melemparkan tatapannya ke arah jendela yang berseberangan dengannya. "Gue obatin luka lo dulu, sini." Mendengar suara Lila, Navi terkekeh garing. "Nggak usah! Nggak usah lo perhatian lagi sama gu--" "Perih, ya, Ta?" Mata Navi membulat sempurna saat melihat Lila yang tengah mengobati luka di wajah Magenta dengan hati-hati. Cowok itu memaki dirinya sendiri di dalam hati. "Kurang ajar, kenapa gue pede banget?!" Magenta berdesis, bagian bibirnya yang robek saat dibersihkan bekas darahnya itu terasa sangat perih. "Pelan-pelan, La. Bar-bar banget ngobatinnya," protes Magenta. "Kalo lo protes lagi, gue cubit nih, lama-lama! Bentar lagi juga selese diobatin. Tahan dulu napa perihnya." Magenta menarik senyumnya, hati dia menghangat seketika. "Makasih loh, udah perhatian sama gue, La." Cowok itu tidak bisa memutuskan tatapannya pada wajah Lila. "Alay!" Suara Navi merusak suasana hati Magenta. "Lo pergi aja sana, ke kantin, ke perpus, atau ke mana kek. Jangan di sini. Sumpek!" Navi memutar bola matanya jengah. Dia tak tahu mengapa juga dia tetap ada di UKS. "Luka gue belum diobatin!" tukasnya dengan keras. Lila melirik sinis kepada Navi. Apa-apaan cowok itu berlaku sesukanya. "Emang lo siapa?" tanyanya dengan ketus. Navi mengangkat dagunya. Dia benar-benar angkuh. "Obatin!" "Ogah!" "Gue bilang obatin!" "Gue bilang ogah!" "Ck, nggak ngerasa bersalah lo udah jadi akar perkelahian tadi?" "Lah, nggak ngerasa bersalah lo udah bikin gue pingsan?" "Obatin!" "Obatin aja sendiri!" "Lo pikir gue bisa ngelihat pantulan muka gue di sini? Susah, nggak bisa liat lukanya di mana!" "Ya udah tinggal obatin di depan cermin!" "Nggak ada cermin!" "Di toilet!" "Obatin!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD