Ayam Panggang

1018 Words
- "Aku hanya berniat baik untuk memberikanmu sesuatu. Tapi, mengapa kamu harus menyakiti hatiku terlebih dahulu? Kenapa? Kenapa aku selalh salah di matamu?" - *** Lila tersenyum seorang diri di ambang pintu kelasnya. Pagi ini adalah pagi yang cukup dingin. Padahal tidak ada hujan dna tidak ada angin kencang. Entahlah, mungkin bumi sedang mengalami sesuatu? Gadis itu memegangi sebuah box plastik. Oh, itu sebuah kotak makan berwarna kuning. Didalamnya terdapat ayam panggang yang sangat menggoda. Melihat Navi makan dengan lahap ayam panggang mamanya Lila kemarin, Lila pun meminta Aster untuk membuatkannya lagi dan dibawa ke sekolah. Dia yakin, Navi akan menyukai ayam panggang yang ia bawa. Dia yakin, Navi bisa tiba-tiba berubah. Imajinasi Lila Rosetta kini sedang berkembang pesat. Membayangkan Navi hari ini bisa seratus persen bersikap baik kepadanya. Gadis itu menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga. Sasaran dia sedang mendekat, dengan tampilan cool yang menawan. Lihat saja, Navino Reagen berjalan tegap menatap lurus ke depan. Hoodie hitamnya ia kenakan juga. Tas punggung miliknya tidak sepenuhnya digendong, melainkan disampirkan ke pundak kanannya. Rambutnya yang tebal dan terlihat sedikit klimis memberikan kesan tampak segar. Lila merentangkan kedua tangannya, memblokir pintu kelas untuk mencegah Navi masuk. Dia sudah memikirkan ini matang-matang. Semoga saja rencana dia berjalan dengan mulus. "Bentar, jangan masuk dulu!" perintahnya sembari mengembangkan senyuman yang begitu cantik. Lila mengambil napas panjang lalu dikeluarkannya pelan-pelan. "Navi, ini buat lo. Kemarin lo kayaknya doyan banget sama ayam panggang ini. Ya udah gue bawain aja. Nggak usah ngucap terima kasih, ikhlas kok gue." Lila menyodorkan kotak makan itu dan memasang muka berbinarnya. Sedangkan Navi, dia hanya menatap sengit Lila. Jujur saja, dia sangat malas untuk menghadapi gadis penyuka biru ini. Ralat bukan hanya malas namun ia juga benci. "Minggir!" sergah Navi penuh penekanan. Dia mengendorkan dasinya karena tadi merasa sedikit susah napas. Lila tak mau mengalah. Gadis itu masih enggan untuk menepi dari ambang pintu. Ah ayolah, padahal di belakang Navi sudah terdapat siswa yang hendak memasuki kelas. Tapi ya begitulah, Lila sangat memegang teguh pendiriannya. "Kenapa? Gue ngasih ini doang. Eh lo nggak usah ngindar yah, lo kemarin bilang mau jadi guru privat gue. Gue nggak mau tau, lo ntar bantuin gue belajar!" pekik Lila menghentakkan kakinya untuk menegaskan perkataan yang ia ucap. Navi mengercitkan keningnya. Lila sudah mulai memancing jiwa-jiwa kemarahannya. "Gue? Jadi guru privat lo? Ngimpi!" ujar Navi dengan ketus. Lila berdecak pinggang. Yang tadinya berusaha bersikap lembut di hadapan doi, dia justru sekarang bersikap seperti menantang. "Wah belagu ni cowok. Emang yah, kalo cowok itu kata-katanya nggak bisa dipegang! Kemarin ngomong ini, sekarang ngomong ini, besok nya lagi ngomong itu. Banyak banget mulutnya!" Navi mendelik tajam. Masa bodoh dengan perkataan Lila, asalkan dia dapat memasuki kelas. "Minggir nggak lo? Gue mau lewat!" "Nggak! Lo harus tepatin omongan lo dulu! Lo mau masuk neraka? Lo mau masuk ke golongan orang-orang munafik? Apabila berkata ia bohong, apa bila berjanji ia ingkar, apabila dipercaya ia khianat. Ntar kalo lo masuk ke jahanan nggak ketemu gue dong, gue kan jadi bidadari di surga!" ujar Lila menggebu-gebu. Ah sialnya, mulut dia memang susah berhenti. Sekali ucap langsung panjang dan cepat seperti sedang nge-rap. Navi bersedekap tangan. Dia memutar bola matanya jengah. "Minggir! Dasar Permen Karet penginnya nempel gue mulu lo!" Sungguh, emosi Navi sudah terpancing kalo ini. Lila benar-benar tidak tahu diri. "Aduh Navi, gimana nggak mau nempel, lo tuh manis banget kayak gulali! Tapi lo tuh dingin. Dasar Kulkas Gulali!" Navi sudah muak dengan segala ocehan gadis di depannya. Dia memdorong paksa tubuh Lila lalu dipojokkan ke tembok. Lengan kanannya ia gunakan sebagai tumpuan. "Gue tegasin sama lo, Permen Karet. Gue nggak mau diganggu sama lo. Jadi lo mending diem!" ancam Navi tepat di hadapan wajah Lila. Dia mengancam dengan nada penuh tekanan dan tentunya pancaran matanya sangat tajam. Jujur saja, berhadapan dengan Navi dengan jarak dekat seperti ini membuat Lila seraya kehilangan pasokan oksigen disekitarnya. Jantung dia semakin berdegup kencang. Bahkan, Lila dapat mendengar dan merasakan dengan jelas deru napas Navi. Navino Reagen terlihat sangat membenci Lila. Tapi justru Lila semakin jatuh cinta terhadap cowok itu. Dia juga tidak mengacuhkan ancaman Navi. Justru gadis itu hanyut dalam fantasinya. Lila menahan napasnya semampu dia. Jantungnya sungguh bedegud teramat cepat. salahkan saja Navi yang berani membuat jarak sedekat ini. "Navi, lo mundur, dong. Gue ngerasa kayak mau dicium lo," ungkap Lila dengan gamblangnya. dia menutup bibirnya sendiri. Navi memejamkan mata. Astaga, apa yang sedang dia lakukan? Dia lupa jika Lila itu baperan. Dipojokkan saja malah mikir macam-macam. "Otak lo tuh dipake! Gue lagi ngacam lo. Dan, kalo lo berulah lagi, tunggu aja gue bakal suruh fans-fans gue neror lo!" ancam Navi dengan menggrbu-gebu. Tangan kanan Navi yang tadi menjadi tumpuan, dia hantamkan ke dinding persis di samping telinga Lila. Seperti cowok itu hendak memukul Lila tapi meselet. Lila membelalak. Jangan. Jangan sampai dia berurusan dengan para penggemar Navi yang buas. Lila pernah kala itu sedang mencoba mendekati Navi yang baru bermain bola basket, hendak memberikan Navi minum, namun fans cowok itu justru menjambak dan menyeretnya untuk menjauh dari Navi. "Salahin hati gue tolong, hati gue yang udah milih lo sebagai tujuan utama, Nav! Ditambah mulut gue yang selalu aja melontarkan semua, gue nggak bisa diem aja dengan orang yang gue suka!" Navi menerobos masuk pada manik Lila. Dia tidak peduli dengan penjelasan gadis itu. "Nggak usah nyalahin yang lain, karena diri lo sendiri aja salah. Murahan!" Navi memilih mundur, meninggalkan Lila yang masih bingung dan gugup. Tapi dia juga tak lupa menyambar kotak makan isi ayam panggang yang dibawa Lila tadi. Mata Lila memanas. Ada sedikit luka yang tertancap pada relung hatinya. Murahan? Sungguh Lila juga tidak ingin menjadi seperti itu. Jika saja dia bisa menyembunyikan perasaannya, jika saja dia bisa berbicara dalam hati, Lila pasti akan memilih jalur untuk sok jual mahal. Namun perlu diketahui, itu adalah sesuatu yang sepertinya tidak mungkin terjadi. Karena hal spesial di dirinya itu, membuat Lila mengejar Navi secara terang-terangan. Dia tak ingin berbicara seorang diri menceritakan rasa sukanya kepada Navi. Alhasil, gadis itu memilih untuk berjuang. Tapi sekali lagi, dia bukan murahan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD