54. Return

1248 Words
"Kita sangat berbeda. Tapi aku harap aku dan kamu layaknya adhesi. Saling tarik-menarik meskipun molekul dan zatnya tidak sama." - "Pagi, Lila!" Lila melebarkan matanya di ambang pintu rumah. Dia sudah siap untuk pergi ke sekolah. Seragamnya telah rapi karena Aster yang menyetrika, rambutnya kali ini digerai sempurna. Tumben sekali Lila berpenampilan seperti seorang gadis biasa, bukan menjadi gadis pemalas? Gadis itu menenteng totebag abu-abu berisikan bekal makannya. Lila lantas menggulung lengan cardigan peach-nya agar memperlihatkan arlogi. Pukul setengah tujuh. Dia akan berangkat pagi kali ini Lila menatap lurus ke arah Magenta yang tengah duduk di atas motor vespanya. Cowok itu tersenyum begitu manis dan menenangkan hati. Terlebih, matanya yang tenggelam ketika tersenyum, membuat dia semakin menggemaskan. Langit yang kelabu. Lila memiliki firasat buruk, akan ada suatu hal yang terjadi hari ini. Dia sedang menimbang-nimbang, apakah dia harus berangkat ke SMA Sky Blue dengan sahabatnya itu? Genta mengangkat helm yang biasanya dipakai Lila. Pancaran matanya berbinar penuh harap. "Lila, berangkat sama gue!" teriak Magenta menepuk-nepuk jok bagian belakang motornya. Yang ditawari hanya mengangkat bahu. Dia menerima ajakan Magenta dengan masa bodoh. Lila berjalan mendekati Magenta yang masih tersenyum. "Mumpung lo udah nyampe dan gue males pesen ojol, oke gue nebeng lo. Tapi kali ini ikhlas, kan? Ntar lo mah minta duit lagi begitu nyampe sekolah." Lila melirik bermaksud menyindir Magenta, namun dia melambungkan senyuman paginya. Magenta ikut tersenyum. Dia tidak bisa hanya berekspresi datar ketika melihat gadis yang ia suka tersenyum semanis madu. Menurutnya, senyuman Lila adalah senyuman yang paling menular. "Dibayar pake senyuman lo aja udah cukup, La. Kuy lah berangkat!" Dia memberikan helm cokelat kepada Lila. Motor Magenta mulai dinyalakan, Lila suda h mengenakan helm dan naik ke atas motor. Magenta menunduk sebentar. Hatinya terasa berbunga di saat-saat seperti ini. Di saat Lila mau menerima ajakannya. Cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan standar. Tidak perlu cepat-cepat. Untuk apa? Dia kan sedang bersama doi, masa ia mempercepat waktu. Jalanan begitu ramai karena ini memang jam untuk berangkat kerja atau sekolah. Hampir saja mereka berdua terjebak macet. Untungnya, Magenta membawa sepeda motor bukan mobil. Alhasil, dia membawa motornya begitu gesit dan mampu menerobos kemacetan. "La, lo nonton basket gue, kan?" tanya Magenta tiba-tiba. Sebentar. Lila tidak bisa langsung konek jika melakukan percakapan di motor yang sedang melaju. Biasanya jika yang mengajak dia berbicara adalah tukang ojek online, Lila hanya akan menjawab iya iya saj dan sesekali tertawa meskipun tidak mendengar jelas apa yang tukang ojek itu pertanyakan. "Basket? Eh, emang hari ini?" "Ih lo gimana, sih, katanya gue sahabat lo masa lo lupa kalo hari ini gue tanding!" protes Magenta sengaja memancing Lila untuk berdebat. Ya Magenta justru sangat menyukai saat ia sedang berdebat sesuatu hal yang kecil dengan Lila. Lila menggampar pelan pundak Magenta. "Ye gue kan nggak hapal juga, Maemunah! Gue tuh sibuk banget ngurus kerjaan kayangan gue. Ya lo tau sendiri gue itu bidadari dari langit ketiga!" Magenta terkekeh. Dia mendengar Lila menggunakan suaranya yang nyaring dan tadi gadis itu berteriak. "Mana ada bidadari pemalas kayak lo! Masa bidadari mandinya satu kali sehari!" "Magenta Rauland, itu tuh rahasia biar mirip bidadari. Lo aja yang nggak tau! Lagian, mau gue pemalas atau engga, mau rajin mandi atau jarang mandi, lo juga tetep suka sama gue!" Lila segera menutup mulutnya. Astaga, padahal tadi sedang dalam atmosfer persahabatan. Kenapa dia justru memancing untuk soal romansa, sih?! Hening. Magenta tidak menjawab ucapan Lila. Cowok itu fokus menyetir dan sebentar lagi mereka sampai di SMA Sky Blue. Suasana di atas motor itu mendadak canggung dan ada lagi yang bersuara. Vespa Magenta mulai memasuki kawasan sekolah dan langsung menuju ke parkiran. Magenta mematikan motornya. Dia melepas helm hitam yang ia pakai. Cowok itu menghela napasnya kasar. Dia memerhatikan kaca spion ternyata Lila sesang berusaha keras melepaskan kaitan hrlm namun tida berhasil juga. Parkiran SMA Sky Blue belum terlalu ramai kali ini. Mungkin memang masih terlalu pagi. Magenta turun dari motor lalu langsung membantu Lila melepaskan pengait helm. "Karena gue suka sama lo apa adanya diri lo, Lila. Baik buruk lo, gue menyukai itu semua." Magenta melontarkan senyum begitu kaitan helm berhasil dilepas. Lila mengerjapkan matanya berulang kali. Dia merapikan rambutnya karena sedikit berantakan setelah melepas helm. "Makasih, Ta. Makasih buat-- " Ucapan Lila terpotong ketika tangannya mendadak ditarik oleh seseorang. "Navi! Gue lagi ngomong sama Genta!" pekik Lila dengan lantang. "Mumpung masih pagi, lo harus belajar dulu. Lo harus patuh sama gue!" jawab cowok berhoodie abu-abu itu membawa Lila keluar dari area parkiran. "Aduh, otak gue bisa-bisa njebol pagi-pagi udah sarapan buku!" "Justru kalo pagi-pagi bisa lebih fresh buat belajar, dodol!" "Tapi kan-- " "Diem." "Tapi-- " "Diem." "Tapi kan Navi, gue-- " "Diem!" Lila mendengkus sebal. Mau protes seperti lagi, Navi memang tidak bisa dilawan. Gadis itu pasrah, mendapat cobaan pagi yang harus berkutik dengan buku. Ya ampun, ini adalah hal buruk firasat Lila tadi. Bisa tidak sih, Navi mengajaknya bercanda atau melakukan hal yang menyenangkan, jangan malah belajar yang sangat Lila benci? Di sisi lain, Magenta mengeluarkan senyum kecut. Lagi. Dia kalah dengan Navi. Cowok itu mencoba berdiri dengan lapang d**a. Berupaya terlihat baik-baik saja padahal di lubuk hatinya, dia sedang terluka amat parah. Magenta tak mengerti mengapa jalan cintanya serumit ini. Perasaannya begitu laknat yang menaruh hati kepada sahabatnya sendiri. Mengapa? Mengapa harus seperti itu? Mengapa harus Lila? Magenta mengacak rambutnya merasa kesal kepada dirinya sendiri. Andai yang ia cinta bukan Lila, andai yang ia cinta bukan sahabatnya, dia pasti sudah mendapatkan pacar saat ini. Namun mengapa, dia justru terjebak pada lingkaran friendzone yang sangat membuatnya menderita? *** Lila berjalan layaknya preman. Dia tak berjalan anggun seperti gadis lain. Entahlah, menurutnya, berjalan anggun itu sangat lambat. Dia membawa totebag yang ia bawa tadi pagi. Meja Navi. Iya, itu adalah tujuannya. Dia berjalan sembari memegangi kepala. Rumus-rumus fisika yang baru saja diajarkan, membuat kepalanya terasa ingin pecah. Sangat memusingkan! Bukan. Bukan sikap lembut yang Lila tunjukan kepada Navi. Namun kali ini, dia bersikap begitu sarkas dengan menendang meja Navi dan membuat cowok itu mengangkat sebelah alisnya sambil menyercitkan kening. "Apa? Mau diajarin fisika yang tadi?" tanya Navi begitu angkuh. "Dih, ogah! Gue cuma mau ngasih ini. Ini dari mama, dia bilang makasih banyak sam lo karena udah bantuin gue buat belajar!" Lila meletakan totebag itu di hadapan Navi. Dia lantas hendak pergi meninggalkan cowok itu. Navi menggeser duduknya ke samping kursi yang kosong. Dia menarik Lila untuk duduk di kursinya yang tadi. "Lo sini aja." Cowok itu membereskan bukunya, dia mulai membuka totebag dari Lila. Jelas Lila merasa terkejut dan bingung. Dia masih merasa kesal dengan Navi yang tadi pagi memberiman asupan materi matematika. "Buat apa? Gue mau ke kantin sama sahabat-sahabat gue!" "Makan sama gue." Lila menganga tidak percaya. Apa Navi sudah diruqyah sampai mengajaknya makan? Atau, cowok itu dalam fase tsundare yang lembut? Ah, tapi pengucapan Navi saja, tadi terdengar begitu ketus. Artinya, dia berarti bukan dalam fase itu. Navi membuka kotak makan berwarna orange. Ada ayam panggang kesukannya di sana. Seketika, dia tersenyum lebar hanya karena melihat makanan itu. "Jangan ge-er! Ini kebanyakan, takutnya nggak habis. Kata Mola, kalo nggak habisin makanan, anak ayamnya bisa mati!" "Kebanyakan dari mana, orang itu cuma satu kotak! Malah kurang makanannya!" "Kebanyakan bagi perut gue, Jaenab. Kalo kurang itu bagi perut karet lo!" Navi mengambil sesendok nasi dan ayam panggang. "Cepet sini, buka mulut lo!" Dia sudah bersiap untuk menyuapi Lila. Lila menggelengkan kepalanya. Ada apa dengan Navi hari ini? Kenapa cowok itu selalu membuat Lila bingung?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD