Clue 1

1003 Words
- "Maaf aku cemburu, meski aku bukan siapamu." - *** "Mana soal yang tadi lo kerjain?" Lila menatap Navi lekat-lekat, cowok di sampingnya itu enggan menjawab pertanyaan Lila tapi justru mengubah topik pembicaraan. "Pertanyaan gue belum dijawab, Navi," keluh Lila memeluk buku paket biologinya agar Navi tidak bisa mengambil buku itu. "Nggak ada apa-apa." "Oh iya? Kalo gitu, gue bakal coba kasih liat lo warna itu." Lila mengancam Navi. Dia sudah siap mengeluarkan ikat rambut warna birunya dari saku atasan seragam SMA Sky Blue. Navi menggeleng kuat. Dia tidak ingin semuanya terbongkar. Bisa jadi, Lila akan semena-mena dengan dia. Bisa jadi, Lila akan menggunakan kelemahan Navi agar lebih dekat dengan Navi. Tidak. Itu tidak boleh terjadi. "Nggak mau jawab? Ya udah aku tunjukin warna biru. Satu ... dua ... ti--" "Karena kalo lo pake biru, lo nggak keliatan cantik!" "Aduh, mampus gue. Kok malah jawab gini!" pekik Navi dalam hatinya. "Jadi, kalo aku nggak pake warna biru, menurut lo aku cantik, dong?" "Iya!" "Udah, baperin aja dulu. Dari pada ntar gue yang repot!" Senyum Lila mengembang, mata dia sampai tenggelam. Eyes smile yang dia miliki sangat manis. Seketika seluruh syaraf dan sistem yang berkerja di tubuhnya menjadi sangat lancar. "Makasih, Navi. Kalo lo yang bilang waktu galak gini, gue percaya. Gue yakin cepat atau lambat lo beneran suka sama gue!" "Gue? Suka sama lo? Bencana namanya!" "Bencana? Bencana paling indah pasti," balas Lila mengusap puncak kepala Navi. Dia merasa gemas sendiri dengan ucapan Navi yang tajam. Semakin Navi menyakitinya, semakin dia bersemangat menaklukan hati Navi. Anehnya, Navi hanya diam ketika Lila mengusap kepalanya secara lembut. Apalagi, Lila masih menatap dia dengan sendu. Navi dapat melihat pancaran ketulusan dari mata gadis itu. Dia menjadi tertarik untuk membalas tatapan Lila. "Astaga, apa yang gue lakuin? Kenapa tangan gue nggak nepis Permen Karet, sih? Kenapa gue diem aja? Rambut estetik gue udah kena najis ini!" pekik Navi dalam Batin. "Nggak! Gue nggak boleh suka sama Permen Karet! Permen Karet itu malapetaka bagi gue!" Navi masih tidak berkutik. Dia terus memaki dirinya didalam hati karena tidak anggota tubuhnya enggan menepis Lila. Bagaimana ini, bagaimana jika Navi jatuh cinta dengan Lila? Tentu saja Navi akan mengelak. Dia tidak ingin mempunyai pacar yang memiliki warna favorit dan terobsesi dengan warna biru. "Lila, ayo kita ke kantin!" ajak Magenta secara paksa. Magenta yang sedari tadi terus memperhatikan Lila dan Navi rasanya hati dia terbakar berapi-api. Dia tidak bisa tinggal diam jika sedang cemburu. Bagaimana pun, dia masih dalam proses perjuangan untuk mendapatkan hati Lila. Cowok itu mencekal kuat lengan Lila dan menarik paksa Lila untuk keluar dari kelas. Dia tidak peduli dengan teriakan Lila, dia hanya tidak ingin Lila lebih dekat dengan Navi. Egois? Tentu tidak, menurut Genta itu merupakan salah satu strategi. Lagi pula, Lila dan Navi bukan sepasang kekasih. Ya boleh-boleh aja jika Genta mengganggu, pikirnya. Mata Navi membelalak. Dia menatap kepergian Lila di kursinya. Ada sedikit rasa aneh yang menjalar di hati Navi. "Genta, lepasin! Gue lagi sama Navi!" sergah Lila. Magenta sudah membawa dia ke luar kelas. Sekarang mereka sedang menuju kantin. Lila merasa, sahabatnya itu sangat mengganggu waktunya dengan Navi. Dia menghentikan langkahnyaembuat Lila ikut berhenti di koridor sepi depan ruang musik. Cowok itu mengacak rambutnya sendiri dengan kesal. Dia melepaskan cekalannya pada lengan Lila. "Lila, maaf gue refleks. Maaf gue ganggu waktu kalian. Gue minta maaf, La. Gue cemburu, hati gue sakit liat lo sana Navi," ungkap Genta dengan sendu. Mata dia sedikit berair. Dia ingin menangis rasanya. Dia tahu Lila akan marah besar. "Genta, gue tahu rasanya. Gue juga sering kan ganggu Navi sama Jingga. Tapi gue mohon, lo jangan kayak gini lagi, ya?" Genta benar-benar menyesal. Dia penuh emosi tadi. Padahal dalam hidupnya dia sudah memiliki prinsip kebahagiaan Lila kebahagiaannya juga. "Ayo kita balik kelas aja, La." Lila mengangguk. Dia paham betul apa yang dirasakan Magenta. Tapi apa boleh buat, Lila hanya jatuh cinta dengan Navi dan dia bahagia jika bersama Navi. *** Navi berdecak, dia melihat warna biru pada bolpoin di dalam tempat pensil Lila. Buku, kontrak perjanjian, dan tempat pensil Lila masih tergeletak di samping meja Navi. Cowok itu penasaran dengan barang-barang Lila. Makanya, dia membuka tempat pensil Lila dan justru melihat warna laknat bagi dirinya. Salah sendiri dia tidak sopan menggeledah barang orang. Fase blue telah dimulai. Suasana kelas semakin bising karena geger hilangnya uang iuran kelas. "Berisik! Emang uang berapa? Navi bisa kasih yang lebih banyak!" seru Navi membuat kelas mendadak hening. "10 juta, Nav. Gue udah simpen baik-baik, gue inget terakhir kali gue masukan tas. Tapi sekarang nggak ada," jawab Aulia selaku bendahara kelas. Dia bingung dan juga gelisah, itu uang kelas, dia takut nantinya disuruh ganti rugi. Padahal, kondisi ekonomi keluarganya saja sedang tidak memungkinkan. "10 juta? Navi bisa kasih 10 M kalo lo mau!" timpal Navi dengan segala kesombongannya pada fase blue. Jingga menggeleng pelan. "Bukan masalah uangnya, Nav. Tapi tanggung jawabnya. Kita harus nemuin dulu di mana uangnya." "Gue nggak tau ke mana uangnya. Gimana ini? Gimana kalo gue disuruh ganti rugi? Buat makan sehari-hari aja masih bingung." Navi dapat mendengar jelas suara hati Aulia. Navi memegang bolpoin biru Lila. Dia memperhatikan bolpoin itu dengan seksama tanpa peduli nantinya fase blue dia akan bertahan lama. "Jawaban Navi bener semua. Memang dia itu siswa kebanggaan saya. Haduh, panas banget ruang guru ini." Navi mendengar suara hati Bu Rumi dengan jernih yang ada di ruang guru. Lagi-lagi, Navi dapat mendengar suara hati seseorang yang berjarak lebih dari 50 meter darinya. Jadi, apa kesimpulannya? "Lila!" teriak Ruby mendapati sahabatnya yang baru memasuki kelas. Tapi Lila tidak menoleh sedikit pun, dia langsung bergegas menuju meja Navi untuk mengambil barang-barangnya. "XI MIPA 2, ini dompet--" Navi mendelik tajam, pulpen biru yang tadi digengam dan sedang di tatapnya direbut paksa Lila tanpa permisi. Suara hati seseorang yang merupakan petunjuk di mana dompet kelas itu berada terpotong. Kenapa bisa? Navi pikir pendengaran hati lebih dari 50 meter merupakan salah satu efek dan keuntungan di fase blue. Tapi ternyata salah. Jadi, artinya .... ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD