Kelompok 7

1105 Words
- "Aku harap semua perlakukan burukmu ada maksud terselubung niat baik kepadaku." - *** Mata Lila berbinar-binar. Senyumnya tidak mau luntur. Memperhatikan Navi di sampingnya yang sedang menerangkan tugas kelompok mereka. Sebetulnya itu tidak baik bagi kesehatan jantung Lila. Tapi apa boleh buat, melihat keindahan ciptaan Tuhan seperti Navi memang membuat candu. "Jadi project biologi kali ini kita disuruh buat ngamatin jaringan tumbuhan terus dibuat laporan." Navi meletakan pulpennya ke atas buku catatan biologi miliknya. "Nah tugas lo bawa akar, batang, sama daun zea mays besok. Biar gue aja yang ngamati di mikroskop takutnya mata lo kan nggak bener," Terus lanjut Navi. Lila memiringkan kepalanya karena bingung. "Mays? Masy apa tadi? Lo ngomong apa, sih, Nav? Gue nggak mikirin tugas tapi mikirin rencana kita kedepannya." Navi memicingkan matanya. "Kita?" "Iya, lo sama gue. Abis kerja kelompok gini ntar makin deket, terus jadian, terus tunangan, terus --" Navi tak kuasa mendengar celotehan Lila. Dia refleks membekap gadis itu dengan tangannya agar tidak bersuara lagi. "Diem atau mau gue tukar kelompok? Atau, mau gue tabok pake buku biologi ini?" Navi mengangkat buku biologi yang tebal halamannya mencapai 400 halaman. Lila menggeleng. Tatapan emosi Navi membuat di mati rasa. Jika saja mulutnya itu dapat berhenti dan berbicara di dalam hati, Lila pasti tidak akan berisik. Dan mungkin tidak akan dibenci Navi. "Gue tuker aja, ya? Lo sama cowok lo, gue sama Jingga. Lo nggak berguna soalnya." Lila membulatkan matanya. Dia melepas paksa tangan Navi yang membungkam mulutnya. "Apa-apaan main tukar kelompok segala? Dapet sekelompok sama lo itu kayak dapet durian jatuh, Navi. Dan gue tegasin satu kali lagi, Magenta itu bukan cowok gue! Lo kalo cemburu, tinggal bilang aja nggak usah galak-galak!" Navi membuka mulutnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Lila memang memiliki kepercayaan diri di ambang batas normal. Bukan, Lila itu terlalu overproud pada dirinya sendiri. "Cemburu? Halu lo!" tegas Navi dengan penekanan disetiap kosakata. Lila mendengkus sebal. Wajahnya ia tekuk dan tampak sedang dalam perasaan yang buruk. Rasanya dia ingin menjadi pshyco dan memutilasi Navi sekarang juga. Tapi tidak semudah itu, lalapan. Lila tetaplah Lila yang mengagumi Navi. Meski dia kesal, pada akhirnya dia akan mendekati Navi lagi. Iya, Lila memang gentar tak putus asa. Tapi juga tak melihat semua realita yang ada. Navi membalik halaman buku biologi. Membaca seksama tugas yang Bu Leli berikan. Hem, sepertinya bukan hanya mengamati jaringan tumbuhan. Tapi juga membuat daftar tanaman dikotil monokotil, dikasih gambar asli tanaman itu, dikumpulkan 3 hari lagi. "Ataga, gue sama Permen Karet harus nyari tamanan bareng, dong? Mati gue kalo dia bawa sesuatu yang warna biru," gerutu Navi didalam hati. Sementara Lila, ia sedang mengusap kelapanya sendiri. Lalu gadis itu mengambil posisi tidur diatas meja. Dia tidak peduli dengan kerja kelompok. Mau itu bersama Navi atau yang lainnya, dia tetap saja malas mengerjakan. Seisi kelas sedang berisik. Setelah membagikan kelompok tadi, Bu Leli undur diri dari kelas itu. Alhasil, para siswa menjadi ribut dan mengeluarkan suara. Mata Lila perlahan memejam. Wajahnya ia hadapkan ke arah Navi. Tidur di kelas memang sangat menyenangkan bagi Lila. Dan entah kenapa, justru dia lebih cepat tertidur. Dasar gadis aneh. Navi melirik ke arah partner kelompoknya. Dia sudah duga, Lila memang tidak berguna. Navi sedang sibuk memahami tugas, tapi justru Lila tidur. Cowok itu terus memperhatikan Lila yang terlihat sedang pulas tertidur. Namun sayangnya, surai panjang Lila sebagian menutupi wajah cantiknya. Tangan kiri Navi bergerak lambat mendekat ke wajah Lila. Dia menyelipkan rambut yang menghalau wajah Lila ke belakang telinga gadis itu. Akan tetapi, dia kemudian menyibakkan semua rambut Lila ke depan wajah Lila dan membuat gadis itu terbangun. "Astaghfirullah, Navi! Gue lagi diem loh!" pekik Lila. "Nih, suruh ngerjain dulu latian soal biologinya. Sebenernya gue kelompokkan sendiri tanpa lo pasti bisa. Lebih enak malah. Soal kaya gini juga 5 menit gue selese." Lila mengangkat sebelah alisnya. Dia masih mengantuk dan ingin tidur lagi. "Yaudah lo aja yang kerjain. Gue cuma nemenin lo. Suka kan, lo, ditemein bidadari kayak gue?" "Kalo gue yang ngerjain, lo nggak bakal bisa paham. Otak lo tuh secuil, kayak biji cabe! Makanya lo harus rajin ngerjain soal sama baca materi!" seru Navi menyonor dahi Lila. "Cepet kerjain! Gue mau buat kontrak perjanjian!" samabung cowok itu. Lila pasrah, dia mulai membuka buku paket biologi miliknya dan mencari tugas yang diberikan Bu Leli. Dia akhinya mau mengerjakan latihan soal itu. Tapi dengan asal-asalan tentunya. Jadi terlunjuk Lila ia gunakan untuk menunennuk opsi jawaban. "Cap cip cup kembang kuncup pilih mana yang mau dicup!" Jari Lila berhenti di salah saju jawaban pilihan ganda itu. "B! Ini jawabannya B!" Jika Navi bisa selesei 20 soal hanya t menit, Lila mungkin bisa selesai hanya dengan waktu 3 menit. "Ini A atau E, yah?" tanya Lila bingung membaca pilihan nomor 5. Dia hanya membaca pilihan jawabannya saja tanpa membaca soal. Astaga, benar kata Navi otak Lila sebiji cabai. Lil beralih memegangi kancing seragam sekolahnya. Dia mulai menggerakan tangannya dari kancing satu ke kancingnya satunya lagi. "A E A E A E. Jawabannya E!" Navi hanya menggelengkan kepalanya dengan muka datar yang dia punya. Ada yah, gadis seperti Lila? Benar-benar tidak bisa diandalkan juga sangat menyebalkan. Lantas, cowok itu menggeserkan kertas yang tadi digunakan untuk menulis sesuatu ke hadapan Lila. "Kontrak belajar NAVILA? Navi Lila? Aaa ya ampun, lucu banget! Kan, gue bilang apa lo tuh sebenernya suka sama gue!" seru Lila sangat girang membaca judul di secarik kertas yang diberikan Navi. "Singkatan doang, gue mager ngetik! Baperan lo! Sini gue ganti lagi aja." Navi hendak menyambar kertas itu namun dia kalah cepat dengan tangan Lila. "Nggak usah ganti, ini udah cocok! Lo beneran mau bantu gue buat belajar? Padahal tadi pagi nolak?" Navi memutar bola matanya jengah. "Gue tetep benci sama lo. Gue cuma mau buktiin kalo gue bisa pegang omongan gue!" "Terserah. Yang penting gue udah nyimpulin, lo emang tsundare. Paling abis galak kayak gini lo nantinya bakal jadi lembut dan bersikap manis sama gue." "Itu gara-gara warna s****n, Permen Karet! Lo aja yang nggak tau!" gerutu Navi dibatinnya. Lila membaca seksama kontrak perjanjian ditangannya. Nomor 1 sampai 3 dia merasa yakin bisa. Tapi, nomor ke empat, sepertinya tidak. "Waktu belajar, jangan gunain apapun yang berwarna biru. Maksudnya? Gue nggak boleh pake pulpen, buku, intinya gue nggak boleh make warna biru? Padahal kan warna itu favorit gue, Nav!" "Gue nggak peduli!" "Kenapa? Sebenernya apa kaitan lo sama warna biru? Apa yang lo sembunyiin, Nav?" tanya Lila. Nada pengucapannya menjadi serius sekarang. Dia sangat penasaran terhadap Navi dan warna biru. Lila terus menatap Navi. Dia mendesak agar Navi mau menjawab. "Jadi, Lila bisa ngerasain hal aneh gue sama warna biru? Apa gue harus bongkar semuanya?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD