51. Rasanya Seperti Mimpi

1098 Words
"Lo lagi ngapain?" Lila mendongak, dia mengulas senyum cantiknya pada Navi yang baru datang. "Rahasia, dong." Dia menutup buku diary-nya dengan segera. Udara segar taman rumah sakit membuat Lila merasa nyaman. Meski kepalanya masih terbujur perban, dia tak merasa pusing sedikit pun. Selama satu bulan dia tak terbangun, rasanya begitu berbeda. Gadis itu semakin memperbaiki kepribadian dirinya menjadi lebih baik. Setelah dulu saat mendapat keanehan yang tidak bisa mengucap dalam hati, kali ini dia merasa bersalah kepada orang-orang yang terlanjur dibuat sakit hati oleh Lila. Dalam batin dia bertekad bahwa akan menjaga mulutnya untuk tidak sembarang berbicara. Navi menyodorkan s**u kotak rasa mangga kepada Lila. Dia lantas duduk di hadapan gadis itu. "Udah lama lo nggak sekolah, materi pelajaran makin nambah banyak," ujarnya. "Nggak papa, tinggal tutor sama lo. Boleh, kan?" Perhatian Navi teralihkan pada sebelah kanannya. Seorang cowok sepelantaran dia sedang memaki-maki penuh amarah pada gadis yang sepertinya adalah kekasih dia. Navi berdecak, dia melirik tidak suka. "Nggak usah kasar sama cewek. Lo nggak kasihan dia mau nangis?" celetuknya. Cowok yang memaki-maki t*i mendadak bungkam, lalu mengusap air mata kekasihnya. Lila tersenyum ke arah Navi. Navi sudah berubah. Dengan hilangnya teori warna biru, membuat Navi tersadar dia sudah melakukan hal yang semena-mena kepada orang lain. Dia sekarang menjadi lebih berperasaan dan peduli. "Boleh." Navi meraih jemari Lila dengan lembut. Dia menatap Lila lekat-lekat. "La, gue sayang sama lo. Lo mau jadi pacar gue?" Rona merah di pipi Lila mencuat, dia mengangguk pelan dengan malu-malu. "Gue juga sayang sama lo, Nav." "Ciye jadian!!" Navi dan Lila menoleh ke samping kiri. Astaga, bukan hanya sahabat Lila, namun Aster, Dahlia, juga Mola ada di sana. Mereka menunduk malu, tak hentinya untuk tersenyum. "Kalo baru jadian, harusnya makan-makan, nih!" usul Magenta yang menggenggam kekasihnya. "Yoi, nggak kalau enggak, borong kolor ijo gue terus bagiin satu-satu sama yang lain!" sahut Diego merangkul Ruby dengan lembut. Aster mendekati Lila, dia mengusap pelan kepala putrinya itu. "Tenang, nanti datang aja ke rumah Lila. Tante yang masakin." Lila menatap haru ke orang-orang itu. Dia sangat bahagia. "Terima kasih semuanya, udah ada buat Lila." Sinar mentari sore menyorot semua yang tersenyum bersama. Lila mendong, menatap langit yang tak berawan. Terima kasih Tuhan, terima kasih atas semua yang Engkau berikan. *** "Nav, jangan gini ih gue malu." Lila terus-terusan menunduk ke bawah pada setiap langkahnya di koridor SMA Sky Blue. Demi kolor ijo nya Diego, Lila begitu tersipu malu saat berjalan bersama Navi alias kekasihnya sendiri pagi ini. Masalahnya, Navi enggan sekali melepas genggamannya pada Lila. Dia pun sesekali meloloskan lirikan tajam jika ada cowok lain yang menatap Lila. Dasar posesif. "Kok malu? Malu lo punya cowok kayak gue?" tanya Navi begitu ketus. Sebenarnya dia sedikit kecewa saja pada Lila. Padahal dulu Lila tak mempunyai rasa malu untuk mengejar Navi. Namun sekarang saat Navi sudah menjadi pasangan Lila, gadis itu justru seperti ingin lenyap dari bumi. "Ini sekolah, Navi. Bisa-bisa gue diamuk sama fans-fans lo." Ya. Lila sangat takut jika nanti dia dikeroyok oleh penggemar Navi. Bagaimana tidak, Navi tampan serta pintar yang terkenal dengan sifat angkuh dan dinginnya bisa mempunyai pacar seperti Lila. "Lo takut? Kan ada gue. Gue siap jadi tameng buat lo, Lila. Eh tunggu ... maksud gue, my boo?" My boo? Jelas Lila langsung melotot tajam karena terkejut. Pipinya langsung memerah karena mendengar sapaan dari Navi. Entah ada apa dengan cowok itu. Bisa-bisanya dia menggoda Lila pagi hari. Dan kenapa bisa dia menjadi sosok yang suka berbicara? Navi terkekeh geli melihat respon menggemaskan dari Lila. Dia pun menunduk, menyejajarkan tingginya dengan Lila, mendekatkan wajahnya ke telinga Lila. "Hello, My Boo," sapa Navi dengan suara beratnya, membuat Lila tidak berkutik sama sekali. "Woyy!! Jangan lo apa-apain Lila!" Magenta dan Diego datang menghampiri sepasang kekasih itu. Diego langsung saja menarik Lila ke belakang tubuhnya, seperti memasang tameng untuk Lila. Magenta bersedekap tangan, menatap tajam Navi. Tiba-tiba saja emosi dia muncul. "Eh Navi, mentang-mentang udah jadian bucinnya di sembarang tempat! Lo mau ngapain Lila tadi? Nyium dia? Kurang ajar ya lo!!"sarkasnya. "Kalo lo pacarin Lila buat kayak gitu, kita nggak bakal restuin!" timpal Diego. "Hah? Gue nggak bermaksud—" "Lila, lo nggak papa, kan?" Navi yang hendak menyangkal tuduhan Magenta dan Diego langsung menarik kerah Diego yang tadi mengacak gemas rambut Lila. Jujur saja itu membuat Navi cemburu. "Jangan sentuh cewek gue!" bentak Navi. Lila langsung panik dan meraih lengan Navi. "Nav, ih Dieoga kan sahabat gue. Jadi—" "Gue nggak suka ya nggak suka, Lila. Lo punya gue, jadi nggak boleh ada cowok lain yang nyentuh lo," tegas Navi dengan amarah memburu. Lila terperangah dengan ucapan itu. Dia tidak tahu jika Navi sungguh posesif. Nyatanya, kepribadian Navi yang keras kepala dan dingin tidak sepenuhnya menghilang. "Nav, udahlah, gue mohon. Jangan cari keributan." "Tapi si Diego ini butuh dikasih pelajaran!" Diego hanya bisa tertawa renyah. Baru kali ini dia melihat Navi yang sensitif soal perasaan. Biasanya, Navi itu seperti tidak punya hati. "Iyaa gue nggak bakal gitu lagi bro. Lo mah jangan posesif banget gini, Lila sahabat gua dari dulu dan ya wajar aja kalo gue nggak sengaja nyentuh Lila. Tenang, gue nggak bakal rebut Lila dadi lo kok," bujuk Diego. "Omong kosong!" "Navi, udah. Atau gue nggak mau nih minta mama masakin ayam panggang lagi buat lo?" Mendengar ayam panggang disebut, Navi refleks melepaskan cengkeramannya pada kerah Diego. Dia segera mungkin menggenggam tangan Lila. "Jangan gitu dong, gue lagi ngidap ayam panggang hari ini. Jangan ancem gue, Lila." "Ya makanya, lo nggak usah bandel, nggak usah cari perkara!" "Iya, Sayang." Bukan hanya Lila, namun Magenta dan Diego pun langsung membulatkan mata mereka. Navi menyebut Lila dengan sebutan apa? Sayang? Ah yang benar saja ini terasa mimpi bagi Lila. "Udah jadian ya bucin. Duku aja suka benatak-bentak Lila!" ketus Magenta. Untung saja dia sudah mencoba move on dari Lila. Kalaj tidak,mungkin dia sedang merasakan kecemburuan paling dalam saat ini. "Iya bener. Dulu aja sering nyakitin hati Lila, sekarang udah manggil sayang sayang segala," timpal Diego. Lila hanya diam, tak merespon ucapan kedua sahabatnya. Justru dia sekarang sedang menatap Navi dengan saksama. Dia ingin sekali melihat reaksi Navi. "Jangan ngomongin persoalan yang dulu dulu. Gue ... gue nyesel udah bikin banyak salah ke Lila. Dan sekarang, gue janji bakal jagain Lila. Gue nggak bakal bikin dia sakit hati. Karena gue bener-bener sayang Lila." Entah karena apa, atmosfer koridor saat ini mendadak tenang dan ucapan Navi tadi sangat membuat orang hanyut. "Navi ... " sapa Lila dengan lirih. "Makasih La, makasih udah nungguin gue selama ini. Makasih udah selalu ada dan tulus buat gue."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD