Part 2

617 Words
Rambut kusut, seragam lusuh, dengan  muka tertekuk masam mewarnai kekasih Rio dengan tiga temannya kali ini. Mereka memutuskan untuk tidak mengikuti pelajaran karena akan merasa percuma jika ilmu yang disampaikan tidak masuk ke otak. Akhirnya mereka mengendap ke kantin belakang sekolah, tempat di mana biasanya para murid membolos. Beruntung hari ini kantin sedang sepi. Karena sebelum tiba, kantin ini sudah digrebek oleh guru bk. Kembali keberuntungan berpihak kepada mereka. Rio dengan telaten menyisir rambut sebahu Ify, tidak terlalu susah karena rambut milik kekasihnya mudah diatur. Biarpun tidak keramas dan sisiran seminggu, sepertinya rambut Ify juga akan tetap rapi. "Banyak bener, Vi? Gak mau nambah lagi?" Sivia terkena kelaparan akut karena melewatkan makan pagi, ditambah harus melawan Dea dkk. Tentu tenaganya terkuras habis, mangkuk bakso pertamanya dengan porsi milik dua orang tinggal menyisakan dua bulatan pentol dan kuah. "Hehe nanti aku nambah lagi, ya, Kak, laper habis berantem." "What, lo mau nambah, Vi? Gila perut karet emang lu ye," pekik Shilla tak sengaja tangannya terkena wajah Cakka. "Shil, muka ganteng gue!" "Hehe, sori Kakak sayang. Habis kaget nih ama si bakpao satu." "Apa dah, Shill, kok jadi gue yang lu bawa-bawa?" protes Sivia kesal. Semua rada ngeri kalo Sivia kesal jangan sampai dia ngambek deh, karena kalo sampai itu terjadi gak cukup jika hanya makan tiga mangkok bakso. " Gak papa, nambah aja aku bayarin." Alvin mengelus rambut Sivia membuat kekasihnya itu tersenyum lebar ke arahnya. "Dasar pasangan aneh," cibir Gabriel tak habis pikir dengan kejadian Alvin dan Sivia saat di medan pertempuran tadi. "Sirik aja lo," Alvin meletakkan sepiring kentang goreng yang baru diantarkan oleh mak Sam, penjaga kantin di hadapan Sivia. Ia kembali mengacak-acak sayang rambut kekasihnya kala ucapan terimakasih ia dapatkan. "Dihabisin." Begitulah cara Alvin menyenangkan hati Sivia. Gadis itu tidak bisa dikasari apalagi dibentak. Namun, jika dimanja Sivia akan bersikap lembut dan menyenangkan. "Iya, Vin, heran gue saat lu jadi pemandu sorak tadi," Cakka membenarkan. "Ya ngapain coba gue capek-capek misah, kalo bisa berhenti sendiri." "Ehhh Kak Rio pelan-pelan sakit," adu Ify sambil meringis. Rio terkesiap padahal ia sudah berusaha sepelan mungkin untuk merapikan rambut Ify dengan sisir. Hanya saja fokusnya sedikit teralihkan karena percakapan teman-temannya. "Ehh Fy, kok perasaan rambut kamu banyak banget rontoknya." Ify kembali meringis mendengar penuturan Rio. Ikut prihatin menatap rambutnya yang begitu banyak menempel di sisir milik Shilla yang selalu gadis itu bawa ke sekolah. "Iya deh, Fy, gue yang tadi rambutnya kusut lebih kusut dari lo gak sebanyak lo juga rontoknya," ucap Shilla membenarkan. Tangannya mencomot kentang goreng milik Via dan langsung dihadiahi pukulan ditangannya oleh gadis berpipi chubby tersebut. Sivia cemberut tidak terima, namun kekesalannya menguar karena Alvin kembali mengelus rambutnya penuh sayang, akhirnya ia ikut terfokus ke arah Ify. Ify salah tingkah ditatap seperti itu. "Ohh gak tau, mungkin rambutku agak rusak. Soalnya belum ke salon." Agni menatap Ify curiga. Diantara teman-temannya yang lain mang Agni-lah yang cukup peka dengan keadaan. Perasaan baru seminggu kemarin mereka sama-sama pergi ke salon untuk perawatan diri. Beberapa hari ini pula, Agni sering memerhatikan adik dari pacarnya itu. Muka Ify terlihat pucat dan kuyu. Gadis itu juga gampang sekali merasa lelah. Absen ekstrakulikuler musik yang mereka ikuti, pernah juga membolos tanpa alasan dan tidur di ruang kesehatan. "Bener? muka loe kok pucet?" "Iya, Ag, bener. Gue kan emang gini mukanya." Ify berusaha meyakinkan teman-temannya. Sesekali melirik sang kakak yang diam tertunduk di samping Agni. Gabriel tak membuka suara barang sedikitpun. Padahal Ify ingin meminta bantuan untuk mengalihkan pembicaraan ini. "Kak Rio, lapar." Kini ia beralih ke kekasihnya yang masih menatap bingung ke arah sisir. Merasa bersalah karena mencabut begitu banyak rambut Ify. "Udah gak papa, rambut aku gak bakal habis juga." "Gak sakit 'kan?" Ify menggeleng berusaha meyakinkan. Namun, Rio masih juga merasa janggal. Entah kenapa hatinya tiba-tiba merasa resah dan takut. Ia mengira ini hanya rasa bersalahnya kepada Ify. "Maaf."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD