#7 : Film Horor

1659 Words
Lily memacu mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke gedung Penthouse tempat tinggal bosnya berada, dan tiba di sana kira-kira lima belas menit kemudian. Gadis itu kemudian menaiki lift khusus VIP yang dijaga dengan keamanan ekstra ketat, dan hanya bisa digunakan oleh penghuni Penthouse serta orang-orang tertentu saja dengan priviledge khusus. Lily pun termasuk di dalam kelompok priviledge tersebut, karena Trevor telah memasukkan identitas sekretarisnya itu sebagai tamu yang boleh naik ke tempat tinggalnya yang berada di lantai tertinggi gedung pencakar langit ini. Dengan menempelkan sidik jari pada finger print screen, Lily pun akhirnya bisa masuk ke dalam pintu Penthouse yang terbuka. Pemandangan yang pertama yang ia lihat adalah ruang tamu luas super mewah dengan perabotan modern perpaduan warna abu-abu, putih dan warna kayu. Dinding di bagian luarnya terdiri dari panel-panel kaca lebar yang memperlihatkan gedung-gedung penuh lampu bercahaya di sebelahnya, yang terlihat begitu semarak dalam situasi di malam hari seperti ini. Bi Marsi, ART yang bekerja di Penthouse Pak Trevor pun menyambut Lily dengan senyuman yang ramah. "Den Ethan ngambek, Non," adu ART itu kepada Lily sambil berbisik. "Dia kepengen ikut, tapi sama Tuan nggak diijinkan." Lily mengangguk, mengerti kenapa Pak Trevor melarang Ethan untuk ikut. Jika dilihat dari konsep pesta yang tertera pada undangan, memang tidak dianjurkan untuk membawa serta anak-anak. Lily memang sedikit merasa aneh dengan kalangan jet set yang gemar sekali menyelenggarakan pesta pernikahan yang hanya dikhususkan untuk orang dewasa saja. Bagaimana dengan tamunya yang sudah berkeluarga? Lihat saja Ethan yang malah kesal karena tidak bisa pergi bersama Daddy-nya. Acara khusus dewasa begitu biasanya akan ada penampilan dari para stripper, fashion show ala Victoria Secret, atau bahkan sesuatu yang lebih nyeleneh lagi. "Pokoknya Daddy nggak boleh pergi!" Lily mendengar suara rengekan yang berasal dari kamar Ethan, dan memutuskan untuk segera mengayunkan langkahnya ke sana. "Tok-tok. Halo, Ethan. Tante boleh masuk, nggak?" Lily berusaha mengulas senyum semanis mungkin ketika mengetuk pelan pintu kamar yang telah terbuka itu. Pak Trevor duduk di ranjang besar berbentuk kapal bajak laut yang lengkap dengan bendera hitam bergambar pedang yang menyilang. Ada buntalan berbentuk tubuh kecil yang bersembunyi di balik selimut di sebelah Pak Trevor. Itu pasti Ethan yang sedang ngambek. Mendengar suara Lily, Ethan pun membuka selimutnya serta menegakkan tubuhnya. "Tante Lily! Tolong dong bilangin sama Daddy, jangan berangkat kecuali aku boleh ikut!" Serunya. Suara helaan napas pelan menguar dari bibir Trevor yang melihat putranya begitu kesal padanya. "Kamu mau bicara sama Tante Lily dulu, Ethan?" Ethan mengangguk. "Daddy tunggu saja di luar, tapi tetap nggak boleh pergi!" Trevor tidak menjawab, melainkan mengusap sayang rambut kecoklatan Ethan yang lebat, sebelum dirinya beranjak berdiri dari ranjang dan berjalan menuju ke pintu. "Please bujuk dia," ucap Trevor pelan dengan nada memohon kepada Lily. "Nggak salah nih, Pak? Ethan dan saya selama ini kan musuhan loh," tukas Lily bingung, heran kenapa malah dirinya yang diminta membujuk setann kecil yang lagi ngambek. "Dia minta kamu datang, itu artinya dia tidak menganggap kamu musuh, Lily." "Iya, bukan musuh. Tapi object penderita," guman Lily menyindir sambil memutar kedua bola matanya. "Yang penting bukan musuh, ya kan?" Timpal Trevor seraya menyunggingkan seringai setengah yang meskipun sangat tampan namun terlihat menyebalkan di mata Lily. Seakan bagi bosnya itu, tidak masalah jika Lily selalu menjadi korban kejahilan putranya! Baru saja Lily hendak memprotes, tiba-tiba saja Trevor mendekatkan bibirnya di telinga Lily. "Kalau kamu berhasil membujuk Ethan, saya akan kasih jatah cuti full gaji, plus tiket pesawat Business class dan penginapan hotel bintang 5 di Bali," bisik Trevor. Lily merinding ketika merasakan hembusan napas hangat beraroma mint di telinganya. Membuat ingatan akan malam kemarin kembali terngiang di otaknya, seakan Lily terlempar kembali pada kejadian kemarin. "Kamu suka, Lily?" Suara serak Pak Trevor yang berbisik di telinganya saat kedua tubuh mereka sedang terjalin dalam irama hasratt, saat itu hanya dijawab oleh suara lenguhann Lily yang mulai kelelahan karena hujaman dari lelaki bersurai pirang redup itu. Lily pun sontak mengerjapkan kedua matanya demi mengusir bayangan akan kejadian kemarin malam dari pikirannya. Sadar, Lily! Apa yang barusan diucapkan bosnya itu jauh lebih menggiurkan dari sekedar napas wangi beraroma sultan! Yang benar saja! Setelah memarahi dirinya sendiri dalam hati, Lily pun berusaha fokus pada penawaran Pak Trevor. Setelah bertahun-tahun tak pernah cuti, akhirnya bosnya itu mengijinkannya juga! Plus full gaji, tiket pesawat kelas bisnis, dan penginapan bintang 5 di Bali?? Gila, gila! Ini sih tawaran yang sangat rugi jika dilewatkan. Yang perlu ia lakukan hanyalah membujuk anak setann yang lagi ngambek ini saja. Gampaang!! Ketika Trevor akhirnya keluar dari kamar putranya, Lily pun berjalan perlahan menuju tempat tidur berbentuk kapal bajak laut itu dan duduk di sisi ranjang tepat di samping Ethan. "Tante Lily saja diajak sama Daddy, kenapa aku enggak?" Cetus anak itu sembari mengamati Lily yang berdandan dan mengenakan gaun. "Pestanya bukan untuk anak-anak, Ethan. Makanya Daddy kamu nggak bisa bawa kamu ke sana," tutur gadis itu. "Kalau begitu Daddy juga nggak boleh pergi!" cetus Ethan keras kepala. "Oke. Done. Daddy-mu nggak akan pergi kalau begitu," tukas Lily, sembari menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang dengan santai. Lily tahu kalau ini artinya dia gagal mendapatkan cuti serta segala kenikmatannya, tapi entah kenapa ia sama sekali tidak keberatan. "Karena nggak jadi berangkat, Tante boleh kan menemani kamu di sini?" Ethan pun mengerjap kaget ketika melihat Lily yang sebegitu mudahnya menerima permintaannya. "Beneran nggak jadi pergi?" tanyanya tidak percaya. "Tante nggak bohong kan?" "Nggak dong. Jadi gimana? Tante boleh kan di sini?" Desak Lily. Ethan mengangguk pelan dengan pikiran kosong, pada awalnya. Tapi kemudian sebuah ide pun terlintas di pikiran jahil anak itu. "Tante, temani aku nonton film ya?" "Sure." Lily pun beringsut untuk turun dari ranjang, untuk berjalan ke arah televisi layar lebar dan melihat-lihat koleksi film yang dimiliki Ethan dengan mengambil remote dan menekannya. "Mau nonton apa?" Tanya Lily yang asik memilih-milih. Trevor telah memasukkan koleksi ratusan film kartun ke dalam memori televisi, hingga Ethan pun bisa memilih apa yang ia suka. "Nggak mau kartun ah, bosen. Horor saja." Lily sontak membulatkan matanya menatap Ethan. "Heh? Kamu kan masih kecil. Memangnya berani lihat film horor??" "Alah, bilang aja Tante Lily yang penakut," ucap bocah bule itu dengan satu alis terangkat dan kedua tangan bersidekap dengan sikap mencemooh. "Ish, enak aja! Ya enggaklah, masa sama film aja takut!" Ketus Lily. "Hmm... kalau begitu kita taruhan yuk, Tan! Siapa yang kalah karena menutup mata waktu nonton, harus mengabulkan satu permintaan dari yang menang!" Cetus Ethan jahil. "Ck. Oke. Siap-siap aja bakalan kalah, Ethan. Haha." Lily sengaja mencari film horor dengan rate yang ramah anak, dan pilihannya pun jatuh pada sebuah film yang agak lama tapi cukup seram tentang rumah yang berhantu. "Kebetulan Tante juga belum pernah nonton yang ini," ucap Lily antusias, ketika mulai menekan tombol play dan ikut duduk di ranjang berbentuk kapal bajak laut bersama Ethan. "Buka mata kamu lebar-lebar, Ethan. Jangan ditutup, atau kamu akan mengabulkan satu permintaan dari Tante," ledek Lily penuh percaya diri. Ethan tidak menjawab. Bocah itu hanya diam dan menyunggingkan senyum kecil penuh arti. *** "Aaaaak!! Huhu... udah lewat belum sih, hantunyaa???" "Belum, Tan. Itu dia masih kerasukan, lehernya bisa menoleh lurus ke belakang gitu. Terus pinggangnya bengkok ke samping," tutur Ethan santai sambil mengunyah kripik kentang. Lily yang sedang menutup mata dengan kedua tangannya pun hanya bisa meringis. Bodo amat sama taruhan! Dasar film ngga ada akhlak! Kenapa bisa seremnya nggak kaleng-kaleng gitu sih? Dasar si Lily juga sok-sokan berani, udah tau nyalinya cuma setipis tisu dibagi dua! "Udahan aja deh nontonnya," pinta Lily memelas. Jujur saja dengkulnya mulai lemas melihat penampakan hantu yang lebih nyeremin daripada dompet tiris di akhir bulan. "Iya~ Tante ngaku kalah, kamu boleh minta satu permintaan, Ethan. Jangan susah-susah tapi." Ethan tersenyum lebar sembari meraih remote untuk menekan tombol Stop. Seketika gambar menyeramkan di layar lebar televisi itu pun menghilang. "Karena Tante kalah, aku mau Tante nyanyiin lagu buat aku," ucap bocah itu sambil diam-diam meraih ponsel yang ia simpan di balik selimut. "Ish, kalau nyanyi doang sih keciiiill..." Sahut Lily meremehkan. "Dangdut. Lagunya harus dangdut, dan sambil joget. Ayo, Tan!" sergah Ethan. "Ck. Okee!" Lily yang tidak tahu bahwa Ethan diam-diam tengah merekam dirinya pun segera bangkit dari ranjang. Dengan cueknya, gadis itu mulai bernyanyi sambil berjoged dengan berbagai gaya. Dari gaya ular kobra sampai baby shark. Ethan menggigit bagian dalam mulutnya agar tidak menyemburkan tawa. Lily pasti akan kaget, kalau mengetahui bahwa sesungguhnya Ethan tengah membidik dirinya dalam Live i********:! *** Lily keluar dari kamar Ethan dengan senyum penuh kebanggaan yang terpulas lebar di bibirnya. Gadis itu mengayunkan langkahnya dengan ringan menuju ke arah kitchen yang luasnya sama dengan luas seluruh apartemen Lily. Manik gelapnya menangkap sosok Trevor yang sedang duduk di kursi berbentuk stool bar sambil melihat ke arah ponselnya dan tertawa kecil. Lily pun berbinar-binar ketika melihat ada dua gelas kopi yang berada di atas meja. Pasti Bi Marsi yang bikinin. "Sudah beres, Pak. Sekarang Bapak sudah bisa berangkat," lapor gadis itu dengan ekspresi ceria, sembari menyapa bosnya yang terlihat masih fokus pada ponselnya. "Eh, Lily?" Trevor pun buru-buru berdiri dari duduknya. "Ethan sudah tidak ngambek lagi ya?" Lily mengangguk dan meraih cangkir kopinya. "Ya jelas dia nggak ngambek. Saya yakin malah sekarang dia sedang tertawa karena sudah bikin kamu jadi dikenal di keluarga besar saya," ucap Trevor kalem. "Kamu nggak nyadar, kalau Ethan merekam nyanyian dan tarian absurd kamu tadi untuk Live di i********:?" Tanya Trevor, yang sontak membuat Lily menyemburkan kopi yang ia hirup. "Ma-maksud Bapak apaa?!" Tanya Lily yang mulai merasa shock mendengar perkataan bosnya. Trevor tertawa kecil sembari mengangsurkan beberapa lembar tissue kepada Lily untuk mengelap wajahnya yang basah terkena kopi. "It's okay, Lily. Lagipula follower i********: Ethan cuma keluarga saya saja, kok. Bukan orang kantor." Untuk beberapa detik Lily berusaha mencerna perkataan Trevor dengan otaknya yang mendadak gagal loading. Tunggu, tunggu. Jadi si anak setann itu sengaja membuatnya nyanyi sambil joged dangdutan, dan dipamerkan ke seluruh anggota keluarga besar Bradwell yang semuanya adalah sultan baginda tajir melintir, dalam sebuah Live i********:?! Ethan siaaalaaaannnn!!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD