Chapter 14

1009 Words
Bagai benang kusut. Informasi baru bukanlah peluang menuju jalan kebenaran. *** Elard membeli minuman segar di dalam sebuah mini market. Setelah membayar, ia meminum di tempat yang disediakan, masih di dalam mini market. Sikapnya gelisah. Sepertinya Daniel juga sedang mencarinya. Wajar saja, Daniel bukan orang bodoh, mengetahui jika Elard tidak pernah ada lagi di kantornya, tentu akan menjadi tanda tanya. Tadi, setelah bicara panjang lebar dengan Alim. Elard menyampaikan bahwa dirinya merasa sedang dibuntuti. Ia memarkir mobilnya di hotel, membuka kamar, setelahnya ia keluar lewat pintu belakang, dan memesan ojek online. Meski hanya sekedar perasaan, Alim tetap ingin memeriksa keadaan. Ia yang berinisiatif mengambil mobil Elard, mencoba memastikan apakah dibuntuti atau tidak. Postur tubuh keduanya agak berbeda, Alim sedikit lebih kekar dan besar, tapi keduanya memiliki tinggi yang sama. Alim menawarkan penukaran pakaian, yang disetujui Elard. Tiba-tiba ponselnya berdering dan itu dari Alim. "Memang kamu dibuntuti." Elard mengusap wajahnya perlahan. Perasaannya benar. "Mobil?" "Tidak. Motor. Dan sepertinya ia memiliki rambut panjang." "Lalu bagaimana?" tanya Elard. Ia harus kembali ke Bandung. "Apa kamu harus ke Bandung hari ini?" "Harus. Sasi perlu dijaga." "Pakailah bis. Nggg..., kamu pernah tau cara naik bis, 'kan?" Pertanyaan yang konyol tapi wajar untuk Alim. Ia sudah menyelidiki latar belakang Elard yang mewah, tak terpikir bagi Alim Elard pernah menaiki kendaraan umum untuk suatu perjalanan. Bahkan ojek online itu saja, baru pertama kalinya Elard menggunakan. Elard senyum sendiri. "Saat sekolah di Inggris, saya pakai bis sekolah. Tapi, ya, saya belum pernah naik bis antar kota apalagi antar propinsi." "Saya akan minta Fajar menemuimu. Tunggu di situ." Fajar adalah adik Alim. Elard sempat berkenalan saat Fajar baru pulang dari sekolah yang kebetulan pulang lebih cepat karena ujian. "Tidak perlu. Saya bisa naik taksi dari sini. Ada taksi yang bisa antar saya ke Bandung." "Jangan! Ini saya masih berputar-putar. Tak lama lagi juga akan ketahuan. Daniel dan anak buahnya pasti akan mencarimu melalui armada taksi. Dengan kemampuan koneksinya, ia bisa meminta bantuan pemilik armada untuk menanyai awaknya. Ojek online juga saya gak mau resiko. Sudah, Fajar saja." Elard tak lagi menolak. Perkataan Alim ada benarnya. "Fajar akan membantumu sampai naik ke bis. Nanti turun dari bis, kamu jangan naik taksi. Pakailah ojek biasa," saran Alim. "Baik. Nanti mobilnya kamu bawa saja. Saya gak mau banyak tanya dari rumah." Alim meng-iya-kan dan menutup telepon. Elard sendiri menulis pesan untuk Sasi. 'Saya pulang. Tunggu, ya.' *** Mahesa gelisah di ruang perpustakaan yang sekaligus ruang kerjanya. Ia duduk mondar-mandir dari kursi kerja ke sofa, begitu terus. Pikirannya ke mana-mana. Ia menunggu berita dari Elard, juga memikirkan apa langkah selanjutnya. Gusti sendiri sudah menginformasikan kalau vila Albert sekarang justru terlihat dijaga ketat. Dari info orang sekitar, sebelumnya hanya dijaga dua orang. Ini menandakan Albert sudah mengetahui kalau sedang diselidiki. Kini, Albert juga mengawasi Elard. Untuk yang ini masih misteri. Apa alasan jelas Albert mengawasi Elard. Ada banyak kemungkinan-kemungkinan. Hal yang tidak jelas seperti ini yang justru membuat gelisah. Pergerakan mereka semakin sempit. Rancana sembunyi harus disusun matang. Terutama perihal keselamatan Sasi. Sedangkan mereka, belum mendapatkan bukti-bukti yang kuat. Ponsel Mahesa berdering. Panggilan dari Elard. "Kamu di mana. Saya sudah di rumah," ujar Elard setelah telepon diangkat. "Perpustakaan." Telepon dimatikan dan Elard masuk. Mahesa tidak terkejut dengan penampilan Elard yang sederhana. Pria itu sudah menceritakan semua tadi di telepon sebelum seseorang datang menjemputnya. "Bagaimana?" tanya Mahesa setelah Elard duduk. "Kasus ibu saya akan dianggap sebagai kecelakaan tunggal." Elard menyandarkan tubuhnya. "Keterlibatan Daniel?" "Belum ada bukti. Alim sedang menyelidiki atasannya. Termasuk menyelidiki saksi tunggal yang tidak jelas keberadaannya. Saksi ini memberikan alamat yang salah." "Dan orang yang membuntutimu, yakin itu suruhan Daniel?" "Saya tidak punya musuh. Dengan Daniel pun tidak ada permusuhan. Tapi.... Saya tidak punya pilihan selain itu orang suruhan Daniel." "Apakah ia menduga kamu masih berhubungan dengan Sasi?" "Setelah dipikir lama. Rasanya Daniel tidak akan berpikir ke arah sana. Sudah terlalu lama saya tidak ada kontak dengan Sasi dan saat Sasi menghilang pasti salah satu orang yang dipantau Daniel adalah saya. Sekian lama mengintai, pastinya Daniel berpikir saya serius dengan perpisahan." Ada perasaan sesak di d**a Elard ketika mengatakan itu. "Lalu apa alasan dia membuntutimu? Katamu, kemungkinan ketidakhadiranmu di kantor." "Iya, tadinya begitu. Tapi ini konyol. Usaha Blenda tersebar di mana-mana. Kau tahu itu, 'kan? Wajar jika saya meninggalkan perusahaan untuk waktu agak lama jika terkait pengembangan usaha atau lainnya. Daniel sebagai pengusaha pasti memahami itu. Tersisa satu kemungkinan yang masuk akal." "Apa?" "Daniel curiga Mama menyampaikan sesuatu ke saya. Ia meminta orang untuk memantau pergerakan saya." "Bicara tentang ibumu. Malam kemarin kamu bilang ada yang akan kamu sampaikan?" "Oh itu. Iya." Elard terdiam sesaat. "Beberapa jam sebelum Mama kecelakaan, beliau menelepon tentang niat mempertemukan saya dengan Sasi." "Iya. Kamu sudah cerita itu." "Ada yang janggal yang saya baru ingat saat perjalanan pulang." "Apa?" "Mama bertanya apakah saya pernah bertemu dengan om atau tantenya Sasi." "Hah?" Mahesa melongo. Dia sudah mengikuti keluarga Daniel Geofrey lama. Dia tak pernah tahu jika Daniel punya adik perempuan. "Daniel adalah anak tunggal, sampai kemudian Sasi lahir. Di semua dokumen juga begitu." Elard menghela napas. "Ini membuat teka-teki Daniel semakin rumit. Orang-orang yang tahu atau terlibat sudah meninggal. Hanya menyisakan sedikit petunjuk." "Kamu saat itu tidak bertanya?" "Sudah. Tapi mungkin karena ada juga pengaruh alkohol, Mama justru membicarakan hal lain yang juga sama membingungkannya." Elard mengusap rambutnya ke belakang. Ia mulai frustasi dengan sedikitnya petunjuk dan gelapnya jalan keluar. "Coba bicara yang jelas," tuntut Mahesa yang mulai ikut frustasi. Elard menatap Mahesa tajam. Tanya Mahesa adalah tanyanya pada Susan. "Kenapa?" tanya Mahesa bingung mendapat tatapan sedemikian rupa dari Elard. "Saya juga bertanya itu ke Mama. Bicaranya tidak jelas dan aneh. Saat itu Mama sepertinya sedang didesak Daniel untuk memberitahukan perihal saya dan Sasi. Apakah ada kemungkinan saya bertemu dengan Sasi. Tapi karena Mama tidak tahu, beliau menjawab mungkin. Masalahnya adalah, Mama menjadi tidak nyaman dengan cara Daniel menuntut jawaban dan arah pertanyaan yang tiba-tiba dari Daniel. Sepertinya ada yang salah dengan percakapan keduanya." "Ini semakin tidak masuk akal. Saya bahkan tidak punya petunjuk satu pun jika benar Daniel punya saudara lain selain Sasi." Mahesa terdiam sesaat. "Ini berarti target Daniel tak hanya Sasi dan saya. Tetapi kamu juga." "Apa investigasimu mengalami kemajuan?" Mahesa menggeleng. "Vila itu kini justru dijaga sangat ketat. Padahal sebelumnya hanya dijaga dua orang." "Daniel sedang bergerak cepat. Apalagi setelah dia tahu kalau kamu masih hidup." Keduanya terdiam. Menyadari bahwa Daniel kini bergerak lebih cepat dari mereka. Harus ada perubahan rencana. Mendekati bahaya atau menjauhi bahaya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD