bc

Pelukan Terakhir Untuk Ibu Pertiwi

book_age18+
484
FOLLOW
2.2K
READ
family
friends to lovers
pregnant
drama
sweet
bxg
serious
soldier
sniper
small town
like
intro-logo
Blurb

Namaku Gibran Angkasa Nusa, seorang tentara yang menjaga kedaulatan negaranya. Aku memiliki seorang sahabat, dimana dia akhirnya menjadi istriku. Dia menemaniku sejak masih SMK, hingga aku menjadi tentara, namanya Agni Chandrasa Eka Pertiwi. Kami menikah dengan bahagia akan tetapi kehidupan tentara adalah sesuatu hal yang baru bagi Agni meski dia sebenarnya tahu apa saja risiko pekerjaanku.

Drama-drama pernikahan mulai muncul saat aku harus bertugas jauh darinya, dia selalu mengatakan tidak apa-apa, pekerjaanku memang untuk negara. Akan tetapi dalam tengah malamnya dia menangis. Aku paham mungkin dia khawatir tapi begitulah pekerjaanku. Drama semacam itulah yang menemani perjalanan rumah tangga kami beserta anak-anak yang nantinya tumbuh tanpa aku.

chap-preview
Free preview
Perihal Aku dan Agni
Namaku Gibran Angkasa Nusa, tentara yang tengah bertugas di Yonif 413/Bermoro, berpangkat Sersan Satu. Tinggi badan 180 cm, berat badan 75 kg, mempunyai perut kotak-kotak, rambut hitam dengan potongan cepak, dan berparas cukup tampan. Usiaku saat ini 25 tahun. Usia yang matang dimana laki-laki mapan sepertiku dituntut untuk segera menikah. Banyak perempuan yang sebenarnya berada di dekatku, tapi tidak pernah terbayangkan akan menikahi salah satu di antara mereka dalam waktu dekat. Sedangkan ibu dan ayahku selalu memintaku membawa menantu saat aku pulang ke rumah di Klaten, Jawa Tengah. Hal itu lah yang terkadang membuatku malas pulang meski ada waktu panjang. Bukan aku tidak merindukan orang tuaku. Aku merindukan mereka. Hanya saja aku tidak sanggup menjawab pertanyaan, "Mana calon menantu ibu?"Jika dulu aku menjawab, "Nantilah Bu, nunggu Sertu dulu." Untuk sekarang, sudah tidak ada alasan lagi. Maklum sebenarnya jika ayah dan ibuku semacam itu, sebab aku anak semata wayang. Ayah seorang polisi aktif yang tahun ini akan purna tugas.  Sementara ibu hanya ibu rumah tangga. Acapkali merasa kesepian karena aku tidak di rumah dan ayah pun sibuk. Beliau mendambakan menantu serta cucu yang akan selalu mengunjungi beliau. Sebenarnya ada satu perempuan yang sesekali menjenguk ibu. Dia sahabatku, Agni. Jauh-jauh datang dari Kabupaten Karanganyar ke Klaten hanya untuk menjenguk orang tuaku. Perjalanan 2 jam bagi Agni biasa, tapi terkadang aku tidak tega jika ia terlalu sering ke rumahku, dia pasti lelah. Tunggu, pasti ada yang bertanya, bagaimana bisa Agni menjadi sahabatku padahal jarak kota kami cukup jauh. Semua berawal dari perintah orang tuaku agar aku menemani Eyang yang satu kabupaten dengan Agni. Akhirnya aku menuntut ilmu di sekolah yang sama dengannya. Perempuan pada kesan pertama menurutku aneh, karena mau bersekolah di sekolah yang mayoritas penduduknya laki-laki. Katanya laki-laki lebih seru daripada perempuan. Aku sempat berpikir bahwa Agni adalah perempuan gatel yang suka dekat-dekat dengan laki-laki. Namun kenyataannya tidak. Bahkan, ia menjadi ketua OSIS saat kelas XI, menjadi perempuan yang paling dihormati dan dijaga di sana. Tidak ada laki-laki yang berani menggodanya dengan sentuhan. Setiap laki-laki di sana menganggap Agni adalah perempuan yang terhormat. Sepanjang 3 tahun bersekolah di sana tidak sekalipun Agni memiliki kekasih. Ke mana-mana ia hanya denganku, padahal aku memiliki kekasih di sana-sini dan aku lebih memilih menghabiskan waktu di sekolah bersama Agni dibanding pergi dengan kekasihku. Itu membuat Agni terus-menerus ada dalam pergulatan masalah. Pernah sekali, dia disiram kuah soto karena menonton film denganku dan ketahuan oleh pacarku. Beberapa kali Agni memintaku untuk mementingkan pacarku, tidak masalah untuknya tapi aku yang tidak mau. Hal itu membuat Agni seringkali dicap perempuan perebut pacar orang oleh sesama perempuan. Sebaliknya, bagi banyak laki-laki di sekolah kami, Agni adalah calon istri idaman. Apalagi dia bukan wanita yang mudah menyerah. Entah bagaimana caranya seorang siswi lulusan SMK bisa masuk PTN jurusan Ilmu Komputer, lalu entah bagaimana caranya pula dia bisa bekerja di sebuah bank BUMN. Sekolah di STM juga bukan berarti menjadikan Agni perempuan yang tomboi. Ia jago masak, khususnya masakan yang tidak banyak berkuah. Ia perempuan yang selalu memakai roknya, dipadu kerudung modis tapi tetap menutup dadanya. Benar-benar idaman. Meski aku sangat mengenalnya, sampai saat dia tetap sahabatku, meskipun aku selalu berganti-ganti pasangan, sahabat perempuanku tidak pernah berganti. Ibu juga sering menggodaku untuk segera menikahi Agni. Aku selalu menjawab tidak mungkin karena Agni sahabatku. Tapi ibu selalu bilang beliau menyukai Agni dan aku tetap menjawab Agni adalah sahabatku tidak lebih. Itu membuat beliau selalu memintaku untuk mengenalkan perempuan selain Agni sebagai calon istri. Menurut kabar yang berhembus, sebenarnya sudah banyak laki-laki yang datang ke rumah Agni untuk melamar, tapi belum satupun dari mereka berhasil memiliki Agni. Atau terkadang laki-laki melangkah mundur sebelum mendekati Agni karena ada aku. Kami memang menjadi penghalang satu sama lain. "Cakra!" sapa salah satu rekanku yang sedang berjaga di pos. Aku menganggukkan kepala lesu. Hari ini amat sangat melelahkan. "Agni," sapaku pada perempuan yang menungguku di bawah pohon di depan pintu Utara Yonif. Maklum warga sipil sulit masuk ke markas, pasti ditanya dulu ada keperluannya. Sementara Agni tidak mau ribet. Terpaksa aku yang harus menemuinya di luar Yonif. "Dibawain nggak?" tanyaku. "Nih!" Mengangkat rantang dan memberikannya padaku. Dia terlihat kesal dan inilah ekspresi yang selalu membuatku tersenyum. "Sok atuhlah nikah, Bran, nikah! Jangan ngerepotin temen mulu!" Bibirnya sedikit manyun membuatku gemas. "Yaelah, kaya ibu, kamu." Bosan mendengarnya tapi raut wajah Agni membuatku tertawa. "Lagian kamu juga masih mau buatin makanan buat aku." Membuka rantang susah payah, apa yang dimasaknya kali ini. "Lagian nggak tiap hari juga kan aku minta dimasakin. Gitu aja ngeluh." "Ishhh!" desisnya kesal. "Kalau kamu nggak mau masakin aku lagi. Sana gih, nikah!" godaku menutup rantang. "Belum ada yang cocok, Bran. Nggak dapat nyamannya sama mereka." Menghela napas. "Dari dulu kamu nyamannya cuma sama aku." "Pede kamu!" Menyalakan sepedanya. "Eh eh..." Aku mencabut kunci motornya dan dia kesal. "Mana, Bran. Aku capek banget, baru pulang langsung masakin buat kamu terus ke sini. Aku belum mandi tahu, kucel tuh." Mengusap wajahnya. "Ah, belum mandi juga banyak yang melirik," godaku memasukkan kunci motornya ke dalam saku seragam dorengku. "Ishhh." Dia memicingkan matanya hendak menerkamku. Tin... tin... Suara klakson salah satu anggota reguku yang melewati aku dan Agni. "Buruan nikahin, Ndan, nikahin!" teriak prajurit yang memang kukenal. Namanya Bagas. "Dasar tentara urakan," gumam Agni setelah Bagas menjauh. "Dia sudah seperti adikku sendiri loh," kataku melihat Bagas menghilang. "Bodo amat!" "Pulang nanti saja, Agni," bujukku. "Ngobrol dulu." Mendekatkan wajahku pada wajahnya, hanya lima belas senti jarak kami. Agni tidak menatap mataku, entah mulai kapan Agni tidak berani menatap mataku seperti dulu. Tapi aku tetap menyukai momentum semacam ini. "Mana kunci motorku atau aku tidak lagi membuat makanan untukmu!" ancamnya memicingkan mata paduku hanya sedetik selebihnya dia kembali memandang ke arah lain. "Lagi PMS, ya?" tanyaku menebak lalu bangkit dan merogoh kunci di sakuku. "Itu tahu," jawabnya tanpa malu. Baiklah, ini adalah kondisi dimana aku sangat takut pada Agni. Siapapun yang ada di dekatnya saat masa PMS lebih baik jangan mengganggunya atau bahaya akan mendekat. "Nih." Memberikan kuncinya. "Pulang gih, mandi, tidur," pesanku. 9 tahun lebih bersama Agni, aku hafal betul bagaimana dia. Dari yang kulihat, hari ini adalah hari pertamanya PMS. Aku yakin dia menahan sakit di pinggang dan perutnya. Akan lebih baik jika aku tidak membuatnya marah. "Oke, aku pulang," pamitnya masih kesal. "Hati-hati ya." Tersenyum manis dan dia tidak membalas sedikitpun. "Maaf lho, ngerepotin." "Biasanya juga gitu!" ketusnya lalu pergi. Agni selalu dingin di masa PMS-nya. Aku yakin suaminya nanti akan tersiksa. Kalau aku, tentu sudah paham betul bagaimana dia. Aku masih tidak beranjak, ingin menatap punggung Agni sampai menghilang. Entah kenapa aku selalu bahagia saat bersama Agni. Tanpa kusadari senyumku telah mengembang. Di antara semua perempuan yang ada di dekatku hanya dia yang mampu membuatku tersenyum tanpa sadar. Dia sahabat terbaikku, batinku saat punggung Agni benar-benar enyah dari pandanganku. "Danru," panggil Bagas. Ia anggota baru di reguku, pangkatnya Prajurit Dua atau Prada. "Sejak kapan kamu disini?" tanyaku padanya. Aku yakin tidak mendengar suara motor mendekatiku. "Siap, sejak, Danru tersenyum sendiri tadi," jawabnya. "Ah, nggak mungkin," elakku berdasarkan telinga yang tidak mendengar suara motor. "Siap, sibuk ngelihatin cewek cantik sih," godanya padaku. "Pacar Danru?" "Bukan, dia sahabatku. Dan ingat lagi ini, aku kan sudah bilang kalau bukan acara resmi panggil saja Bang jangan Danru," tegurku lalu naik ke jok belakang motornya. "Jalan!" perintahku. "Siap!" Menarik gas motornya. Sampai di barak, Bagas memandangiku tak biasa. "Kenapa?" tanyaku bingung. "Laper bang," jawabnya menahan malu. Aku menepuk jidatku. "Bilang aja mau minta. Masuk!" Dia tertawa malu. "Enak juga, bang." Di sela-sela lahapannya. Aku mengangguk-angguk. "Iyalah, dia jagonya kalau bikin masakan kaya gini," balasku juga melahap makanan yang sudah ada di jari-jemariku. "Calon istri idaman," puji Bagas. "Iya, banyak yang sudah ngantri tapi belum ada yang diterima. Padahal 3 bulan lagi umur 25." "Mungkin dia menunggu seseorang, jadi walaupun banyak yang datang belum ada yang diterima," ceplos Bagas. Uhuk... Membuatku tersedak. Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu? Ah, pasti ada laki-laki yang diharapkan Agni. "Minum, Bang." Menyodorkan segelas air putih miliknya. "Makasih."  Bangkit, mencuci tangan dan mencari ponsel. Tahu, kan, siapa yang akan aku hubungi? Namun tiba-tiba aku ingat bahwa hari ini Agni sedang PMS, bukan waktu yang tepat untuk menginterogasinya. Cukuplah kutahan rasa penasaranku.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Dilamar Janda

read
319.5K
bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook