Sementara itu, di perjalanan pulang, Angga mengingat wanita yang tadi sore berada di ruangan Billy. Angga seperti mengenali wanita itu, dari postur belakang tubuhnya, meskipun wajahnya tak terlihat.
"Wanita tadi seperti tidak asing bagiku, postur tubuhnya, potongan rambutnya. Ahhh...., tidak mungkin. Mengapa aku berpikir hal seperti itu? Wanita tadi pasti kekasihnya Pak Billy, tidak mungkin itu Lusi".
Di malam hari, saat Angga sudah selesai mandi dan beristirahat, seperti biasa Angga berkirim pesan dengan Lusi.
"Malam, De, bagaimana kegiatanmu hari ini?"
"Seperti biasa Ka, ke kampus lalu pulang".
"Hari ini, Ka Angga melihat wanita yang perawakannya mirip denganmu di kantor Pak Billy. Ka Angga cuma melihat punggungnya saja, itupun cuma sekilas, tapi entah kenapa keingat kamu gitu".
"Ka Angga..., maafin Lusi", ucap Lusi dalam hatinya.
Lusi terdiam sejenak tak tahu harus membalas apa.
"Mungkin memang mirip saja Ka, mana mungkin juga Lusi ada di kantor Pak Billy".
"Iya, Ka Angga tahu. Sudah malam kita tidur yuk".
"Lusi juga udah ngantuk".
"Met malam De, love you".
"Love you, too Ka".
"Maafin Lusi, Ka. Lusi membohongi Ka Angga, Lusi merasa bersalah sama Ka Angga, Lusi bodoh tidak bisa menjaga diri dan hati Lusi untuk Kakak. Lusi janji, setelah semua selesai, Lusi gak akan pernah mengecewakan Ka Angga lagi", ucap Lusi sambil memandangi foto Angga yang ada di wallpaper handphonenya.
Keesokkan paginya, seperti biasa, Angga berangkat ke pabrik pukul 8 pagi. Pagi ini, seorang petugas kebersihan selesai membereskan ruangan Pak Billy, namun ia menemukan sebuah gelang tali yang memiliki nama dan sebuah alat tes kehamilan yang kemarin sempat di lempar ke lantai oleh Billy.
Tentu saja, hal itu menjadi perbincangan dimana petugas itu memberikannya ke resepsionis untuk dikembalikan ke Pak Billy.
"Mbak, saya menemukan barang ini saat membersihkan ruangan Pak Billy tadi", sambil memberikannya.
"Mungkin ini milik tamu wanita yang datang kemarin".
Tepat saat itu, Angga tiba di sana dan mendengarkan percakapan mereka.
"Permisi, ada apa ini pagi-pagi?"
"Pak Angga, ini ada barang yang tertinggal di ruangan Pak Billy. Mungkin milik tamu wanita yang datang kemarin. Pak Angga lihat kan".
"Iya, barang apa yang tertinggal".
Lalu resepsionis itu menunjukkan sebuah gelang tali dan alat tes kehamilan tersebut.
Alangkah terkejutnya Angga saat melihat gelang tersebut, dan tulisan nama di gelang tersebut.
"Lusiana, ini gelang milik Lusi. Bagaimana bisa gelang ini tertinggal di sana? Berarti wanita kemarin itu benar Lusi tapi mengapa? Mengapa?" , Angga terhanyut dalam pikirannya sendiri sampai resepsionis itu memanggil namanya.
"Pak... Pak Angga, kenapa melamun?"
"Tidak apa, boleh saya yang berikan ini ke Pak Billy nanti".
"Silahkan Pak. Tapi tumben jam segini Pak Billy belum datang".
"Nanti saya yang berikan saat beliau datang. Mungkin macet di jalan".
Lalu Angga pergi menuju ruangannya untuk menaruh tas dan mengambil laporannya.
Meskipun banyak tanya di hatinya tapi Angga berusaha menyimpannya. Dia pergi ke pabrik seperti biasa untuk mengawasi pekerjaannya.
Di lapangan, Angga yang biasanya fokus, hari ini tampak banyak melamun, sedangkan Billy hari ini tidak datang ke kantor.
Di jam makan siang, Angga mencari Billy ingin mencari jawaban atas segala tanya di hatinya.
"Pak Billy sudah datang, mbak?"
"Hari ini Pak Billy sepertinya tidak datang".
"Apa Pak Billy sekarang sedang bersama Lusi? Apa benar mereka berdua punya hubungan? Mereka berciuman saat itu, dan alat tes kehamilan ini? Aku gak bisa menebak-nebak. Aku harus segera menemui Lusi dan bertanya sendiri kepadanya".
Angga yang saat ini benar-benar kacau, dia langsung menuju kampus Lusi. Dia tidak dapat menunggu lagi untuk mengetahui kebenaran.
"Mbak, saya harus pergi sekarang ke suatu tempat. Ini laporan pengiriman hari ini. Nanti kalau ada keperluan hubungin saya saja, mungkin agak sore saya balik ke sini".
"Tapi Pak Angga...".
"Ini penting jadi saya tidak dapat menunda lagi".
Jam menunjukkan pukul 1.30 siang saat Angga tiba di kampus Lusi. Biasanya jam 2 siang, Lusi pulang. Jadi Angga menunggu di parkiran dan saat menunggu, Elisa melihat Angga.
Elisa lalu menghampiri Angga.
"Kamu kan pacarnya Lusi, atau mungkin mantannya sekarang. Kamu sedang apa di sini?"
"Saya menunggu Lusi tapi maksud kamu apa mantannya Lusi, saya ini masih pacarnya Lusi".
"Uupppsss, berarti benar kalau pacar kamu selingkuhi kamu lagi".
"Kamu jangan asal bicara".
"Lusi sering di antar jemput lelaki berjas dengan mobil mewah. Lelaki itu memang berumur tapi kalau berduit ya tidak masalah".
"Lelaki berjas, berumur dan membawa mobil, apa mungkin Pak Billy", gumam Angga.
"Aku pernah memfoto mereka sekali, bentar aku cari dulu fotonya kalau kamu gak percaya", sambil membuka handphonenya.
Dan benar saja, saat Elisa menunjukkan foto itu, itu foto Lusi dengan Billy saat di mobil.
Angga yang melihat itu serasa hancur, tak percaya, wanita yang dia sayang dengan bos nya berhubungan di belakangnya.
"Gak... gak... ini...Kenapa Lus kamu berbuat seperti ini kepadaku?".
Elisa yang melihat Angga seperti akan meledak pun segera meninggalkannya.
"Aku kasihan sih sama kamu dikhianati sampai 2x, lebih baik kamu putusin saja dia. Aku permisi dulu lah".
"Bakal ada perang dunia nih sepertinya", Elisa pergi sambil tersenyum riang.
Angga terduduk diam di motornya, matanya sayu tak bersemangat.
Setengah jam menunggu, Lusi selesai kelas dan melihat pesan dari Angga.
"De, Ka Angga ada di parkiran".
Lusi agak heran mengapa Angga berada di kampusnya sekarang.
"Ka Angga di parkiran, ada apa ya?", tanya Lusi dalam hatinya.
Lalu Lusi segera bergegas ke parkiran. Saat Lusi melihat Angga, Lusi memanggilnya.
"Ka Angga, tumben Ka Angga ke kampus Lusi", sambil memberi senyumnya.
Tapi Angga tidak membalas senyumnya dan Lusi tahu ada sesuatu yang terjadi.
"Ada apa Ka?"
"De, katakan yang sejujurnya sama Kakak, kamu ke kantor Pak Billy kan kemarin?", tatap Angga ke Lusi.
Lusi melihat tatapan itu, tatapan yang begitu lembut namun tajam. Lusi menjadi gugup, tidak tahu apa yang harus dia katakan.
"Lu...si.... lusi gak mengerti maksud Ka Angga?"
"Ka Angga sudah tahu semua, jadi tolong kamu jujur", sambil memegang kedua lengan Lusi.
Mata Lusi nampak berkaca-kaca, jantungnya juga berdetak lebih cepat dan akhirnya Lusi mengakuinya.
"Maa... maafin Lusi Ka, Lusi, Lusi.... ", sambil menangis dan menunduk tanpa berani menatap Angga.
"Sejak kapan Lus? Dan kenapa? Ka Angga sudah berusaha menjadi pasangan yang baik untuk kamu tapi kamu.....", dan Angga melepaskan tangannya dari lengan Lusi.
"Lusi tahu Lusi salah, Lusi ingin mengakhiri hubungan Lusi sama Pak Billy kemarin. Lusi ingin tetap bersama Ka Angga".
"Dengan berciuman seperti itu?"
"Itu gak seperti yang Ka Angga pikirkan, Ka Angga gak tahu apa yang Lusi lalui?"
"Aku kecewa sama kamu Lus, lebih baik kita akhiri hubungan kita".
"Ka, Lusi sayang sama Ka Angga. Tolong, beri Lusi satu kesempatan lagi. Lusi janji gak akan mengulang kesalahan yang sama".
"Maaf, Lus", lalu Angga menstater motornya dan meninggalkan Lusi.
Lusi memanggilnya dan berusaha mengejar Angga sampai ke jalanan.
"Ka...Ka Angga...", Lusi menangis sambil berlari.
Dan karena tidak memperhatikan jalan, sebuah motor berkecepatan tinggi tidak sempat mengerem saat Lusi menyeberang jalan tanpa menengok.
Lusi terserempet motor, tubuhnya berguling sejauh 2 meter dan keluar darah membasahi celana putih yang Lusi kenakan saat itu.
Angga yang melihat Lusi tertabrak, langsung menghentikan motornya dan berbalik untuk menolong Lusi.
"Lus... Lus...., maafin Kakak".
Warga yang melihatnya pun berkerumun dan bergegas menolong Lusi.
Mereka segera memanggil taksi yang lewat.
Angga pun naik taksi tersebut dan meninggalkan motornya.
Di dalam taksi, Angga terus meminta maaf kepada Lusi. Lusi saat itu hanya menahan sakit di perutnya dan beberapa luka luar di sekitar lengan dan dahinya.
"Maafkan Ka Angga. Kamu harus kuat. Ka Angga akan selalu berada di sisi kamu".
"Ka... Ka...," lirih Lusi pelan.
"Kamu jangan banyak bicara dulu. Ka Angga akan segera mengabarkan ke Pak Harris mengenai keadaan kamu".
"Ka... tolong jangan beritahu Abah".
"Tapi kamu terluka, Abah kamu harus tahu".
"Ini hanya luka ringan Ka. Lusi mohon".
Lalu taksi itu sampai di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit terdekat, Lusi segera di bawa ke IGD dan di tanganin oleh dokter dan perawat untuk segera mendapat pertolongan.
Luka luar Lusi tidak terlalu parah, luka di lengan dan dahinya sudah di bersihkan dan diperban. Tapi pendarahan yang terjadi, mengharuskan dokter melakukan tindakan pembersihan.
"Mbak, kita harus melakukan pembersihan karena maaf Anda keguguran. Kami harus minta tandatangan wali untuk persetujuan mengurus prosesnya", ucap perawat ke Lusi.
"Saya akan tandatangan sendiri, Sus".
"Tidak bisa, mbak, harus ada walinya dari suami atau keluarga mbak".
"Tapi... "
"Yang di luar itu bukannya suami Mbak?"
"Suster boleh panggil dia masuk".
Lalu suster memanggil Angga masuk dan Angga terkejut saat tahu kalau Lusi mengalami keguguran.
"Tandatangan persetujuan untuk..... Jadi, maksud suster dia keguguran?"
"Iya, Pak, kami menyesal usia kandungannya terlalu dini, karena benturan akibat kecelakaan tadi, calon bayi Anda tidak dapat dipertahankan".
Angga mematung sejenak, lalu bersedia menjadi wali dan menandatangani persetujuan tersebut.
Angga mengurus segala administrasi sampai hari petang dan Lusi pun dapat pulang karena Lusi tidak ingin di rawat inap.
Lusi tidak ingin Abahnya khawatir keadaannya.
Angga tidak banyak bicara dan segera memanggil taksi untuk mereka pulang.