Bab 18. Dan Terjadi Lagi

769 Words
Sementara itu, Lusi merasa sedikit bersalah kepada Angga. Dia tahu kedekatannya dengan Billy adalah salah. Dia pernah mengkhianati Angga karena alasan yang sama. Angga bekerja keras untuk mereka kelak namun dirinya terbuai hanya untuk sesaat. Lusi ingin mengakhiri hubungannya dengan Billy. Billy yang menjadi ragu kepada Lusi karena perkataan Elisa. Benarkah Lusi gadis seperti itu. Tapi Billy tetap berusaha tenang dan membuktikannya sendiri. Hari ini, Billy menjemput Lusi seperti biasa. Namun, dia tidak mengantarnya pulang namun membawa Lusi ke apartemennya. "Saya mau mengajak kamu ke suatu tempat, kamu tidak keberatan?" "Boleh, saya juga ingin bicara hal penting". Mereka menuju apartemen Billy dan mereka sampai di halaman parkir apartemen Billy. "Ini kan gedung apartemen. Lebih baik kita ke cafe saja". "Saya ingin mengajak kamu melihat apartemen milikku sendiri. Kita bisa berbicara santai dan nyaman di sana". "Tapi...., " "Sudah, ayo kita masuk, cuma sebentar saja", sambil menggandeng tangan Lusi. Lusi akhirnya ikut masuk bersama Billy. "Bagaimana kamu suka gak? Apartemen ini nanti akan jadi tempat tinggal kita". "Apartemennya bagus, desainnya dan funiturenya cocok. Selera Pak Billy memang tinggi". "Kenapa masih panggil saya dengan sebutan Bapak Billy. Setua itukah aku?" "Jadi, Lusi harus panggil apa?" "Billy saja atau sayang juga boleh". "Maaf, tapi kita belum sedekat itu". "Baiklah, tapi bagaimana keputusanmu? Kapan kamu akan memutuskan Angga?" "Saya belum bisa, perasaan saya ke Anda itu bukan seperti perasaan saya ke Ka Angga. Mungkin saya hanya terbuai sesaat. Jadi, lebih baik kita sudahi hubungan kita ini". "Kamu ingin mempermainkan perasaan saya setelah memberi harapan seolah kamu menerima saya". "Saya tidak bermaksud seperti itu, tapi saya merasa bersalah ke Ka Angga. Saya pernah mengkhianati Ka Angga". "Maksud kamu?" "Iya, dulu saya pernah menduakan Ka Angga seperti ini tapi Ka Angga memaafkan saya, jadi saya tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama". "Jadi, benar kalau kamu itu pernah kepergok Angga di hotel dengan lelaki lain". "Iya tapi bagaimana Pak Billy bisa tahu?", Lusi penasaran. "Itu tidak penting", Billy mendekati Lusi. Lusi hanya bisa tertunduk. "Kamu benar-benar di luar dugaan. Saya kira kamu gadis baik yang masih suci. Saya salah menilai kamu. Padahal kamu ini tipe idaman wanita saya dan saya sungguh kecewa", sambil mengangkat dagu Lusi. "Maaf, saya rasa semua sudah jelas di sini. Jadi, saya permisi". Tapi tiba-tiba Billy menarik tangan Lusi dan mendekap pinggang Lusi dengan erat. "Kamu pikir dengan maaf sudah selesai, setidaknya kamu memuaskan saya untuk hari ini. Dan saya akan melupakan semua ini". Lusi berusaha melepaskan dekapan Billy tapi dekapan itu sangat kuat. "Saya rasa maaf sudah cukup jadi tolong lepaskan saya". Tapi Billy tak menghiraukan Lusi. Billy malah melumat bibir Lusi dengan sedikit memaksa. Tentu saja Lusi berusaha meronta namun Billy malah mendorong Lusi masuk kamar dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang lalu mengunci kamar itu. "Setidaknya saya harus mendapat sedikit imbalan. Bukan begitu?", Billy melepas jas dan kemeja putih yang ia kenakan. "Imbalan? Anda waras atau sudah gila? Saya akan teriak". "Lelaki lain bisa menikmati tubuh indah kamu setelah menjadi pelipur laramu. Mengapa saya tidak?" "Saya tidak percaya, Anda pria b***t seperti ini. Tolong, to...... ", Lusi berusaha teriak. Namun Billy langsung menghentikan usaha Lusi itu. Billy seketika menyergap Lusi dan melepas pakaian Lusi. Billy lalu melumat bibir Lusi dan menguncinya di atas ranjang. Lusi sudah tak berdaya. Billy memainkan tangannya menjelajahi tubuh bagian atas Lusi. Lusi masih melakukan perlawanan dan mulai menangis. "Jangan, Pak, saya mohon". Tapi hasrat Billy sudah memenuhi hati dan pikirannya sehingga dia tidak memperdulikan apapun lagi. Dengan satu gerakan, Billy melepas celana panjang dan celana dalam Lusi. Sekarang mereka berdua bersentuhan tanpa sehelai benang pun. Billy melepaskan hasratnya, setelah beberapa menit melakukan gerakan maju mundur dan Lusi hanya bisa pasrah dengan wajah yang sudah basah dengan air matanya. Semua terjadi begitu saja. Setelah hasrat Billy tersalurkan, dia melepaskan tubuhnya yang sedari tadi menindih tubuh Lusi. Lalu Billy mengambil pakaiannya dan memakainya kembali. "Berpakaianlah segera. Saya akan tunggu di luar". Lusi yang masih menangis tanpa suara juga mengambil pakaiannya yang berserakan lalu mulai memakainya kembali satu persatu. Setelah selesai berpakaian, Lusi keluar dari kamar. Billy menunggu di sofa ruang tamu. "Anggap sekarang kita impas, jadi kita jalan masing-masing. Kita tidak perlu saling bertemu apalagi berhubungan kembali. Sekarang saya antar kamu pulang dan semua berakhir". Lusi tak berkata apa-apa, dia hanya menyeka air matanya dan berusaha menahan airmatanya supaya tidak mengalir lagi. Lalu mereka menuju mobil dan tanpa percakapan apapun. Setelah sampai di depan gang rumah Lusi, Lusi turun tanpa sepatah kata pun. Sesampai di rumah, Lusi tidak menyapa Pak Harris. Lusi bergegas ke kamarnya. Tentu Pak Harris agak heran, namun karena beliau masih sibuk melayani pembeli, Pak Harris membiarkannya, mungkin nanti dia akan bertanya ke Lusi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD