Keesokkan harinya, Pak Harris belum melihat Lusi keluar dari kamarnya. Biasanya, sebelum jam 8, Lusi sudah mandi dan menyiapkan sarapan.
Pak Harris sedikit khawatir karena semalam Lusi juga pulang tanpa menyapanya.
Lalu Pak Harris mengetuk pintu kamar Lusi.
"Lus, Abah masuk ya".
Ketika Pak Harris masuk, dia melihat Lusi masih berbaring di ranjangnya. Wajah Lusi tampak pucat dan Pak Harris bertanya keadaannya.
"Lus, kamu kenapa?"
"Lusi demam, Bah".
Pak Harris mengecek kening Lusi dan memang panas.
"Lus, badan kamu panas gini. Abah buatkan bubur sebentar buat kamu makan. Lalu nanti kamu harus minum obat".
Lusi mengangguk dan Pak Harris bergegas ke dapur membuat bubur dan mengambil obat di tokonya.
Tak berapa lama Pak Harris kembali ke kamar Lusi dengan semangkok bubur hangat, air hangat dan obat penurun panas.
"Lus, makan dulu buburnya setelah itu minum obat dan istirahat, kamu tidak usah kuliah dulu".
"Iya, Bah".
Lalu Lusi makan bubur dan minum obat, setelah itu rebahan. Pak Harris lalu mulai bertanya.
"Apa kamu ada masalah, Lus? Semalam kamu pulang juga tidak menyapa Abah seperti biasa. Ada apa coba cerita ke Abah?"
"Lusi hanya kelelahan Bah, dan agak pusing dari semalam makanya Lusi langsung masuk. Lusi tidak ingin Abah khawatir".
"Kamu harusnya segera minum obat bila berasa pusing".
"Lusi pikir cuma pusing biasa jadi di bawa tidur saja tapi malah jadi demam".
"Iya sudah kamu istirahat biar cepat pulih".
Lalu Pak Harris meninggalkan kamar Lusi agar dia bisa istirahat.
Sementara itu, Angga seperti biasa mengirim pesan setiap pagi kepada Lusi.
"Pagi, De. Semalam kemana tidak balas pesan Ka Angga".
"Lusi sudah tidur Ka, semalam agak pusing, sekarang Lusi juga demam".
"Kamu demam, sudah minum obat belum?"
"Sudah Ka, barusan makan bubur lalu minum obat".
"Ka Angga usahain jenguk kamu sepulang kerja. Sekarang kamu istirahat ya. Ka Angga juga mau berangkat kerja dulu".
"Iya, Ka".
Lusi merasa bersalah pada Angga, dia telah 2x mengkhianati Angga. Padahal Angga sudah baik dan sabar, hanya kurang waktu bersamanya.
Lusi menjadi berkaca-kaca apalagi mengingat kejadian kemarin. Harga dirinya sebagai seorang wanita rasanya sudah hilang tapi dia harus menyimpan semua rahasia ini sendiri. Biar waktu yang menghapus kejadian buruk itu.
Seperti biasa, Angga datang ke pabrik dan bertemu Billy. Sikap Billy biasa saja seolah tidak melakukan kejahatan, bahkan ketika Angga meminta izin untuk pulang awal hari ini karena ingin menjenguk Lusi yang sakit, Billy tidak peduli.
"Maaf, Pak Billy, hari ini saya minta izin pulang lebih awal ada urusan".
"Urusan apa yang lebih penting dari pekerjaan?"
"Begini Pak, teman wanita saya sedang sakit. Saya ingin menjenguknya ya mungkin dia bisa cepat sembuh".
"Emangnya kamu dokter bisa bikin dia sembuh".
"Bukan gitu, Pak".
"Wanita jangan terlalu di sayang belum tentu pantas di sayang".
"Kenapa Pak Billy berkata seperti itu? Kita kan sebagai lelaki sudah seharusnya menyayangi wanita yang kita sayang".
"Sudahlah saya malas dengarin kamu. Kalau kamu mau pulang awal, iya sudah, sekarang selesaikan pekerjaanmu".
"Baik Pak, saya permisi".
"Sakit beneran apa cuma cari perhatian, aku hampir tertipu wajah cantiknya itu. Tapi barang bekas seperti itu tidak layak untuk diriku", gumam Billy saat Angga sudah pergi meninggalkannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 6.30 malam. Angga bergegas menuju motornya menuju rumah Lusi. Di perjalanan dia mampir untuk membeli 3porsi nasi tim dan sampai di rumah Lusi sekitar pukul 7.30 malam.
"Malam, Pak".
"Eh, Nak Angga datang, pasti mau jenguk Lusi ya".
"Iya, Pak. Ini saya juga ada bawa nasi tim".
"Makasih, Nak Angga. Masuk saja Lusi mungkin di kamarnya".
Angga lalu masuk ke dalam rumah dan mengetuk pintu kamar Lusi.
"De, Ka Angga masuk ya".
"Sebentar Ka, Lusi sisiran dulu".
Beberapa menit lalu Lusi membuka pintu kamarnya.
"De, kamu sudah baikan?"
"Sudah mendingan Ka".
"Baguslah, Ka Angga ada bawa nasi tim nih. Kita makan dulu yuk".
"Kebetulan Lusi laper. Ka Angga tau aja".
Lalu mereka menuju meja makan dan makan di sana. Selesai makan mereka menuju ruang tamu.
"Makasih ya Ka Angga mau jenguk Lusi".
"Iya, Ka Angga ini kan calon kamu, masa iya gak jenguk kamu".
"Tapi Lusi jadi merasa bersalah sama Ka Angga".
"Bersalah kenapa, De? Ka Angga jadi gak paham".
Lusi tampak ragu, ingin mengaku tapi tak bisa, dia berusaha menahan emosinya. Lusi terdiam sejenak menenangkan hati dan pikirannya.
"Ada apa, De? Apa terjadi sesuatu?"
"Maksud Lusi, Lusi malu terlihat pucat seperti ini. Lusi kan ingin terlihat cantik di depan Ka Angga", Lusi berusaha mencairkan suasana yang agak hening tadi.
"Kamu, ada-ada saja. Bagi Kakak kamu itu cantikkkk walau tanpa riasan".
"Makasih ya, Ka Angga".
Angga lalu membelai rambut Lusi dan memeriksa keningnya.
"Tampaknya panas kamu sudah turun ya".
"Iya, besok pasti Lusi sudah sehat".
"Harus dong kan sudah di jenguk Ka Angga".
"Ihhhh..., Ka Angga", Lusi lalu memeluk Angga.
"De..., ".
"Lusi pengen peluk Ka Angga sebentar seperti ini".
Beberapa menit kemudian, Lusi dan Angga saling bertatapan dan Angga mengecup kening Lusi.
"Maaf ya, Ka Angga terlalu sibuk jadi kita jarang bersama seperti ini".
"Lusi yang seharusnya minta maaf. Lusi harusnya memahami Ka Angga. Lusi sayang Kakak".
"Ka Angga juga sayang kamu".
Dan mereka berciuman bibir saat itu lalu sama-sama merasa bahagia.
Dua minggu berlalu, hubungan Angga dan Lusi makin harmonis. Namun, Lusi merasa khawatir karena jadwal datang bulannya sudah lewat 5 hari. Kejadian itu pun teringat lagi, dia takut kalau mungkin dia.....