Lusiana Dewi adalah gadis muda yang periang dan penuh semangat. Dia baru berusia 17 tahun dan sekarang duduk di kelas XI. Lusi merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Pak Harris. Sedangkan ibunya sudah meninggal 5 tahun yang lalu, saat itu Lusi baru berusia 12 tahun.
Sejak saat itu, Pak Harris menjaga Lusi seorang diri, beliau tidak berniat menikah lagi. Pak Harris memiliki sebuah toko kelontong kecil guna membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, Pak Harris cukup ketat terhadap Lusi. Beliau tidak ingin putri semata wayangnya memiliki pacar saat masih sekolah. Pak Harris ingin Lusi memiliki karir dan menjadi wanita mandiri kelak.
Tapi Lusi, gadis yang berjiwa bebas. Dia suka bergaul dan suka sesuatu yang menantang. Tapi, bukan berarti dia nakal. Dia hanya tidak bersikap kolot seperti Pak Harris.
Di saat bertemu Angga inilah Lusi merasakan getaran sehingga Lusi memutuskan untuk mengenal Angga lebih dekat.
Malam harinya, Lusi mengirim pesan kepada Angga sekadar menyapa.
"Malam, Ka Angga. Ini Lusi, Ka Angga biasa lagi apa jam segini?"
Angga baru selesai mandi saat Lusi mengirim pesan itu. Angga pun segera membalas pesan Lusi.
"Malam juga. Saya baru selesai mandi".
"Jam segini Ka Angga baru mandi?"
"Iya, kalau kamu sedang apa?"
"Lusi lagi tidur-tiduran saja di kamar. Emang Ka Angga selesai kerja jam berapa?"
"Biasa saya berangkat jam 8 pagi, mulai mengantar jam 11 sampai seselesainya, kadang jam 6 atau jam 7 malam baru pulang".
"Ka Angga, kapan nih kita bisa ketemu? Kalo ngobrolnya sambil ketemu kan lebih seru".
"Iya, tapi..., saya belum tahu kapan ada waktunya. Lusa, pasti saya ke toko Pak Harris. Kamu pulang sekolah jam berapa? Kamu kelas berapa?"
"Lusi sampai rumah biasa jam 2an. Lusi kelas XI sekarang. Ka Angga lusa ke toko Abah, berarti hari Sabtu dong Ka. Hari Sabtu, Lusi kan libur sekolah. Bagaimana kalau kita ketemuan di dekat halte rumah Lusi, Ka?"
Angga tanpa berpikir langsung mengiyakan ajakan Lusi.
"Boleh, kita ketemu jam 3 sore. Bagaimana?"
"Oke Ka. Lusi jadi ga sabar ketemu Ka Angga hari Sabtu".
"Bisa saja kamu. Tidur sudah malam, besok kamu kan mau sekolah".
"Iya, Ka Angga. Lusi sebentar lagi tidur. Selamat malam Ka".
"Iya, malam".
Mereka tersenyum-senyum sendiri, seperti dunia hanya milik mereka.
Adik Angga, Setyo, yang sedari tadi memperhatikan Angga senyum-senyum sambil mengetik pesan menggoda Angga.
"Ka Angga, dari tadi Setyo lihat senyum-senyum ga jelas. Sms an sama siapa Ka? Pasti cewek Kakak ya".
"Bukan Tyo, ini dari pelanggan roti".
"Masa dari pelanggan, wajah kakak berseri-seri gitu. Setyo gini-gini sudah pengalaman sama cewek, Ka. Wajah kakak itu kayak orang lagi jatuh cinta".
"Sok tahu banget kamu, kamu ini masih SMP, sudah sekolah yang benar, tidur sana sudah malam".
Lalu Angga beranjak pergi ke tempat tidurnya yang hanya sebuah kasur kecil di lantai yang masih berlantai semen.
Angga pun menantikan hari Sabtu, hari dimana dia akan bertemu lagi dengan Lusi.
Hari Sabtu pun tiba, Angga melakukan aktivitasnya seperti biasa. Saat pukul menunjukkan pukul 2 siang, Angga mengantar roti ke toko Pak Harris.
"Eh, Nak Angga sudah datang, kayak kemarin ini ya titip 2 keranjang".
"Siap, Pak dan ini bonusnya. Saya permisi dulu ya Pak".
"Iya, Nak Angga. Terimakasih".
"Sama-sama. Mari Pak".
Angga pun bersiap ke halte tempat janjiannya dengan Lusi. Angga merapihkan baju dan rambutnya. Hari ini juga dia sengaja membeli cologne agar tidak terlalu menyengat bau matahari karena sepanjang hari berada di jalan.
Lalu tak lama, Lusi pun datang ke halte. Lusi melambaikan tangan ke arah Angga dan menghampirinya.
"Ka Angga, sudah lama nunggu Lusi di sini".
"Saya juga baru sampai".
"Iya, baguslah, kirain Lusi, Ka Angga kelamaan nunggu. Tadi Lusi, pamit ke Abah dan biasa Abah nanya-nanya, mau kemana Lus? Sama siapa?"
"Abah kamu perhatian ya sama kamu".
"Tapi, Abah itu terlalu protektif. Lusi jadi merasa ini gak bebas. Ini gak boleh, itu gak boleh, jadi gimana gitu, Ka".
"Kamu gak boleh bilang seperti itu. Abah kamu begitu pasti karena sayang banget sama kamu".
"Iya, Abah tuh sayang banget sama Lusi tapi Lusinya yang jadi kurang leluasa aja".
"Iya sudahlah, lebih baik kita ngebaso, kamu mau kan".
Kebetulan memang ada tukang bakso yang mangkal di depan halte.
"Mau, mau, Ka".
"Kamu suka bakso telur atau yang urat"
"Aku suka yang telur, Ka".
"O, sama dong".
"Bang, bakso telur nya 2 ya".
Sambil menunggu bakso mereka saling memandang dan menjadi salah tingkah sendiri.
"Maaf ya, saya cuma bisa traktir kamu bakso".
"Ga apa, Ka Angga. Lusi udah senang ketemu sama Kakak saja, apalagi bisa makan bakso bareng".
Sambil makan bakso mereka saling mengobrol tentang makanan kesukaan, hobby, warna favorit, dan merasa banyak kecocokan. Mereka juga saling bertanya hari kelahiran dan keluarga.
"Jadi, Ka Angga kelahiran tahun 1991, berarti umur Kakak sekarang 21 tahun ya".
"Iya, kalo kamu berarti baru 17 tahun ya. Bagaimana kalau saya panggil kamu Ade?"
"Ade, ehm..., bagus juga. Ade, Kakak".
Tak terasa waktu sudah sore dan hampir menjelang magrib. Lusi tergesa-gesa pamit karena Lusi harus pulang sebelum gelap takut ayahnya khawatir.
"Ka Angga, Lusi harus pulang sekarang, sudah mau magrib, nanti Abah khawatir".
"Iya, tapi maaf saya tidak bisa antar kamu".
"Iya, ga apa, Ka. Lusi pamit dulu ya".
"Hati-hati Ade", sambil tersenyum.
"Iya, Ka". Lusi pun membalasnya dengan senyuman malu.
Lusi berjalan pulang dengan perasaan bahagia. Angga juga sangat bahagia. Sampai lupa masih ada 3 keranjang roti yang belum dia antarkan.
"Aku harus langsung segera mengantar, ini sudah kesorean".
Angga pun tergesa-gesa meninggalkan halte dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Meskipun begitu, hati Angga sangat bahagia.