BAB 05

1285 Words
Seorang wanita paruh baya datang bertamu. Karena itulah, James membuka pintu rumah dan mempersilakannya masuk. Dia tidak memberitahu korban penculikannya kalau ada kedatangan orang. Hal ini membuat Carrie membisu di ruang tamu, dia ingin sekali melarikan diri lewat pintu yang tertutup tapi tak terkunci itu. Namun, lirikan mata James begitu menusuk sampai menyurutkan niatnya seketika. Ada perasaan takut saat melihat itu. Ia sadar pria ini benar-benar membenci dirinya dan sang ayah. “James, bagaimana kabarmu?” tanya wanita paruh baya itu sembari memberikan pai apel kepada James. Dia kemudian duduk di sofa tanpa sungkan sedikitpun, membuktikan dia sudah terbiasa kemari. Kerutan di keningnya terbentuk. “Oh, tumben sekali rumahmu bersih—dan—” Pandangannya terarah pada Carrie yang membeku di samping ranjang dengan masih membawa kain lap. “Kurasa ada Nona muda disini?” James melingkarkan tangn di pinggang ramping Carrie, merabanya dengan s*****l, menunjukkan kalau mereka memiliki hubungan istimewa. “Ini kekasihku, Carrie, dia akan tinggal di sini untuk sementara.” Carrie terkejut, tapi dia tidak bereaksi karena pinggangnya diremas. Ia terpaksa memperkenalkan diri dengan sopan, “Carrie—Wilson.” “Carrie, ini Mrs. Fenroy,” kata James mendorong punggung Carrie agar dekat dengan wanita itu, “baik-baiklah dengannya. Mrs. Fenroy ini sudah seperti ibuku.” “Ibu?” Mrs. Fenroy tertawa pelan, lalu menggoda pria itu, “aku tidak mau punya anak berandal sepertimu.” James ikut tertawa. Tawa ini terdengar tulus, nyaris tak dipercayai oleh telinga Carrie. Ya, dia memang terkenal bersahabat di wilayah ini, tak satupun orang yang menganggapnya berbahaya ataupun kriminal. Semua pemberitaan tentang keluarganya dahulu, tidak ada yang mempercayainya. Mereka semua yakin kalau ada kesalahan dalam penyelidikan polisi. Carrie mengamati mimik wajah James yang tampak berbeda. Dia sedikit penasaran, mengapa orang yang bisa bersikap baik ini sangat membencinya? “Kenapa kau melihatku seperti itu?” tanya James menyeringai padanya, kali ini sosok baik tadi seolah lenyap menjadi penjahat lagi. “Kau ingin bicara, Sayang?” Mrs. Fenroy merasa kalau mereka berdua sangat cocok ketika bersebelahan. “Kalian sangat cocok, satunya tampan, satunya cantik—tapi aku merasa pernah melihatmu Carrie, tapi aku lupa dimana.” “Oh, Carrie ini pernah membintangi iklan dulu, Mrs. Fenroy, mungkin itu yang membuatmu teringat sesuatu.” James merangkai kebohongan tanpa kesulitan sama sekali. “Iya’kan, Sayang?” Carrie mengangguk pelan, tak peduli, tatapannya sering mengarah ke pintu. Setelah cengkraman tangan James lepas dari pinggangnya, dia ingin sekali berlari keluar. “Sekarang kau kerja apa, Carrie? satu tempat yang sama dengan James?” tanya Mrs. Carrie penasaran. Dia masih belum bisa melihat kalau sebenarnya wanita yang sedang bersama James ini sedikit tegang. “Aku—aku baru lulus dan ingin mengajar tari di daerah Northcave.” “Oh, pasti bagus sekali kalau kau mengajar tari anak-anak disini.” “Eh ...” Carrie hanya berharap bisa keluar dari rumah ini. James tertawa terbahak-bahak. “Oh, Mrs. Fenroy, itu ide bagus, aku akan membuat Carrie mengajar seluruh anak gadis disini kalau dia sudah menikah denganku nanti, dan kami bisa tinggal di sini—selamanya.” Mrs. Fenroy terlihat bahagia. “Bagus.” Bagus memang, takkan terjadi juga, lanjtu Carrie dalam hati. “Baiklah, aku akan mengeluarkan pancake yang tadi kita buat.” James berpandangan mata dengan Carrie. “Kau bisa duduk menemani Mrs. Fenroy atau keluar rumah kalau mau, aku akan menyusulmu nanti, Sayang.” Apa maksudnya ini?, pikir Carrie tidak paham maksud perkataannya. Namun, ini sudah jelas, ketika pria ini pergi—maka ada kesempatan baginya untuk lari. Ia menguatkan dirinya untuk tidak takut pada pandangan jahat itu. James pergi ke dalam dengan membawa pai apel. Dia tersenyum seakan sudah mengetahui apa yang akan dilakukan Carrie selanjutnya. Toh, dia sudah mengantisipasi apapun yang akan terjadi bila wanita itu prgi dari rumah ini. Sekuat apapun berusaha, tidak akan pernah bisa keluar dari pedesaan ini. Mrs. Fenroy menepuk sofa sampingnya. “Carrie, duduklah, ayo kita mengobrol sebentar, aku ingin tahu dimana pertama kali kalian bertemu, dan—l” Carrie tak ingin duduk, matanya terus mengarah ke pintu. “Di kota Austin, saat aku masih berkuliah.” Dia terpaksa mengarang itu. mana mungkin dia tiba-tiba mengatakan kalau dirinya diculik? sementara wanita paruh baya ini sangat percaya pada sosok pria itu? “Oh, berapa lama kalian bersama?” “Tiga bulan.” “Kau mencintainya?” “Ya.” Pandangan Carrie terus teralih antara dalam rumah. “Begitulah, aku harus—” Mrs. Fenroy memotong, “aku senang sekali ada wanita yang benar-benar mencintainya, selama ini dia selalu penyendiri, padahal dahulu sejak SMA dia anak yang ceria, sejak eh—apa kau tahu tentang ayahnya?” Carrie tertegun mendengar itu. Dia merasakan ada rasa kepedihan di dalam ucapan Mrs. Fenroy. Meski begitu, dia tidak mau tenggelam dalam perasaan itu. Bagaimana pun, pria ini sudah menculiknya—lalu menciumnya dengan paksa dan yang paling menyebalkan adalah selalu menhinanya w***********g. Pria yang meremehkan kaum wanita adalah tipikal orang yang amat dia benci. Selain itu, tumbuh di lingkugan ketat hukum karena ayahnya yang menjadi seorang polisi, membuatnya selalu mengenal bahwa semua kriminal memanglah kriminal, tidak bisa ditoleransi. Ya, tetapi terkadang ada kriminal yang bersembunyi di balik tipu muslihat seperti mantan tunangannya dahulu. Ia mendengus, muak karena kembali teringat pada pria itu. Perkataan bohongnya di hadapan publik telah melukai hati dan harga dirinya. Seumur hidup, dia takkan memaafkan orang seperti ini. Karena itulah, mendadak Carrie mendapatkan kekuatan untuk kabur—melarikan diri dari sosok pria-pria berbahaya yang di bayangannya bak sekelompok serigala. “Aku harus pergi, Mrs. Fenroy,” kata Carrie lantas mengambil langkah seribu, dan keluar dari rumah. Udara siang hari ini terasa begitu segar. Halaman depan rumah telah dipenuhi tanaman bunga tulip merah yang bermekaran, lalu sebuah pohon dengan berkayu besar dimana terdapat ayunan menggantung di salah satu dahannya. Hamparan pepohonan berkayu besar tampak selang-seling dengan pinus tinggi. Sejauh mata memandang memang hanya ada pemandangan alam, jalanan nampak sepi, hanya ada beberapa warga yang menggunakan truk untuk ke ladang dan peternakan. Tidak ada bangunan lain yang dekat dengan rumah ini. Ya, semuanya berdiri di jarak ratusan meter jauhnya. “Hei!” teriak Carrie mengejar satu-satunya truk yang lewat, namun langkahnya kalah cepat dengan kendaraan tersebut. Dia terdiam lama di tengah jalanan sepi itu, memandangi dua arah yang tidak ada tanda-tanda ada kendaraan lain. Tak ingin membuang waktu, pandangannya mulai mengarah ke samping rumah. Ada dua truk yang terparkir, satunya milik Mrs. Fenroy, dan lainnya milik James. Carrie tidak tahu perbedaannya, tapi dia melihat dari kedua kendaraan salah satunya masih terpasang kunci. Dia pun memasukinya tanpa memikirkan banyak hal. Setelah itu, dia mengendarainya keluar dari tempat itu dengan d**a yang berdebar-debar. Benar, dia menginjak pedal gas tanpa melihat situasinya dahulu. Itu adalah mobil milik James yang disengaja kuncinya tidak diambil. Itu sudah pasti karena bahan bakarnya sudah dikuras habis. Di dalam rumah, Mrs, Fenroy sudah keluar ke teras untuk melihat Carrie yangs eperti orang kebingungan. Dia keheranan sampai berjalan turun ke halaman depan sambil memastikan kemana wanita itu pergi. Nyatanya, truk itu telah berhenti di tengah jalan, hanya mampu melaju sekitar dua ratus meter. “Ada apa dengannya?” heran Mrs. Fenroy cemas. James keluar rumah dengan langkah santai. Dia ikut turun ke halaman depan sembari menengok truknya yang berhenti itu. “Oh, Carrie sedikit tidak tahan kalau lama-lama berada di pedesaan, Mrs. Fenroy, dia sedang marah padaku karena memaksanya untuk lepas dari kota selama beberapa hari.” Mrs. Fenroy memicingkan mata terhadap James, memastikan bahwa itu sebuah kebenaran. “Kau benar-benar berkencan dengannya ‘kan?” “Tentu saja,” sahut James meringis, “dia hanya pemalu.” “Sepertinya dia ingin sekali pergi.” “Memang itu keinginannya, tapi Mrs. Fenroy, tolong mengerti, aku ingin menghabiskan waktu di sini, dan aku ingin dia lebih lama menghirup udara di sini ketimbang Austin.” “Tapi kau benar, kenapa kau tidak mengajaknya ke tempatku? Mungkin dia bosan? lagipula tempatmu memang selalu terlihat suram—lebih kotor ketimbang kandang binatang.” James tertawa. “Itulah gunanya punya kekasih, bukan?” “Hei, jangan coba-coba membuat seorang gadis manis mengurus pakaian lusuhmu.” “Latihan sebagai istri.” Mrs. Fenroy menepuk dahu pria itu. “Sudah sana susul dia, mungkin dia panik karena truknya berhenti. Lagian kau ini—iseng sekali.” “Truknya memang kehabisan bahan bakar, bukan salahku.” James kemudian berjalan menyusuri jalan menuju ke truknya. Di sepanjang jalan tersebut, dia tertawa terbahak-bahak, tak bisa menahan betapa polosnya Carrie saat sedang panik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD