“Aaarrrggghhh!” teriak Carrie geram sekali sembari memukul setir kemudi. Dia mengumpat pada setiap bagian dari truk b****k ini. Tidak ada keinginan untuk turun sedikitpun hingga James melongok ke jendela, melihatnya dengan tatapan mengejek.
“Butuh bantuan, Nona?” James menahan tawa. Untuk sesaat dia seolah melupakan kebenciannya ketika memandangi wajah kesal Carrie. Ya, saat ini, dia tidak terlihat seperti seorang penculik.
Carrie melihat tidak ada kendaraan yang lewat, orang pun tidak ada dimanapun. “Sebenarnya dimana ini? Lembah kematian? Tidak ada orang satupun? Dan berapa jaraknya menuju ke jalanan utama kota?”
“Oh, kau ingin jalan kaki?” tanya James menyeringa, lalu menunjuk lurus ke jalan di depan, “ikuti saja jalan ini, puluhan mil, maka kau akan menemukan jalan utama, tapi kurasa kau pasti sudah jadi mayat sebelum sampai sana, kalau bukan mati kelelahan, kemungkinan akan disekap pria lain dan dijadikan b***k nafsu sampai mati. Hati-hati, Nona, disini, selain aku, tidak ada kriminal yang baik hati.”
“Kau—” Carrie akhirnya turun. Dia sangat paham kenapa benar-benar tidak akan bebas dari wilayah ini. Tidak ada ponsel, tidak ada tumpangan, tidak ada kenalan. Mereka terjebak di antah berantah. “Kenapa kau melakukan ini padaku!”
James mendekatinya, lalu menyambar tangan wanita itu dengan erat. “Kemarilah, sudah nikmati saja waktumu denganku—aku takkan lama membawamu, aku hanya butuh waktu beberapa hari saja.”
“Lepaskan aku!” Carrie berusaha menarik tangannya, tapi tidak bisa, cengkraman James terlalu kuat. “Kau b******k, benar-benar brengsek.”
“Karena kau berani kabur, maka untuk untuk selanjutnya, kau harus diam di rumah lagi.”
“Tidak mau! aku akan bilang pada wanita tadi kalau sebenarnya kau penculikku.”
“Baiklah, kalau kau melakukan itu—aku mungkin melakukan sesuatu pada tubuhmu malam ini, bagaimana? Lagipula wanita tadi itu takkan percaya padamu, kau sendiri sudah sadar, bukan? Dia bilang, kita serasi sekali.”
Saking jengkelnya, Carrie memukuli tangan James. Dia memang tidak merasa tertekan sedikitpun, namun dia tidak tahan ketika merasa berada dekat dengan orang ini. Ingatan tentang ciuman tadi masih belum hilang, malah sekarang semakin terngiang-ngiang. “Kau memang b******k, berani kau menyentuhku—aku akan membunuhmu!”
“Aku sedang menyentuhmu ini,” ucap James menuding tangannya yang sedang memegangi Carrie. Dia benar-benar kasar saat menyeret wanita itu kembali ke rumah tadi. “Ayo bunuh aku, Sayang, kau mau apa? Menusuk jantungku dengan kuku panjangmu itu?”
“b******k!” Carrie berhenti berjalan, memaksa James untuk berhenti pula. Dia memang berniat melarikan diri, tapi dari arah manapun hanya ada hamparan tanaman hijau. Dahinya mengerut, teramat bingung dengan keadaan ini. “Kau akan menyesal melakukan ini, tidak akan ada gunanya, percuma—ayahku—tidak seperti yang kau bayangkan, aku tidak berharga, James.”
“Tenanglah, kau baru aku culik beberapa jam,” kata James tidak melepaskan tangan wanita itu, “berhentilah bersikap pemberontak begini, jadilah pembantuku untuk sementara. Sudah kubilang ‘kan? Kau akan bahagia menjadi tawananku, mana mungkin—aku akan menyia-nyiakan tawanan manis sepertimu.”
“Kau benar-benar menyedihkan.” Carrie jijik mendengarnya, semakin jijik karena pria ini membuat dirinya agak terpana. Dia benci dengan hormon wanitanya yang merespon segala ucapan seksi yang dilontarkan itu. Lebih buruknya, dengan tubuh normal seorang wanita, dia juga tertarik dengan James.
James Woodruff, seksi, tampan, dan saat tersenyum selalu berhasil membuat hati lawan jenisnya berbunga-bunga. Tipikal pria yang mudah sekali merayu wanita, tapi sayangnya dia tidak pernah melakukan itu. Anehnya, dia sendiri juga agak benci ketika terus saja tanpa sengaja menggoda Carrie.
“Kurasa orang menyedihkan ini berhasil membuatmu panas, bukan?” bisiknya sembari mendekatkan tubuh mereka berdua. Wajahnya mendekat ke leher Carrie, lalu dengan s*****l dia meniup cuping telinganya. Dia melakukan itu seolah sudah lama menginginkannya. Menghirup aroma bunga khas wanita yang selalu ia idamkan.
Untuk beberapa detik, Carrie terlena dengan sensasi yang dibuat. Akan tetapi, dia kembali sadar dan menjauh dari James. “Lepaskan tanganku, b******k, mau apa kau? Kau tak tahu malu, ya? Ini tempat umum.”
James menunjukkan kondisi jalanan saat ini yang sedang sunyi, lalu berbisik, “jarang sekali ada orang yang lewat sini, Carrie, lagipula—kukira kau sangat suka melakukannya di luar ruangan, pasti menurutmu ini jauh lebih menantang, bukan?”
“Apa katamu? Apa kau bahagia terus menerus mengatakan betapa murahannya diriku?”
“Tapi itu memang kenyataannya, bukan?” James jelas sedang ingin membawa masalah berita yang beredar di tabloid berkat ucapan jahat sang mantan tunangan Carrie. “Kau sangat liar—sampai membuatmu terkenal di kalangan teman-teman tunanganmu.”
“Mantan tunangan!” bentak Carrie sangat benci jika masalah ini diungkir terus.
“Oh, iya, benar, maaf—maksudku, mantan tunanganmu yang kau selingkuhi.”
“Itu bukan urusanmu!”
James tidak suka dengan jawaban Carrie barusan. Dia tidak sadar, tapi kelihatan sekali kalau pria ini sedang memendam kecemburuan amat dalam. Kemarahan, kesedihan, kasihan, semuanya melebur menjadi satu ketika mendengar permberitaan ini. Carmel Wilson, wanita terhormat yang ternyata pemuas nafsu para pria. Murahan, hanya kata itu yang ada di kepala James saat memandangi Carrie.
Akan tetapi, dia tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya. Rasa benci dan cinta itu seolah terpisah oleh benang tipis, dia tidak bisa mengendalikan hasrat cinta yang membara saat dekat dengan wanita ini.
“Lepaskan aku, urusanmu dengan ayahku ‘kan? Aku tak ada kepentingannya denganmu, kenapa kau tidak ancam saja dia dengan pistol—jangan membawa-bawa aku dalam masalah kalian!” Carrie tak bisa menahan amarah lagi. “Aku benci kalian!”
“Aku juga membencimu,” sahut James sembari menyeret lagi Carrie untuk diajak ke rumah. “Kau benar, kita punya urusan masing-masing, untuk sementara, kau tak perlu banyak bicara, aku sedang tidak ingin bercanda lagi. Aku akan mengurungmu sampai besok.”
“Aku akan berteriak minta tolong.”
“Silakan.” James menuding truk milik Mrs. Fenroy yang sudah mulai meninggalkan rumah. Raut wajahnya mendadak tegang, suaranya pun terdengar amat datar karena tersinggung dengan Carrie yang barusan membentaknya ketika membahas ‘tunangan’. “Sekarang kita hanya berdua, berteriaklah sampai suaramu lenyap—di rumah itu nanti, hanya ada kita berdua, aku bebas melakukan apapun padamu, jadi kuharap kau tak berbuat macam-macam dan berusaha kabur lagi. Kuperingatkan, suasana hatiku mendadak buruk, aku akan mengikatmu kalau kau berulah.”
Carrie terdiam sesaat, merasa kalau situasinya kembali buruk. Detak jantungnya berdebar-debar ketakutan. Aura yang ada di sekitar pria ini tiba-tiba menjadi dingin, berbeda sekali saat tadi dia tertawa yang terasa begitu hangat. Mengapa dia berubah begitu cepat? Apa ada yang salah dengan ucapannya tadi?
“Apa yang akan kau lakukan?” tanyanya dengan suara pelan. Dia sudah mulai tenang dan pasrah saat dibawa masuk ke halaman rumah kembali. Tidak ada perlawanan yang ingin dia lakukan. “Aku berkata jujur, sebenarnya ayahku—k”
“Aku akan menghubunginya lagi nanti, kelihatannya dia sudah mulai panik, kau tidak ada di tempatmu. Enak sekali jadi dirimu, eh Nona Wilson, menyandang nama keluarga Wilson sangat bahagia, bukan? Orang kaya seperti kalian memang selalu menang dalam hal seperti ini, jadi orang miskin sepertiku—harus bersikap tegas agar kalian mau mendengarkan.”
“Kau salah, sungguh, kau salah,” gumam Carrie yang mendadak sedih sendiri. Dia merasakan kepedihan yang ada dalam hati James, namun dia juga berada di situasi yang sulit. “Kau salah besar, ayahku—tidak mencintaiku, kalaupun dia mencariku, itu—”
“Itu?”
Carrie tak menjawab. Membicarakan sosok sang ayah hanya membuat suasana hatinya memburuk. Ya, kini untuk sementara, dia hanya tidur, dan tak berminat untuk melarikan diri.
***