"Kita ini agen rahasia?" kataku yang tidak percaya.
"Iya," sahut Kiku yang mengangguk. "Agen rahasia biasanya berkelompok atau perseorangan. Dulunya aku sekelompok dengan Tolya, Azlea, Aiyin, Sanna, dan Kokio. Tapi, karena mereka mengkhianatiku, aku keluar dari kelompok itu."
Cerita yang menyedihkan. Aku merasakan Kiku sedang dilanda duka. Jalannya yang semula terburu-buru, menjadi lambat. Tertangkap wajah suram darinya.
"Kenapa kamu dikhianati kelompokmu?" tanyaku hati-hati.
"Karena mereka meninggalkan aku saat aku terkepung oleh pasukan Yupiter Alliance. Aku tidak bisa menggunakan sihir karena kehilangan banyak Mana sehingga Centauri tidak bisa kugerakkan. Akibatnya, aku terluka bersama Centauri yang terbakar karena ditembak oleh pasukan Yupiter Alliance. Karena itu juga, aku kehilangan kakakku."
Butiran-butiran air mata jatuh ke tanah. Bersama desiran angin dingin, menerpa kami. Kiku menangis, terpojok di dekat keramaian yang berada di luar sekolah.
Semua orang memperhatikan kami. Aku kelabakan. Buru-buru menghibur Kiku.
"Kiku, jangan menangis di sini. Aku mengerti keadaanmu," aku menepuk-nepuk pelan bahu Kiku. "Ceritanya nanti saja dilanjutkan ya?"
Kiku menoleh seraya mengusap air bening yang tumpah ruah dari dua pipinya. "Iya. Maaf."
"Tidak apa-apa."
Aku tersenyum. Kiku menatapku lama lagi. Seketika wajahnya berseri-seri.
"Ayo, kita pergi, dan tunjukkan di mana kamu tinggal!"
"Iya."
Kiku menggenggam tanganku. Ia menarikku seraya berlari. Aku terseret oleh arahannya. Menjauh dari orang-orang yang kini pulang ke rumah masing-masing.
***
Perumahan penduduk di kota Venus ini, berbentuk seperti Rubah dengan warna yang berbeda-beda. Berada di sebelah barat kota Venus, yang dipenuhi akar-akar merambat yang melilit setiap bangunan yang berdiri rapi secara berbaris-baris. Ada beberapa ruas jalan yang memotong, sehingga membentuk seperti segienam.
Dilihat dari peta hologram yang terpapang di Bookpad milikku, pemandangan kota Venus membentuk seperti huruf V yang dikelilingi akar-akar merambat dari pohon Matahari.
"Ini rumahku," ucap Kiku saat membuka pintu dengan kode password suara. "Mulai sekarang kamu tinggal di sini. Anggap saja sebagai rumahmu. Lalu satu lagi, kamu boleh memakai pakaian kakakku dan menempati kamar kakakku yang ada di ruang tamu ini."
Kiku masuk seraya menjelaskan agar aku terbiasa tinggal bersamanya. Aku mengangguk, mengikutinya dalam diam, dan menemukan ruangan minimalis yang hanya memuat beberapa kursi serta meja. Lalu ada ruangan lain yang terpisah dari ruang kumasuki ini.
"Karena di rumah ini, ada satu kamar mandi, kita akan menggunakannya secara bergantian. Ruangan lain yang ada di dekat dapur, itu kamarku," Kiku berdiri di dekat pintu menuju dapur. "Aku mau mandi dulu, dan akan memasak. Kamu tunggu di sini ya sampai aku selesai mandi."
Aku yang memperhatikan seisi ruangan itu, hanya mengangguk. "Iya."
Kiku berlalu. Kulihat, ia masuk ke pintu menuju dapur. Aku tersenyum karena merasa beruntung bertemu dengan gadis sebaik Kiku.
Ah, kenapa tidak dari dulu, aku datang ke sini ya? batinku.
Aku duduk di sebuah kursi yang berbahan dasar lembut, mirip seperti kapas. Kemudian menemukan sebuah foto digital yang terpasang di dinding.
Foto gadis berambut putih dan laki-laki berambut putih, yang sama berpakaian seragam serba putih. Wajah mereka sangat mirip. Senyuman menghiasi wajah keduanya dengan latar belakang gedung Magic Pilot Academy.
Laki-laki berambut putih. Apakah dia adalah kakak Kiku itu?
Pandanganku bergeser pada foto digital berikutnya. Ada pria dan wanita dewasa yang sama-sama berambut putih, saling tersenyum. Mungkin mereka adalah orang tua Kiku.
Kiku belum bercerita banyak tentang dirinya. Aku akan menunggunya sampai ia datang menemuiku lagi.
Tak lama kemudian, Kiku datang menghampiriku. Ia bergaun biru selutut berlengan panjang yang ditutupi rompi putih tanpa lengan. Kakinya putih bening, tanpa alas kaki, menjejak lantai yang bening seperti kaca.
"Aku sudah mandi," Kiku berdiri di dekatku. "Sekarang giliran kamu yang mandi."
"Iya," aku tersenyum seraya bangkit berdiri dari kursi.
Aku berjalan melewati Kiku. Gadis itu mengikutiku dari belakang. Karena bingung, aku berbalik untuk bertanya padanya.
"Kamar mandinya di mana?"
Kiku menunjuk ke pintu lain, yang berada di samping pintu menuju ke dapur.
"Itu, di sana."
Aku melihat ke arah yang ditunjuk Kiku.
"Oh. Terima kasih."
Bergegas melangkah lagi menuju kamar mandi, Kiku menyahut lagi.
"Handuk untukmu, sudah kusiapkan di sana. Tekan tombol merah, nanti keluar air dari atas."
"Iya."
Aku tersenyum sambil masuk lewat pintu yang terbuka otomatis.
***
Malam yang tenang, kulewati dengan damai. Perutku sudah terisi penuh dengan makanan yang dibuat Kiku. Rasanya sangat lezat seperti makanan buatan Ibu angkatku.
Kiku memasak dengan tenaganya sendiri, bukan dengan sihir. Katanya, memasak sendiri jauh lebih enak daripada sihir, saat aku membantunya untuk memasak di dapur.
Acara makan malam yang hening, kami lewati. Kiku memilih diam, dan sesekali hanya berbicara jika ada yang penting. Padahal aku penasaran sekali tentang dirinya lebih jauh lagi.
Kini aku terbaring di ranjang kapsul yang berbahan lembut. Dalam kegelapan, masih ada cahaya yang menyinari karena jendela kaca tidak tertutup dengan gorden sehingga cahaya lampu dari luar, menyorot sampai ke kamarku. Sorot cahaya itu mengenai wajahku karena jendela kaca berdekatan dengan ranjang yang kutempati.
Aku tidak bisa tidur. Insomnia mendadak menyerangku. Memikirkan keadaan dunia asalku. Bagaimana reaksi Ibu angkatku setelah tahu kalau aku menghilang tiba-tiba? Pasti ia mencemaskanku, dan aku takut penyakit jantungnya kumat lagi.
Aku berasal dari dunia masa kini, tahun 2019. Kota asalku adalah kota Tembilahan. Bersekolah di SMK teknologi. Tinggal berdua bersama Ibu angkatku, Ibu Hanum, yang merupakan seorang guru yang mengajar di SMK teknologi.
Umurku sekarang menginjak 16 tahun. Tidak lama lagi aku akan menamatkan sekolah. Tapi, kondisi sekarang telah berubah total, menuntunku untuk masuk ke sekolah yang baru.
Orang asing dan lingkungan asing, mungkin aku membutuhkan waktu yang sangat lama, untuk bisa beradaptasi di sini.
Tiba-tiba, terdengar suara yang mengejutkanku.
Dhuar!
Itu suara ledakan. Asalnya tak jauh dari tempatku.
"Suara apa itu?"
Secara refleks, aku bangun dan melompat dari ranjang. Aku bergegas mencari tahu lewat jendela.
Jendela terbuka. Aku melihat ada asap hitam yang membubung tinggi di udara. Di dekat asap itu, tampak beberapa cahaya kelap-kelip yang terbang di langit.
"Zian!"
Suara Kiku terdengar. Aku langsung keluar untuk menemuinya.
Gadis itu berdiri di dekat pintu kamarku. Raut wajahnya terlihat pucat.
"Ada apa, Kiku?"
"Mereka mengincarmu lagi."
"Siapa?"
"Yupiter Alliance."
"Apa?"
"Kita harus bergegas pergi dari sini!"
Tanpa membuang waktu, Kiku menarik tanganku untuk pergi. Kami buru-buru keluar.
Dhuaaar!
Ledakan itu mengenai rumah-rumah di sekitar kami. Aku membelalakkan mata. Semua orang berhamburan keluar dari rumah, menyelamatkan diri.
"Lari!"
"Yupiter Alliance menyerang kita lagi!"
"Ibu, aku takut!"
"Bayiku! Bayiku tertinggal di dalam sana!"
"Lupakan itu! Sebaiknya kita pergi dari sini!"
Seorang wanita muda berambut hitam bertelinga dan berekor Rubah, ditarik paksa oleh pria berambut merah yang juga berpenampilan yang sama. Mereka keluar dari rumah yang bersebelahan dengan rumah Kiku. Sepertinya mereka adalah sepasang suami-istri.