3# Another Start

2258 Words
"Hei, hei! Ada apa Al? Kenapa wajahmu ditekuk begitu? Apakah ada sesuatu yang terjadi di kantor?" Allura menghentikan langkah cepatnya secara mendadak. Perempuan itu lalu menolehkan wajahnya kesamping, dimana Azura sedang berjalan kearahnya. "Ada masalah?" Tanya Azura lagi, tepat saat wanita itu sudah berdiri di depan adiknya.  Allura menghembuskan nafas pelan. Mata abunya memandang Azura dengan datar, membuat sang kakak semakin bertanya-tanya, ada apakah gerangan?  "Aku baik-baik saja kak. Jangan khawatir. Mungkin aku hanya terlalu lelah,"  "Jangan berbohong!" "Aku tidak berbohong," "Kau berbohong," "Tidak!" "Yes, you did!" "No!" "Allura?" "Fine! Aku memang sedang tidak baik-baik saja," Azura tersenyum penuh kemenangan. Ia tau betul, Allura tidak pandai berbohong. Jadi tak sulit untuknya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.  Perlahan tapi pasti wanita itu menggiring adiknya berjalan menuju Sofa. Allura yang sedang dalam tahap kesal itu pun sama sekali tak perotes merasakan tarikan kecil di lengannya.  "Memangnya ada apa? Apa Dicky tidak bisa membantumu?" Tanya Azura penasaran. Wanita itu ikut merebahkan badannya di sofa sembari menarik tangan Allura, membuat adiknya ikut terduduk disampingnya.  "Tidak, Dicky sudah berusaha keras membantuku. Tapi mungkin saja aku yang belum bisa menyesuaikan diri," Azura menepuk pundak Allura beberapa kali, seakan memberi semangat untuk adik kesayangannya itu agar tidak mudah menyerah. Sebagai kakak yang baik, sepatutnya memang begitu bukan? "Tidak apa-apa, Al. Semua memang tidak bisa diraih dengan instan. Semua harus melalui sebuah proses. Aku yakin kau akan segera menguasai kantor. Jangan menyerah! Gadis pintar sepertimu tidak pantas menyerah," "Aku tau kak. Lagi pula bukan itu yang membuat mood ku rusak," "ohh? Bukan ya? Lalu kenapa?" Azura menaikan sebelah alisnya menunggu jawaban Allura. Allura menunduk, memainkan kuku-kuku jarinya yang telah dipoles oleh berbagai bahan kimia berwarna yang diperuntukan khusus untuk mempercantik kuku seseorang. "Bertemu seseorang dimasa lalu...mungkin," Bibir Azura bergerak membentuk huruf o. Wanita itu mengangguk-anggukkan kepala, lalu setelahnya tersenyum penuh arti. Allura yang merasa diperhatikan itu perlahan mendongak dan langsung menemukan senyuman jenaka yang terpatri jelas diwajah cantik kakaknya. "what?" Azura merebahkan punggungnya disandaran kursi. Wanita itu mengusap perut buncitnya dengan gerakan memutar pelan. Meskipun begitu arah pandangnya masih terfokus pada wajah Allura yang memperhatikannya dengan raut kesal. "Tidak," Azura mengulum senyum gelinya. "Apa seseorang itu tampan?" lanjutnya sembari menekan-nekan pipi Allura dengan jarinya. Allura mendengus, wanita itu sedikit memundurkan wajahnya agar tangan jahil Azura tidak bisa menyentuh pipinya lagi. Kakaknya ini ternyata begitu mengesalkan! seharusnya tadi ia tidak usah bercerita kepada Azura. bukannya menghilangkan rasa kesal, malah semakin membuat rasa kesalnya naik pangkat. "Aku tidak mau membahasnya," desah Allura kesal "Oh yeah, kau harus membahasnya sista," "Berhentilah menggodaku kak!" "Apakah dia tinggi? Apa dia baik? Apa dia menyapamu? Apa dia mengajakmu balikan? Siapa namanya? Siapa orang tuanya? Dia tinggal diman-" "oke, stop! " "Why? Aku hanya ingin tau siapa laki-laki yang berhasil memporak porandakan hari indah adikku ini," "Dia bukan seseorang yang penting kak. Percaya padaku. Kau hanya akan menyesali semua pertanyaanmu ketika kujawab nanti," Allura berdiri dari duduknya lalu mulai berjalan menuju lemari es. Tentu saja, pergerakannya itu dengan setia diikuti oleh Azura. "Kalau begitu ceritakan," Azura bersandar di kitchen island, tangan rampingnya bergerak melipat diri di depan d**a. Tangan ramping Allura bergerak cepat memindahkan isi jus yang ada di botol kedalam gelas yang tadi sudah ia siapkan. Mata abunya sedikit melirik Azura yang sedang bersedekap d**a. Ia tau, kakaknya itu memiliki jiwa semangat pantang menyerah yang tinggi, tapi ia tidak menyangka jiwa itu harus Azura praktekkan kepadanya. For God Sake! membahas Alno adalah hal terakhir yang ia inginkan. Dan kakaknya itu dengan keras kepala memintanya bercerita. Yang benar saja?! "Aku tidak mau bercerita," "Ya, kau harus!" "Tidak, terimakasih," "Ponakanmu yang meminta," "Dia hanya laki-laki berusia 26 tahun. Teman kampusku yang mengenalkannya padaku. Ku akui dia cukup tampan... oke, dia memang tampan, dia juga humoris, dan mungkin sedikit... mengintimidasi. Kami berteman, lalu entah bagaimana, kami menjalin hubungan. Tadinya, kufikir dia baik, tapi ternyata fikiranku meleset jauh dari kenyataan," "Apa yang terjadi?" Azura berjalan menuju salah satu kursi lalu segera mendudukinya. Ia mulai tertarik dengan apa yang terjadi. Dan sepertinya ketertarikan ini akan memakan waktu yang cukup lama. Jadi ia memilih untuk duduk sebelum janin yang ada diperutnya merengek kecapaian. Allura menghendikan bahunya acuh. Wanita itu mendudukan dirinya tepat disamping Azura. "Itu bagian yang mengerikan. Ku kira kau akan kaget jika mendengarnya. Aku tidak yakin akan menceritakan hal ini," "Ceritakan saja," Allura menghembuskan nafasnya pelan. Ia harus rela membuka lembaran masa lalunya lagi. sudah kepalang tanggung juga. "Dia memintaku untuk "berhubungan" dengannya," "Dia tidak mungkin melakukannya!" Kini raut terkejut yang berhasil mengubah arus wajah Azura. dan Allura maklum akan hal itu. Ini Indonesia, Right? "Ya, dia memang melakukannya. Tapi kau mengenalku kak. Aku tidak mungkin melakukan hal itu. Aku jelas menolaknya. Dan dia memakiku. Dia bilang aku hanyalah gadis kuliahan yang cupu, yang tidak selevel dengannya, yang... aku tidak tau mengapa dia mengatakan hal itu padahal sebelumnya dia sangat menjaga tutur katanya. Mungkin dia sedang emosi atau bagaimana aku tidak tau. Yang jelas mulai hari itu aku yakin, aku harus meninggalkannya," Allura mengakhiri ceritanya dengan senyum kecut. Azura memperhatikan adiknya dengan tatapan iba. Tak menyangka adiknya hampir mengalami nasib sial sepertinya. Cerita Allura ini tanpa sadar membuatnya teringat akan kejadian beberapa bulan lalu. Dimana ujungnya ia harus berakhir dengan hasil tespek yang menunjukan dua garis. Ini semua gara-gara wine sialan itu! Dan tentu saja terimakasih untuk laki-laki yang berhasil membuahkan zigot di rahimnya. "Dan tadi, aku bertemu dengannya. Dia menyapaku dan... entahlah, dia begitu semangat mengajakku makan siang berdua. Sampai menitipkan pesan pada Vonny," Allura meletakkan gelas kosongnya di atas meja. jari telunjuknya bermain memutar dibibir gelas. "Apa papa tau?" Allura menggeleng pelan menjawab pertanyaan Azura. Ia tidak mungkin memberitahukan hal ini pada papanya bukan? Bisa-bisa papanya itu langsung mengeluarkan pistol dari brangkasnya dan membunuh Alno ditempat. Memikirkan hal itu membuat Allura merinding, meskipun ia benci pada Alno, Tapi tetap saja ia masih memiliki hati nurani untuk tetap membiarkan Alno hidup dan bertaubat. "Siapa laki-laki itu Al?" Allura menoleh ke arah Azura. Wanita itu melipat bibirnya kedalam sebelum akhirnya berujar. "Raefalno Maxwell," Azura mematung ditempat. ia tidak bisa lebih terkejut dari ini. Raefalno? Alno? Laki-laki itu?! Tidak! Tidak! itu pasti bukan dia! Tapi tadi Allura mengatakan Maxwell. Tanpa sadar Azura mencengram pinggiraan meja. Tentu hal itu tidak luput dari pandangan Allura. "Kau baik-baik saja kak?" Azura terperanjat kaget saat mendapat tepukan ringan di bahunya. Wanita itu menoleh kearah Allura dan segera sadar akan apa yang diperbuatnya. "Apa kau baik-baik saja kak?" Ulang Allura "Ah ya, i'm Fine. Tapi sepertinya aku agak mengantuk. Aku akan beristirahat dikamar. See you, Al," Setelah menggumamkan kalimat itu, Azura segera berjalan cepat ke arah kamarnya. Allura yang melihat gelagat aneh kakaknya itu hanya bisa mengerutkan kening bingung. Mungkin memang kakaknya sedang butuh istirahat. Ibu hamil memang harus banyak-banyak beristirahat bukan? atau, Azura memang benar-benar menyesal setelah mendengar jawabannya? *** Allura mengetuk-ketukan jarinya dimeja bundar dengan kesal. Sudah hampir setengah jam ia duduk di ruang tunggu Sushi Tei. Tapi si penjaga restoran belum juga membuka pintu. Selalu saja begini. Setiap ia datang ke Restoran ini, dirinya tidak pernah mendapat tempat. Allura mengedarkan pandangannya, menatap manusia yang bernasib sama sepertinya.  Tidak heran kalau orang-orang ini rela menunggu, Sushi disini memang begitu juara. Allura mengakui hal  itu. Dan beruntungnya ia, kantor papanya tepat berada di depan Restoran ini. Allura melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya dengan kesal. Jam istirahat makan siang sudah hampir habis, tapi dirinya benar-benar tidak mau beranjak dari kursi kecil ini. Pekerjaan memang penting, tapi membayangkan rasa Sushi yang akan meleleh di mulutnya membuat pikiran tentang segala dokumen yang harus ditanda tanganinya hilang seketika. Masa bodoh kalau Dicky, atau Vonny,  atau Azura sekalipun menegurnya karena ini. Yang penting Sushi kecil itu bisa menetap dilidahnya. Bunyi bel pintu Restoran menyadarkan Allura dari bayangan sebuah Sushi. Wanita itu menoleh dengan cepat kearah pintu masuk. Sebenarnya tidak penting untuknya mengetahui siapapun itu yang datang, tapi mungkin tidak apa-apa hanya sekedar untuk melihat. Siapa tau yang datang adalah seorang laki-laki tampan yang sangup mencuri hatinya. Baiklah, itu mungkin sedikit berlebihan. Tapi pikiran itu sepertinya tidak terlalu meleset saat melihat yang masuk adalah dua pemuda dengan perawakan yang cukup cool. Allura tidak bisa melihat wajahnya karna kedua laki-laki itu membelakanginya. Allura jadi penasaran, seperti apa sih wajah kedua laki-laki? Seakan tersadar, Allura merutuk pelan. Demi Tuhan Al! Sejak kapan sifat Kepo Melekat dalam dirimu?! Allura baru akan kembali fokus pada ponselnya saat salah satu dari dua laki-laki itu menoleh kearahnya. Dan seketika tubuh Allura menegang, matanya terkunci pada mata biru laki-laki itu. Oh sial! Kenapa disaat-saat seperti ini dia harus bertemu dengan laki-laki berengsek itu. Beda orang, beda juga ceritanya. Disaat Allura kebingungan ditempat duduknya, Raefalno malah tersenyum sumringah saat matanya menangkap sosok Allura yang hanya berjarak 3 meja dari tempatnya berdiri. Laki-laki itu tanpa berifikir panjang buru-buru berjalan kearah Allura. Meninggalkan Kaemon yang bersungut kesal karna bossnya itu main meninggalkannya. "Kita bertemu lagi!" Allura mengumpat pelan saat sapaan itu menghampiri pendengarannya. Ia kalah cepat! Seharusnya kalau tadi ia tidak panik dan berfikir tenang, pasti saat ini dirinya sudah berlari ke kantornya. Dan berkat kebodohannya itu, sekarang ia harus terjebak dengan orang yang mati-matian ia hindari. Cobaan apa lagi ini?!! "Kau selalu menampakkan wajah tegang jika berhadapan denganku. Apa aku semenegangkan itu?" Ucapan Alno itu mampu membuat Allura kembali tersadar. Wanita itu segera berdiri dari duduknya lalu mundur selangkah. Mengupayakan jarak terjauh dari mantannya itu.  "Tidak, aku biasa saja," Raefalno menaikan sebelah alisnya geli. Laki-laki itu baru akan menanggapi kilahan Allura saat suara Kaemon lebih dulu mengintrupsi. "Sialan kau! Kenapa kau selalu meninggalkanku sendirian! Para penjaga baru Ray itu memperhatikanku seperti melihat setan!" Sungut Kae kesal. Laki-laki itu menghendikan kepalanya kearah 2 orang satpam bertubuh besar yang sedang menjaga dipintu pmbatas antara ruang tunggu dan Restoran Sushi Tei. Alno mengikuti arah pandang Kae lalu berdecak pelan. Temannya ini hanya tubuhnya saja yang besar. Nyali sudah seperti ubur-ubur. "Jangan seperti anak kecil! Kau tinggal menelpon Ray dan si sombong itu pasti dengan segera akan memberitahu Penjaganya bahwa kita ini teman seperjuangan bos mereka," "Kau lupa?! Akhir-akhir ini Ray sangat sulit dihubungi bukan?! Bahkan saat sidang perceraianku saja dia tidak akan datang kalau aku tidak repot-repot mengunjungi rumahnya jam 3 pagi hanya agar aku bisa menemuinya," Raefalno terkekeh pelan. Ia ingat betul kejadian itu. Kejadian disaat Raymond terlihat begitu kesal pada Kae, tapi laki-laki sombong itu tidak bisa berbuat apapun selain ikut menemani Kae dalam sidang perceraiannya walaupun harus mengumpat beberapa kali karna panggilan Vanessa yang mengatakan bahwa wanita cantik itu kewalahan jika harus mengurusi Restoran Ray sendirian. "Tapi dia teman yang baik, Kae. Kau harus mengakui itu!" Raefalno tersenyum sumringah mengatakan itu. Berbeda dengan Kaemon yang hanya mengangguk acuh. Memang persahabatan mereka terlihat aneh karna perbedaan yang begitu mencolok diantara mereka. Alno dengan perusahaan papa tirinya, Kaemon dengan pangkat Personal Assistant-nya, dan Raymond dengan Restoran Sushinya. Sungguh perbedaan mereka pasti membuat orang bertanya-tanya dari mana persahabatan mereka bisa dimulai kalau dalam bidang pekerjaan saja mereka sudah terlampau berbeda jauh, tentu terlepas dari status Kae yang mengabdi pada Alno. Sebenarnya Kaemon juga memiliki aset yang sama besarnya dengan Alno. Tapi laki-laki itu rela meninggalkan seluruh kekayaannya dan memilih mengabdi pada Alno hanya untuk Litha, istrinya. Ralat, mantan istrinya. Tapi ya mau bagaimana lagi? Tuhan selalu punya caranya sendiri untuk mendekatkan seseorang bukan? Dan mungkin hal itu yang dialami ketiga laki-laki tampan ini. Perbedaan tidak membuat mereka menelantarkan arti persahabatan yang sesungguhnya. Allura mengatupkan bibirnya erat-erat. Sesaat sebuah pertanyaan muncul dalam benaknya tanpa bisa dicegah. Kenapa ia masih diam disini padahal jelas-jelas kedua laki-laki didepannya sedang sibuk bercengkrama dan itu berarti kesempatan besarnya untuk kabur. Kaki Allura sudah membuat ancang-ancang untuk lari. Hanya tinggal memberikan sedikit dorongan tenaga pada kedua kakinya dan ia akan segera terbebas dari neraka kecil ini. Ya hanya tinggal sedikit saat Raefalno sudah lebih dulu mempelajari gerak-geriknya. Dengan tangan yang tegas. Alno langsung mencekal lengan Allura untuk menghentikan gerakan perempuan itu secara mendadak. Tentu saja hal itu membuat Allura terperanjat kaget. Tak menyangka pergerakannya akan terbaca oleh Raefalno. Kaemon yang sedari tadi tak menyadari hadirnya satu wanita diantara mereka membuat laki-laki itu akhirnya mengerutkan kening saat matanya menangkap sosok Allura disini. Jangan tanyakan mengapa ia bisa tau kalau yang didepannya ini adalah Ms. Eleanor, meskipun Alno sama sekali tidak pernah memberitahukannya wajah asli seorang Allura. Salahkan saja berbagai majalah bisnis yang selalu menjadikan Allura sebagai topik utama berita mereka, 'CEO muda cantik nan berbakat menggantikan posisi Geza Eleanor untuk memimpin EL INC' entahlah Kae lupa bagaimana majalah itu menuliskan judul. Yang pasti dia jadi tau bagaimana wujud Ms. Eleanor sebenarnya. Dan hell! Ia begitu merutuki tindakan bodoh Alno yang telah membuang sia-sia wanita cantik seperti Allura. Ingatkan dia untuk tertawa mengejek Alno yang suatu saat nanti akan ganti ditinggalkan Allura.  "Kau mau kemana, babe? Kau kan belum makan," suara Alno membuat Kaemon akhirnya tersadar dan langsung memperhatikan raut shock yang terpatri jelas dalam wajah Allura. Diam-diam Kae menahan tawanya melihat wajah tak terima Allura. Sungguh ia yakin betul dalam diri Allura kini ada sengatan listrik begitu bosnya tadi menggunakan embel-embel babe. Tapi disisi lain ia tau Allura sedang menampik mati-matian sengatan listrik itu. Bisa ia lihat dari cara wanita itu menatap Alno tak terima. "Aku bukan babe-mu tuan! Dan aku harus kembali kekantor. Sudah tidak berselera makan melihat antrian yang begitu ramai disini," dan tentu saja wajahmu Mr. Maxwell. Lanjut Allura dalam hati. "Ah kau tidak perlu terburu-buru, Al. Ikutlah bersama kami. Kau tidak perlu mengantri lagi, dan pastinya kau tidak akan kehilangan rasa Sushi," Ucapan Raefalno itu mampu membuat Alis Kaemon terangkat satu. Ia tidak salah dengar kan barusan? "Tunggu, No. Ray tidak akan suka dengan ini. Kau tau dia hanya menyediakan tempat itu untuk ki-" "Ray pasti tidak akan keberatan, Kae. Kau percaya saja kepadaku. Aku bisa mengatasinya," Ah Kae lupa. Raefalno bisa membuat Raymond membalikan ucapan sebelumnya. "Tidak perlu repot-repot Mr. Maxwell. Aku akan kembali saja ke kantor. Lagi pula banyak dokumen yang harus aku kerjakan disana. Permi-Alno apa yang kau lakukan!!" Allura baru saja akan berbalik saat tangan besar Alno melingkar dipinggangnya lalu dengan gerakan cepat menariknya-sedikit mengangkat-menuju pintu pembatas. Raefalno tidak membalas pekikan Allura. Laki-laki itu hanya terkekeh pelan merasakan berontakan Allura ditangannya.  Alno bisa melihat beberapa orang menatap mereka dangan pandangan penasaran bercampur geli bercampur kesal. Tapi ia tidak perduli, ia sudah bertekad. Mulai saat ini tidak akan ada lagi kata penolakan dari Allura. Ia harus membuat Allura jatuh kepadanya lagi. Ya, harus!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD