bc

The Bad Girl's Baby

book_age16+
13.3K
FOLLOW
73.9K
READ
dark
love-triangle
family
pregnant
badgirl
tomboy
drama
bxg
enimies to lovers
school
like
intro-logo
Blurb

Kemalangan yang menimpa Nesya Maulidya Kasih tampaknya tak kunjung menemukan kebahagiaan. Semuanya bermula dari sang mama yang meninggal dalam keadaan gila. Sang papa—Adnan—menikahi seorang perempuan dari masa lalunya, padahal dia masih terikat pernikahan dengan mama Nesya.

Setelah kematian sang mama, hubungan Nesya dan Adnan sebagai anak dan ayah terbilang buruk. Semenjak saat itu, Nesya yang awalnya ceria dan penyayang berubah menjadi gadis pemberontak dan suka membuat onar.

Suatu hari, Nesya mendapati dirinya tengah hamil, sedangkan ayah sang bayi, Alvino Mahendra, pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan tanpa mengetahui keadaannya. Lantas, bagaimana nasib Nesya selanjutnya? Akankah Nesya mempertahankan janin di dalam rahimnya atau justru menggugurkannya, mengingat hubungannya dengan sang ayah jauh dari kata harmonis?

chap-preview
Free preview
Bagian 1
"Kita akhiri rapat kali ini. Terima kasih atas kehadiran kalian." Seorang siswa tampan dalam balutan seragam putih abu-abu itu mengedarkan pandangan sambil menyunggingkan senyum tipis sebagai ucapan terima kasih karena anggota-anggotanya mau menghadiri rapat PIK-R yang diadakan setiap minggu. Alvino Mahendra—siswa itu—memang merupakan ketua PIK-R yang akan segera melepas masa jabatan karena dirinya sudah menginjak kelas dua belas. Selama dua tahun terakhir ini, dia sibuk berkutat dengan organisasi-organisasi di sekolah, seperti OSIS, PIK-R, dan paskibraka sehingga tidak ada waktu untuk nongkrong bersama teman-teman sebaya. Pemuda itu harus bekerja keras mendapatkan nilai akademis dan nonakademis agar beasiswanya tak dicabut. Setelah mendapat instruksi dari sang ketua, semua anggota PIK-R mulai beranjak ke luar meninggalkan ruang sekretariat, kecuali seorang siswi yang masih sibuk memasukkan beberapa map kertas ke dalam tas merah muda miliknya. Gadis ber-name tag  ‘Adeeva Rahma A.’ itu mencangklong tas, lantas berpamitan dengan Vino, "Aku duluan, ya, Kak," pamitnya sambil mengulum senyum tiga jari hingga menampilkan gigi putihnya yang berderet rapi. Alvino membalas senyuman Adeeva dengan senyum yang tak kalah hangatnya. "Iya. Hati-hati di jalan, ya, Dek. Makasih udah ikut rapat." "Iya, Kak, sama-sama." Adeeva pun bergegas keluar karena sang papa sudah menunggu di depan sekolah, meninggalkan Vino yang masih sibuk membereskan beberapa kertas di atas meja. Tak lama setelah Adeeva berpamitan, Alvino bangkit dari kursi, keluar dari ruang sekretariat PIK-R dan mengunci pintu dua daun berwarna cokelat itu. Ketika selesai mengunci pintu, pemuda itu akan berjalan ke parkiran. Namun, ekor matanya tak sengaja menangkap seorang gadis yang tak asing baginya  disenggol oleh seorang siswi. Kaki panjangnya bergegas menghampiri dua gadis tersebut. Dia terlebih dahulu menolong Adeeva yang jatuh terduduk di atas lantai, kemudian menatap siswi yang sepertinya sengaja menyenggol Adeeva. Dipandangnya gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Vino hanya bisa menggeleng heran melihat penampilan gadis ber-name tag ‘Nesya Maulidya K.’ Yang benar-benar carut marut—ujung kemeja tidak dimasukkan ke dalam rok, dua kancing kemeja bagian atas tak dikancingkan sehingga memperlihatkan kaus dalaman berwarna putih, ujung lengan disingsing hingga bahu, dan rok pendek sepuluh sentimeter di atas lutut yang dikenakan gadis itu benar-benar ketat sehingga membentuk lekuk tubuhnya. Nesya memandang Vino dengan tajam, merasa risi dengan tatapan pemuda itu yang seolah-olah tengah menelanjanginya. Dia berdecih pelan. Semua laki-laki di dunia ini memang mata keranjang. Melihat gadis cantik dan mulus dikit, matanya langsung jelalatan. Tak ingin berlama-lama di sana, gadis itu pun berbalik, hendak pergi. Namun, langkahnya tertahan saat suara bariton milik Vino membumbung di udara, menyusup ke dalam indra pendengarnya. "Hei!" Nesya kembali membalikkan tubuh, lantas mengangkat sebelah alis tinggi-tinggi, menunggu pemuda yang berdiri beberapa meter di hadapannya untuk melanjutkan kalimatnya. "Apa kamu sama sekali tidak mempunyai rasa bersalah?" Alvino bertanya dengan tatapan yang tak kalah tajam. Nesya mengedikkan bahu, acuh tak acuh. "Memangnya gue bersalah atas apa?" "Kak, biarin aja! Aku enggak kenapa-napa, kok. Sudah, ya? Jangan terlalu diambil hati.” Adeeva mencengkeram lengan kekar Alvino lembut, mencoba meredakan emosinya yang sudah tersulut. "Biar Kakak yang atasi semua ini." Alvino menatap lekat manik Adeeva sambil melepaskan cengkeraman gadis itu, lantas menghampiri Nesya yang berdiri angkuh tak jauh dari posisisnya tadi. Alvino mencengkeram bahu Nesya kasar. Netra hitamnya begitu tajam menatap gadis itu, seakan-akan ingin menusuk jantung Nesya menggunakan tatapannya. Nesya tetap tak gentar dengan tatapan mengintimidasi yang dilayangkan oleh Vino. "Jauhin tangan lo dari tubuh gue!" pekiknya sembari meronta-ronta minta dilepaskan. Alih-alih melepaskan, Alvino malah mencengkeram bahu Nesya semakin kuat, membuat gadis itu meringis kesakitan tanpa sadar. Adeeva mulai ketakutan melihat perlakuan Alvino terhadap Nesya yang semakin kasar. Setahunya Alvino adalah siswa yang sangat baik, sopan, pandai, dan tidak pernah berbuat kasar seperti apa yang baru dilihatnya tadi. "Kamu minta maaf atau aku akan laporkan kamu ke pihak sekolah," ancamnya. "Ini hanya masalah kecil. Kenapa lo besar-besarin, hah?! Gue juga bisa laporin lo atas tindak kekerasan." Wajah Nesya mulai memerah dengan mata yang memelotot tajam. Dadanya naik turun, menahan amarah yang perlahan-lahan merayap dan mulai membakar akal sehatnya. "Apa yang kamu perbuat lebih kasar daripada apa yang aku lakukan sekarang!" Suara Alvino mulai meninggi. Rasanya, dia sudah tak sanggup menghadapi sikap gadis yang tak tahu sopan santun seperti Nesya ini. Pemuda itu diam sejenak, kemudian mengempaskan tubuh Nesya begitu saja. Untung saja, Nesya mampu menjaga keseimbangan. Kalau tidak, mungkin saat ini pantatnya akan bertemu dengan lantai marmer yang cukup keras. "Sekarang, lebih baik kamu minta maaf daripada masalah ini semakin rumit." Suara Alvino memelan seperti semula. Tampaknya, dia sudah berhasil menguasai emosi yang sempat membumbung tinggi di dalam dadanya. "Oke. Gue akan minta maaf." Nesya menghampiri Adeeva yang sedari tadi hanya diam memperhatikan pertengkaran dua insan berbeda lawan jenis tersebut. "Maafin gue. Gue enggak sengaja," ucapnya dengan nada bicara yang terdengar tak ikhlas. Senyum manis terpatri di bibir Adeeva. "Tidak apa-apa kok, Kak. Lagi pula, aku tidak terluka sama sekali." "Bagus, deh, kalau gitu," kata Nesya tak acuh, lalu berbalik menghampiri Alvino. "Puas lo?" tanyanya sembari menaikkan dagu tinggi-tinggi, seolah-olah tengah menantang Vino dan menyulut api permusuhan. Setelah mengucapkan dua kata itu, Nesya berlalu meninggalkan mereka berdua dengan langkah angkuh. Alvino menatap punggung Nesya yang semakin menjauh. Perlahan, sebongkah rasa bersalah mulai merayap, mencengkeram dadanya kuat-kuat ketika mengingat perlakuannya tadi terhadap Nesya. "Apakah aku sangat keterlaluan tadi?"  batinnya. "Kak!" panggil Adeeva, membuat lamunan Alvino buyar seketika. "Kakak baik-baik saja, ‘kan?" Pemuda itu menyunggingkan senyum tipis. "Ya. Aku baik-baik saja, kok." Adeeva mengembuskan napas lega. Namun, sedetik kemudian, raut wajahnya berubah muram. "Maafin aku, ya, Kak. Gara-gara aku Kakak jadi terlibat pertikaian dengan kakak tadi.” "Enggak, kok. Oh, ya, kamu jangan takut, ya, sama apa yang kulakukan tadi! Aku cuma enggak suka aja dengan sikapnya yang tidak tahu sopan santun." "Ahh ... i-iya, Kak." Suara Adeeva mencicit, mengingat kejadian tadi, yang mana dia melihat sisi Alvino yang berbeda dari biasanya. "Makasih karena Kakak sudah mau menolongku,." Alvino hanya mengangguk. "Kamu mau pulang, 'kan? Biar aku anterin.” "Tidak usah, Kak. Aku sudah dijemput, kok." Adeeva menolak tawaran Alvino secara halus. Sebenarnya, dia sangat ingin diantar oleh pemuda berparas rupawan yang sudah menjadi tambatan hatinya sejak lama itu. Namun, apalah daya, kali ini kesempatan tak berpihak padanya. Mana mungkin dia menyuruh sang papa kembali ke kantor, padahal pria paruh baya itu sudah menunggu sedari tadi? "Ya, sudah, kalau begitu aku duluan, ya,” pamitnya, lantas melangkahkan kaki ke tujuan semula—tempat parkir. "Iya, Kak." Adeeva memandang punggung tegap Alvino yang terus menjauh, kemudian menghilang ketika pemuda itu berbelok menuju tempat parkir. Senyum lebar masih terpatri di bibir mungilnya tatkala mengingat kejadian tadi. Meskipun Vino memperlihatkan sisi yang berbeda dari sebelum-sebelumnya, tetapi dia tetap menyukai pemuda itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.4K
bc

T E A R S

read
312.6K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.6K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.1K
bc

RAHIM KONTRAK

read
418.1K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook