4. KELUARGA RIO

1268 Words
Sebelumnya antara Rio dan Rea terjadi suatu hal yang tidak biasa, mereka saling mendapat sesuatu yang aneh saat melihat wajah dari dekat. *** Para mahasiswa masih fokus untuk belajar di ruang kelas. Kali ini semua memperhatikan dengan seksama, bahkan seorang Rio yang cenderung pemalas juga tampak antusias. Rio memang menyukai belajar berhitung angka itu daripada menghitung rumus-rumus fisika atau teori perekonomian. Terlebih dosen yang ramah juga menambah semangat semua mahasiswa di situ. Menit demi menit terus berlalu, pada saat pertengahan pelajaran, Pak Hanif memanggil seorang peserta didiknya. "Rea Feliza. Tolong maju selesaikan soal yang ini!" "Siap Pak!" Rea langsung bergegas maju, namun setelah beberapa langkah, ada sebuah bola kertas melayang ke arah Rea dan mengenai punggungnya. Rio bermaksud membalas lemparan yang tadi pagi dia terima, perbuatannya membuat Rea berhenti seketika dan menoleh ke belakang, pastinya menoleh ke arah Rio yang selalu mengganggunya. Tampak Rio berpura-pura menulis dan menunduk agar tidak ketahuan, akan tetapi sia-sia karena Rea sudah terbiasa. "Rio, bisa diem gak kamu?" ucap Rea kesal. "Hah, apa? Kamu memanggilku? Sorry aja, aku gak bisa bantuin kamu menyelesaikan soal itu." "Ya jelas gak bisalah. Soalnya kamu emang Pria Bego!" "Terserah kamu mau bilang apa, Gadis Jelek!" balas Rio sambil menjulurkan lidah. Mendengar itu, Rea tidak peduli lagi dengan pria tampan itu dan melanjutkan maju untuk menyelesaikan soal di depan. Sebenarnya Rio bisa menyelesaikan soal itu, karena tidak begitu sulit. Rea mampu menyelesaikan soal itu dengan cepat, bahkan hanya beberapa detik saja. Itu sangat hebat dan membuat Pak Hanif bangga, katanya Rea adalah mahasiswa yang terbaik di sini. Selanjutnya Rea dipersilakan kembali ke tempat duduk. Pak Hanif menerangkan kembali langkah-langkah dan cara mengerjakan soal itu, semua mahasiswa memperhatikan dengan serius. "Apa semua sudah paham?" tanya dosen. "Sudah Pak." "Belum Pak." Ada sedikit mahasiswa yang belum paham tapi bukan Rio. Kemudian Pak dosen menanyakan bagian mana yang belum paham, selanjutnya memberi tahu caranya lagi. "Apabila masih ada yang belum paham, kalian bisa tanya pada Rea dan minta untuk mengajari caranya," kata Pak Hanif, sedangkan Rea yang mendengar permintaan itu memilih untuk tersenyum. Waktu terus berlalu hingga jam pelajaran habis, Pak Hanif segera berpamitan dan meninggalkan ruang kelas itu. Karena sudah tidak ada lagi mata pelajaran, maka semua mahasiswa di situ bergegas untuk pulang. Terlihat para mahasiswa di sekitar Kampus berhamburan membawa tas tanda selesai semua pembelajaran hari ini. "Ada yang mau ikut pulang bareng aku gak?" tanya Rio pada geng-nya. "Makasih. Lain kali aja." Karena tidak ada yang ikut, Rio berpamitan dengan teman-temannya, lalu menuju tempat parkir untuk mengambil mobil. Berjalan sambil memperhatikan layar ponselnya, Rio selalu disapa oleh banyak cewek di sepanjang jalan menuju tempat parkir, dia hanya memberi senyum pada mereka, para cewek tersebut sangat senang mendapat senyuman dari si tampan Rio. "Rio, kenapa sih kamu menolak cintaku," kata seorang cewek yang berpakaian cukup seksi. Dia mengatakan itu setelah Rio sudah jauh, sebelumnya cewek itu pernah mengungkapkan perasaannya pada Rio, namun Rio hanya menganggap itu sebuah lelucon. Meski cintanya ditolak, cewek itu masih saja menyukai Rio. Terlihat Rea sudah menaiki motor matic berwarna pink dan mengenakan helm warna pink juga. Warna favorit Rea adalah warna pink, sebenarnya warna itu terlalu kontras dengan penampilannya saat ini, namun dia tidak peduli bagaimana orang lain menilai dirinya. Rea selalu memakai motor kesayangannya itu untuk pergi ke Kampus atau ke tempat lain. Dengan wajah ceria, Rea menjalankan motornya dan bergegas pulang, suara motor matic miliknya terdengar sangat halus, sepertinya dia rajin merawat motornya itu. Perjalanan menuju rumah terasa sangat damai di hati Rea, keadaan jalanan yang tidak ramai menambah nyaman dalam berkendara, pohon-pohon rindang di pinggir jalan membuat suasana sejuk di siang hari yang cerah. Rea menikmati perjalanan dengan santai, namun tiba-tiba ada sebuah mobil berwarna biru mengganggu perjalanannya. Mobil itu menyamakan kecepatan dengan motor Rea lalu mencoba menyudutkannya, mobil itu membuatnya kesal. Rea mencoba menambah kecepatan untuk menjauh dari mobil itu, namun mobil itu juga menambah kecepatan dan menyusul Rea. Tidak lama setelah mobil berjalan bersama dengan motor Rea, kaca mobil perlahan terbuka dan tampaklah seorang pria yang paling dibencinya saat ini, siapa lagi kalau bukan Rio Farezi. Wajah Rio sedang tersenyum gembira, melihat wajahnya, Rea semakin kesal. "Jadi ternyata kamu, si Pria Bego. Pergi sana jangan ganggu aku!" teriak Rea. "Okelah, kalau itu yang kamu mau. Bye Gadis Jelek," jawab Rio, kemudian menutup kaca mobil dan melaju dengan cepat meninggalkan Rea. Terlihat Rio sangat senang karena berhasil membuat rivalnya kesal. "Sialan banget si Pria Bego itu. Mengganggu orang menikmati perjalanan aja," ucap Rea dengan menggerutu karena kesal. Beberapa menit kemudian, Rio sampai di depan gerbang rumahnya. Suara klakson mobil berbunyi beberapa kali, seorang satpam datang membukakan pintu gerbang berwarna hitam itu, mobil Rio memasuki gerbang dengan perlahan dan menuju garasi. Rumah mewah bertingkat dengan cat warna kuning terlihat sangat megah, halaman rumah yang luas dengan hiasan bunga-bunga di sekitar taman dan rerumputan hijau menambah halaman rumah terlihat sangat indah. Rio turun dari mobilnya dan bergegas masuk ke rumah, membuka pintu dengan tergesa-gesa serta tidak menutup pintu kembali. Seorang wanita yang masih terlihat muda dan cantik kebetulan ada di ruang tamu dan melihat tingkah Rio dengan menggelengkan kepala. Sepertinya wanita itu adalah Ibunya, tampak seperti wanita umur 25 tahun. Kemudian memanggil dan mendekati Rio yang baru saja pulang dari kuliah, Rio berhenti dan menoleh mendengar panggilan itu. "Papa belum pulang juga, Ma?" tanya Rio. "Belum Sayang. Mungkin 2 minggu lagi." "Apa? Selama itu. Katanya mau kasih kejutan untuk Rio, huft!" jawab Rio sambil cemberut, melihat itu Ibunya Rio menjewer pipi Rio agar tersenyum. "Mama apaan sih. Rio itu udah besar, gak perlu dimanja lagi," kata Rio lalu pergi meninggalkan Ibunya. "Beneran udah bisa mandiri dan gak manja lagi?" tanya Ibunya. Mendengar ucapan Ibunya itu, Rio mendadak berhenti seketika. Selanjutnya dia memutar balik badan dan berlari ke arah Ibunya. Rio tiba-tiba memeluk Ibunya dan berkata, "Hehe ... Enggak Ma. Rio belum ingin berpisah dengan Mama, Rio masih butuh banyak bantuan dari Mama, dan Rio belum bisa mandiri. Jadi jangan tinggalin Rio ya Ma sampai waktunya tiba nanti." Mendengar kata-kata Rio, Ibunya tersenyum senang. Kemudian Rio melepas pelukannya. "Anak Mama yang paling tampan ternyata masih seperti anak kecil," ucap Ibunya sambil memencet hidung mancung Rio. "Biarin seperti anak kecil." Rio mencium pipi Ibunya, kemudian pergi ke arah rak sepatu untuk mencopot sepatunya. Setelah itu naik ke atas tangga menuju kamar tidurnya. "Rio, udah makan belum?" "Nanti aja Ma. Belum laper." Rio masuk ke kamarnya, sedangkan Ibunya yang melihat dari bawah hanya menghela napas. Sebenarnya Ibu Rio khawatir jika anaknya telat makan nanti bisa sakit, namun mau bagaimana lagi kalau Rio sudah berkata seperti itu. Ibu Rio melanjutkan aktifitasnya, akan tetapi berhenti ketika melihat sebuah foto besar di dinding. Sebuah foto keluarga, di dalam foto itu ada anak kecil yang sangat imut dan lucu di tengah-tengah laki-laki yang sangat tampan dan perempuan yang sangat cantik. Sepertinya itu kedua orang tua Rio dan foto Rio pada saat berumur sekitar 4 tahun. Di bagian bawah foto laki-laki tampan itu bertuliskan sebuah nama Renald Farezi sedangkan di bagian bawah perempuan cantik itu bertuliskan Devita Farezi, setelah di lihat dari dekat ternyata ada tulisan kecil di bagian bawah foto anak kecil itu, bertuliskan Rio Farezi. Ayahnya Rio selalu sibuk bisnis keluar kota, bahkan sering keluar negeri, jadi Ayahnya sangat jarang menemani dan mendidik Rio sejak kecil. Ibunya yang sering mendidik dan menemani Rio, hal itulah yang membuat Rio sangat sayang sama Ibunya. Namun semenjak Rio mulai tumbuh dewasa, Ibunya jadi sering keluar kota untuk menemani bisnis suaminya. "Lihatlah Pa, anak kita satu-satunya sudah dewasa sekarang, meskipun masih manja dan seperti anak kecil. Semoga suatu saat Rio bisa mandiri," kata Ibunya Rio dengan senyum penuh harapan. To be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD