BAB 3

1323 Words
*Minho Pov “Tokki ya, hari sabtu ini eommoni akan pulang, kau mau menjemputnya?” “Jinjja oppa? Kau tau dari mana?” “Kemarin eommoni menelponku dan mengatakan bahwa sabtu ini mereka akan pulang dari Osaka karena urusan dengan klien sudah beres,” “Cih, kenapa eomma mengabari orang lain, bukannya mengabari anaknya sendiri,” Ketika denger tanggapan dari Yura, otomatis aja kepalanya gue jitak. Apa – apaan anak ini, kenapa bilang gue orang lain. Jelas – jelas gue itu calon suaminya, “Akh! Yaa Kim Minho, berani – beraninya kau menjitak kepalaku eoh?!” “Dan kenapa kau berani – beraninya mengataiku orang lain tokki yaa? Hmm?” “Aish, hanya karena itu kau menjitak kepalaku? Akan kulaporkan Jun oppa bahwa seorang Kim Minho telah menyakiti adik perempuan satu – satunya ini,” Kan main ancem, jelas lah gue auto ngalah kalo gue masih pengin tulang – tulang gue utuh jangan sampai berurusan sama Jun hyung. Dia adalah pemegang sabuk hitam taekwondo, karate, dia juga belajar aikido, judo, taichi. Bukan hanya Jun hyung, tapi semua oppanya Yura adalah ahli bela diri. Itulah kenapa gue nggak mau nyari masalah sama semua oppanya Yura. “Arraseo mianhae, jangan adukan kepada Jun hyung, bisa – bisa pacar satu – satumu ini mati dengan tulang remuk,” “Itu mudah, jika kau mati aku tinggal mencari pacar yang lain saja,” “Sepertinya kau sudah tidak mencintaiku tokki yaa?” “Aigoo, apa sekarang pacarku berubah menjadi tukang ngambek? Tentu saja aku masih sangat mencintaimu. Kenapa kau menanyakan hal sesederhana itu oppa?” “Anii, geunyang. Aku hanya takut kau akan berpaling dariku,” “Tentu saja tidak. Aku tidak mungkin berpaling dari laki – laki yang sangat tampan dan mencintaiku ini. Laki – laki inilah yang menggantikan peran para oppaku untuk menjagaku,” “Ahhh tokki yaa, saranghae. Sepertinya aku adalah laki – laki yang paling beruntung karena bisa mendapatkanmu tokki,” *** Saat ini gue sama Yura lagi jalan ke bandara, jalanan cukup macet juga. Karena ini memang jam dimana semua orang keluar rumah untuk pergi makan malam, entah itu sama pacar atau keluarganya. Sementara gue, lagi kejebak macet. Takutnya nanti pas gue sampe bandara eommoni udah balik kan repot ntar. Mana gue udah bilang ke eommoni kalo gue sama Yura yang mau jemput mereka. “Oppa, apa kau lapar? Sepertinya kau dari siang belum sempat makan,” “Eoh, aku sedikit lapar tokki, tapi di jalan tol tidak mungkin ada minimarket kan,” “Igeo. Makan roti ini dulu oppa, sebelum berangkat tadi aku mampir minimarket dulu untuk membeli beberapa makanan, karena aku tahu oppa belum makan,” “Gomawo, tapi bisa kau suapi aku?” “Oppa, kau punya tanagn, kau bisa makan sendiri,” “Kau lihat bukan aku sedang menyetir,” “Oppa, bahkan sudah hampir 5 menit mobil kita tidak bergerak dan kau masih beralasan sedang menyetir,” “Kumohon Yura yaaa, suapi namchin mu yang tampan dan imut ini, eoh eoh eoh?” “Aish arraseo, berhenti bertingkah imut seperti itu oppa, jebal,” “Waeee, kau menyukainya bukan?” “Eoh, bisa – bisa aku jatuh cinta setengah mati padamu,” Gue makan roti dari suapan Yura, kapan lagi bisa manja ke pacar sendiri kan. Yura nya aja sibuk terus, apalagi gue yang bentar lagi lulus, jelas lebih sibuk. Kebetulan aja eommoni ikut pergi ke Osaka, jadi Yura tinggal di apart gue. Akhirnya mobil gue bisa jalan, butuh 15 menit buat sampai bandara untung aja nggak telat buat. Penerbangan dari Osaka sekitar 9 menit lagi baru sampe, sambil nunggu eommoni gue ijin pergi ke Yura buat beli roti sandwich sebentar, asli gue laper berat. Roti dari Yura mana cukup buat gue. Saat gue lagi antre, tiba – tiba Yura telpon, “Eoh tokki ya, wae?” "Oppa, belikan juga untuk eomma dan appa, aku takut mereka belum makan," "Emm, arraseo. Eommoni dan abeoji seperti biasa kan?" "Nde oppa, sebentar lagi mereka akan sampai. Jika oppa belum selesai kami akan menyusul oppa," "Geure, sudah dulu tokki, aku harus memesan sandwhich lagi," Nggak lama setelah gue pesen, pesenan gue udah jadi. Gue mutusin buat nyusulin Yura aja, nggak enak aja sama eommoni dan abeoji. Saat gue lagi jalan buru - buru, nggak sengaja gue nabrak cewe. "Ah. Jeosonghabnida, gwaenchanaseyeo?" "Nde, gwaenchanayeo. Kim Minho?" "Nde? Nuguseyeo?" "Kim Minho, benarkan? Ini gue Stella, Jang Stella," "Stella? Ahhhh, babi bodoh? Wahh lo udah besar ya sekarang. Apa kabar lo?" "Seperti yang lo liat sekarang, gue baik. Enak aja lo masih manggil gue babi, gue udah nggak gendut lagi," "Hahaha, babi tetep aja babi lo, gue yakin makan lo tetep banyak," "Iya si, tapi sekarang gue juga rajin olahraga juga biar nggak kaya babi lagi. Eh ngomong - ngomong ngapain lo disini?" "Oppa?!" gue langsung liat siapa yang manggil gue, ternyata Yura sama orang tuanya, gawat nih bisa dikira selingkuh gue. "Oh Yura yaa. Annyeonghaseyeo eommoni, abeoji. Bagaimana perjalanan kalian?" "Baik, dia siapa Minho?" "Abeoji perkenalkan ini Stella, Jang Stella. Teman masa kecil saya," "Geure? Annyeonghaseyeo Stella ssi, senang berkenalan denganmu. Saya Min Junho calon mertua dari Kim Minho, ini istri saya Park Sara dan ini anak bungsu saya Min Yoora calon istri Kim Minho," Gue kaget bukan main denger perkataan abeoji kalo gue ini calon menantu dia. Gue pun merhatiin muka Yura yang keliatan senyum, tapi tatapan matanya ke gue bener- bener ngomong bahwa dia butuh penjelasan lebih lanjut, kalo nggak mati gue. "Nde, annyeonghaseyeo senang berkenalan dengan anda juga Tuan Min Junho. Sepertinya Minho sudah memiliki calon ya?" "Ya benar. Ngomong - ngomong Stella ssi, apakah kamu mau makan malam bersama kami agar kita bisa lebih akrab nantinya karena kamu teman masa kecilnya Minho kan? Tentunya jika waktumu senggang," "Terima kasih atas tawarannya Tuan Min Junho, untuk saat ini saya harus menemui klien saya terebih dahulu. Saya akan mengabari anda jika waktu saya senggang," "Benarkah? Kalau begitu ini kartu nama saya, kamu bisa menghubungi nomor saya di kartu itu. Kalau begitu, kami permisi dulu Stella ssi," "Maaf sebelumnya Tuan Min Junho, sepertinya saya kurang sopan jika saya tidak memberikan kartu nama saya juga. Ini kartu nama saya, terima kasih atas tawaran anda Tuan Min Junho," "Terima kasih Stella ssi, kamu anak yang baik. Kami permisi dulu," *Di mobil Canggung, itulah yang gue rasain sekarang. Kalo nggak gara - gara tadi suasananya nggak akan kaya gini, gue harus ngomong apa astagaa, "Oppa, apa ini sandwhich yang kamu beli?" "Oh? Ahh nde Yura yaa," pertanyaan Yura bener - bener buat gue sadar dari lamunan gue. "Eomma, appa, mau sandwhich?" gue liat Yura nyodorin sandwhich buat eommoni sama abeoji. "Gomawo Yura yaa," "Nde eomma," Gue lirik Yura sebentar, mukanya masih datar. Tatapannya masih dingin, nggak kaya biasanya dia natap gue, kali ini gue bener - bener ngrasain hawa membunuh dari Yura. "Minho yaa, apa temanmu tadi benar - benar pengacara? Di kartu namanya tertulis bahwa dia adalah pengacara dari firma hukum besar di Seoul," "Saya tidak tahu abeoji, karena saya tidak pernah berhubungan dengan dia. Terakhir kali adalah saat dia kelas 1 sekolah dasar dan dia harus pergi ke luar negeri karena pekerjaan ayahnya," "Apa pekerjaan ayahnya?" "Ayahnya juga seorang pengacara, saat itu ayahnya membuat firma hukum sendiri di California," "Benarkah? Jika seperti itu aku harus melihat kinerjanya, jika kinerjanya bagus aku akan merekrutnya menjadi salah satu pengacara untuk perusahaan," "Yeobo, bukankah kau terlalu cepat memutuskan? Kau bahkan baru melihatnya tadi," Pertanyaan eommoni ada benernya juga si menurut gue, tapi abeoji yang gue kenal selama ini emang selalu cepat buat ambil keputusan dan hebatnya keputusannya nggak pernah salah. Gue rasa itu sebabnya perusahaan yang dia bangun benr- bener sukses besar. "Park Sara, kau seperti bukan istriku saja, aku ini Min Junho. Tentu saja aku selalu membuat keputusan yang cepat, jangan khawatir, aku tetap akan melihat bagaimana kinerjanya dan bagaimana riwayatnya," Setelah jawaban abeoji ke eommoni, itu adalah percakapan terakhir yang terjadi di mobil. Suasana jadi sunyi lagi, Yura tetep diem dan nggak ngajak gue bicara sama sekali. Karena perjalanan yang sunyi nggak kerasa kita udah sampai di rumah Yura, sesaat setelah mobil gue berhenti, Yura langsung keluar dari mobil tanpa sepatah kata pun, "Maafkan Yura ya Minho, kamu tau sendiri jika Yura memang masih ke kanak-kanakan," "Nde?" "Eommoni tau suasana selama di jalan, eommoni juga tau kalo Yura lagi ngambek ke kamu gara - gara temen kamu itu," "Ahh, benarkah eommoni? Maafkan saya eommoni karena tidak menjaga perasaan Yura," "Gwaenchana Minho yaa, kalau begitu eommoni dan abeoji turun dulu. Kamu hati - hatilah dijalan dan terima kasih sudah mau menjemput dan mengantarkan kami sampai rumah. Oh ya maafkan eommoni karena tidak bisa menawarimu untuk mampir, karena susana hati Yura yang seperti itu, biarkan dia dulu, nanti dia juga akan menghubungimu jika moodnya sudah kembali," "Nde eommoni. jeosonghabnida," Setelah orang tua Yura turun dari mobil, gue langsung pamit dan melajukan mobil. Saat sampai di apart, gue berusaha buat ngehubungi Yura, tapi nihil. Yura nggak ngangkat telpon gue sama sekali, gue bener - bener di diemin sama Yura untuk pertama kalinya. Tau ah, mending gue mandi buat ndinginin kepala, besok gue coba buat nemuin dia di kampus aja kalo berangkat kuliah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD