bc

Cigarettes and Cherry Lips

book_age16+
0
FOLLOW
1K
READ
possessive
arrogant
student
drama
tragedy
bxg
highschool
cheating
school
like
intro-logo
Blurb

Bagi Raynzal Faroza, hidup hanyalah tentang nakal, berantem, dan bertahan dengan sisi kelamnya.

Sampai Keyla Keylana datang—si gadis centil yang berhasil menyingkap rahasia yang bahkan tak pernah ia tunjukkan pada sahabat-sahabatnya sendiri.

Pertemuan itu bisa jadi awal dari kebahagiaan…

atau justru akhir dari segalanya.

chap-preview
Free preview
1| Alter Ego
"b*****t, berani lo natap gue!?" Bentak seorang cowok dengan suara super lantang kepada lawan bicaranya, bahkan urat-urat di lehernya sudah nampak terlihat jelas dengan wajah yang memerah menahan marah. Suaranya yang sangat kencang membuat semua orang yang mendengarnya segera melihat pertunjukan panas yang saat ini sedang berlangsung di koridor sekolah mereka. Di lihat dari penampilannya saja, sangat bisa di simpulkan kalau dia bukan anak yang terbilang baik-baik dan mematuhi aturan sekolah. Rambut yang acak-acakan, baju seragam yang tak dimasukan ke dalam celana, bahkan dibelakang lehernya, terdapat sebuah tatto bergambar sayap. Karna kesekian kalinya tak mendapatkan jawaban dari lawannya, manusia tampan bername-tag Raynzal Faroza itu kembali meraih kerah baju lawannya, untuk kemudian dicengkramnya kuat-kuat. "Kasih tau sekarang juga, siapa yang udah bongkar tempat persembunyian gue!" Lagi, pertanyaan itu semakin terdengar menyeramkan di telinga para pendengarnya. "Sumpah, Zal, bukan gue!" kali pertama Raynzal mendengar suara dari lawannya, namun ternyata, suara itu semakin membuat dirinya menggila. Sudah tak bisa menahan rasa sabarnya, Raynzal terlihat memberikan sebuah pukulan cinta sebelum melempar tubuh kurus itu ke lantai. Hampir meretakkan tulang lawannya dengan cara menginjak-nginjaknya kalau saja sebuah suara tak mengganggu aksinya. "RAYNZAL FAROZA!" Bentakan lantang yang terdengar dari mulut seorang guru berambut pendek itu menggema di sepanjang lorong sekolah ini. Bentakan yang meminta salah satu murid ternakalnya untuk menghentikan perkelahian itu sekarang juga. Sedangkan dari kursi penonton, terdapat enam orang sahabatnya yang hanya bisa menahan tawa saat melihat guru cantik mereka berjalan menghampiri salah satu sobatnya itu. "b**o sih, udah gue bilang matiin di gudang aja, malah dibabat disini." salah satu cowok dengan rambut keriting berkomentar, cowok berwajah tampan dengan name-tag Al Delano yang tertempel di d**a kanannya. "Biar aja biar, kasus diakan baru dua belas. Lumayan nambahin rekor dia dibuku hijau." sambung rekan lainnya dengan nama Steve Aaron yang kembali menghadirkan cekikikan dari arah kanan dan kirinya. "APA YANG KAMU LAKUKAN!?" Bentakan kedua datang menyapa Raynzal, walau cowok itu sudah menghentikan aksinya, namun tatapan garangnya masih nampak memburu lawannya. "Saya gak tau apa-apa, Bu. Dia yang tiba-tiba nyerang saya." pembelaan itu datang dari arah lawan Raynzal yang terlihat masih tergeletak di atas lantai. Memegangi pipinya yang lebam akibat ulah Raynzal tadi. Pembelaan yang segera menghadirkan tatapan tajam dari arah guru cantik bernama Siwi itu. "Apa pembelaan kamu kali ini?" Bu Siwi kembali bertanya, mengalihkan wajah kalem Raynzal yang ikut menatapnya balik. "Bu, mending ibu suruh murid kesayangan ibu itu untuk tutup mulut, sebelum saya robek mulutnya." "RAYNZAL!" Tawa geli kembali terdengar dari arah ke-enam rekannya. Menggeleng-gelengkan kepalanya atas jawaban mencengangkan Raynzal. "Gila itu anak, gue akuin, nyet." Al kembali berkomentar, bahkan bertepuk tangan bangga. "Ikut ibu ke ruangan khusus, sekarang!" Kedua kalinya Raynzal mendengar perintah itu untuk hari ini. Perintah yang dengan ogah-ogahan Raynzal turuti. Berjalan mengekori Bu Siwi dengan malas menuju ke sebuah ruangan yang dibuat khusus untuk anak-anak nakal dan bermasalah seperti dirinya. Diceramahi habis-habisan sampai telinga mereka berdarah dan muntah-muntah. Duduk di salah satu bangku kosong di dalam ruangan besar itu, sementara lawannya, Dean, nampak duduk berjarak dua bangku dari posisinya. Pemilihan tempat duduk yang membuat kepala Raynzal berputar, menatap musuhnya tak suka. "Jauhan t*i, lo bau!" Dean mengerutkan keningnya sebelum mengangkat kedua ketiaknya untuk kemudian menciumnya. Ingin mencari tahu kebenaran dari omongan pedas Raynzal. "Gue gak bau." "Mulut lo anjing yang bau." Suara papan tulis yang di pukul kembali mengalihkan perhatian Raynzal. Menatap ke depan dengan malas. Baru semenit didalam ruangan ini saja, dirinya sudah merasa pengap. Untuk itu, membuka kancing baju adalah hal yang Raynzal lakukan sebelum telinganya tersakiti. "RAYNZAL!" "Iya, Bu. Saya denger, gak usah teriak-teriak astaga." "Sudah dua kali kamu menginjakan kaki diruangan khusus untuk hari ini," Siwi memulai, "Apa sebenarnya mau kamu?" "Sayakan rindu sama Ibu, jadi pengen liat ibu terus." Mendengar jawaban asal yang keluar dari mulut Raynzal, membuat Siwi memijat pelipisnya kuat-kuat. Tak kuasa menahan rasa kesalnya, perhatian Siwi berpindah pada murid lainnya "Dean, jelaskan apa yang terjadi." Sebelum menjawab, cowok berkacamata itu terlihat melirik Raynzal sekilas, memastikan kalau dirinya tak akan diterkam hidup-hidup ketika menjelaskan kebenaran yang terjadi. "Raynzal kira kalo saya yang melaporkan tempat persembunyian minuman kerasnya, Bu." Dari tempatnya, Raynzal menggeretakkan giginya. Menahan rasa ingin membunuh si culun satu itu. Kembali pada Siwi yang kali ini menatap Raynzal dengan wajah garang, "Apa benar yang Dean katakan?" Di tanya seperti itu, jelas saja Raynzal menggeleng, "Saya itu mukulin dia karna dia jelek, Bu." Hembusan napas pasrah dari guru cantik itu terdengar panjang. Sudah tak mengerti lagi bagaimana caranya menghadapi murid nakalnya satu ini. "Ibu gak percaya?" Raynzal kembali bertanya, bahkan terlihat menunjuk Dean menggunakan dagunya, "Liat aja itu mukanya. Nyebelin banget minta digebukin." "RAYNZAL!" •••• Hantaman keras pada pipinya yang membuat tubuh kekar itu terjatuh ke lantai nampak menyapa begitu Raynzal menginjakan kaki dirumah miliknya sendiri. Tanpa mengeluh atau bahkan meringis, cowok itu nampak dengan tenangnya beranjak bangkit dari posisinya sebelum berdiri tegak dengan kepala tertunduk. Menatap tas miliknya yang tadi sempat jatuh ke lantai akibat pukulan tiba-tiba yang dirinya terima. "Bagus! Apa hidup kamu tidak bisa lebih hancur lagi dari ini!?" pertanyaan yang menusuk hatinya itu terdengar, pertanyaan yang berasal dari Krisna, Ayah kandungnya sendiri. Tak ada jawaban dari mulut Raynzal, cowok itu masih dengan kalemnya mematung. Bersiap menerima pukulan berikutnya yang sudah amat biasa dirinya terima. "Kenakalan apa yang kali ini kamu perbuat, sampai Papa harus di telfon oleh kepala sekolah kamu?" "Saya bawa alkohol ke sekolah." BUGH Pukulan kedua datang menyapa pipi kanan Raynzal. Pukulan kencang yang membuat cowok itu kembali terjatuh ke lantai. Namun belum sempat dirinya berdiri, tendangan bertubi-tubi tiba-tiba menyerangnya. Tendangan yang hanya Raynzal terima dengan diam, pasrah ketika dirinya diinjak-injak oleh Ayah kandungnya sendiri. Tidak apa, Raynzal sudah terbiasa dengan sikap yang kasar seperti itu. Sikap yang selalu ia terima ketika melakukan kesalahan. Entah kesalahan besar, atau bahkan kecil. Jadi, perlakuan yang ia terima hari ini, tak akan berpengaruh pada dirinya. Selesai melampiaskan rasa marahnya, bahkan sampai membuat baju seragam anaknya itu kotor, Krisna terlihat menghentikan aksinya. Menatap anak satu-satunya itu dengan wajah kesal, "Anak tak tahu diri! Sudah untung Papa masih mengurusi kamu!" Selesai mengatakannya, Krisna memilih beranjak dari sana sebelum meraih botol Vodka yang tergeletak di atas meja kaca berbentuk bundar. Sebelum meninggalkan Raynzal yang masih terkapar di atas lantai. Tanpa rasa perduli dan rasa kasihan yang biasa Ayah lakukan terhadap anaknya. Dan sekali lagi, Raynzal tak apa. Ia sudah terbiasa. Untuk itu, setelah cukup mengumpulkan tenaganya untuk berdiri. Raynzal nampak bangkit dari posisinya. Menenteng tas sekolahnya lemah menuju kamar miliknya. Mulai merasakan nyeri disekitar tubuhnya akibat kejadian yang baru saja ia terima. Namun rasa itu seketika hilang, saat dirinya melewati sebuah foto berukuran besar yang tertempel di dinding ruang utama rumah miliknya. Foto seorang anak perempuan yang terlihat digendong oleh seorang wanita cantik. Di dalam foto itu, kedua perempuan cantik itu tengah tersenyum pada kamera dengan wajah bahagia. Senyuman yang tanpa sadar menghadirkan rasa tenang di dadanya. Bahkan cowok itu ikut menampilkan senyum karnanya. "Mama sama Nana apa kabar disana?" Raynzal bertanya, sekuat mungkin mencoba untuk tak merobohkan benteng pertahanan yang susah payah ia bangun selama ini. Tepatnya saat Nana, adik satu-satunya, pergi meninggalkan keluarga yang dulu pernah bahagia ini. Kelurga yang dulu pernah tertawa dan bersenang-senang bersama. Keluarga yang saat ini sudah tak ada lagi dihidupnya. Kepergian tiba-tiba Nana yang membuat Dinda —Ibunya, sakit parah dan akhirnya meninggal dunia empat tahun lalu. Membuat mimpi buruk itu perlahan berubah menjadi nyata. "Raynzal baik-baik aja kok. Kalian tenang aja."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.1K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.9K
bc

TERNODA

read
198.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
44.9K
bc

My Secret Little Wife

read
131.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook