bc

Laura (INDONESIA)

book_age16+
903
FOLLOW
5.7K
READ
family
scandal
goodgirl
confident
boss
drama
sweet
bxg
first love
affair
like
intro-logo
Blurb

WARNING 17+ (bijaklah dalam memilih bacaan!)

Laura tahu jika mencintai sepupu sendiri adalah sebuah kesalahan. Tetapi, hatinya telah lama menjatuhkan pilihan, bahwa Marvin adalah satu-satunya pria yang ia cinta, dan berhasil membuatnya tidak berselera untuk menjalin hubungan dengan pria di luar sana.

Hanya saja, di usianya yang sudah cukup matang, ibunya mulai mengkhawatirkan tentang jodohnya yang tak kunjung datang. Hingga membuat Laura terpaksa menjadikan Adam sebagai sosok pelarian.

Namun, usahanya itu tidak pernah berjalan lancar. Karena kekacauan selalu saja datang, seolah-olah Laura hanya boleh mencintai Marvin seorang. Padahal, Marvin sendiri telah berstatus sebagai kekasih orang.

Mampukah Laura berjuang, agar bisa terbebas dari rasa cintanya yang terasa sangat mengekang?

***

Copyright © by: ruangbicara.

chap-preview
Free preview
01. Membujuk Kia
01. Membujuk Kia Di umurnya yang nyaris berkepala tiga, Laura masih belum juga menunjukkan tanda-tanda bahwa ia tengah menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Sehingga Viona mulai menghawatirkan keadaannya Laura. Apa lagi Kia—adiknya Laura yang lebih muda 12 tahun dari wanita itu, sudah mulai menunjukkan ketertarikan dengan lawan jenisnya, alias dengan kakak kelasnya sendiri di sekolah. Sampai akhirnya, beberapa teman arisannya Viona pun mulai menceletuk. “Wah, Kia sudah semakin besar ya, Jeng? Sudah mengerti tentang cinta-cintaan. Omong-omong, kapan Laura akan memiliki gandengan? Masa dia kalah sih sama adiknya yang masih remaja?” Jika sudah seperti itu, Viona hanya mampu tertawa dengan raut wajah tidak enak sekaligus mengungkapkan sebuah alasan yang sebenarnya sangat klise, seperti ... Laura sedang sangat fokus mengurusi firma arsitektur milik Damar—suaminya Viona. Karena Damar sudah mulai menua, sementara mereka tidak memiliki satu pun anak laki-laki di dalam keluarga. Bahkan, kalaupun ada, anak itu pasti belum sedewasa Laura. Sehingga hanya wanita itulah satu-satunya orang yang bisa membantu pekerjaan sang ayah. “Kia, kau mau pergi ke mana?” tanya Viona yang langsung melotot tak percaya begitu melihat penampilan Kia sekarang. Pasalnya, anak keduanya itu sudah terlihat sangat cantik dengan mengenakan baju terusan selutut berlengan 3/4 berwarna kuning pastel yang dipadukan dengan sepatu bertumit rendah, serta sling bag di tubuhnya. Kia lantas menyengir lebar ke arah ibunya. “Aku mau jalan sama teman, Ma.” “Temanmu yang mana?” “Itu lho, Ma. Anu ....” Kia malah menggaruk bagian belakang telinganya. Seharusnya ia tadi meminta izin terlebih dahulu kepada ibunya sebelum menyetujui ajakan jalan dari Evan yang tiba-tiba saja menelepon dirinya, dan mengajaknya menonton film horor berdua. Viona hanya menaikkan sebelah alisnya, sedangkan Kia tampak semakin terlihat salah tingkah di depan ibunya. “Pasti Evan lagi, ‘kan?” tebak Viona yang tepat sasaran, dan membuat Kia mengangguk dengan gerakan pelan. Viona hanya menghela napas panjang. Ini sudah ketiga kalinya si sulung dari keluarga Dinata itu mengajak putri keduanya untuk pergi jalan-jalan. “Tapi, ingat ya, pulangnya jangan terlalu malam. Paling telat, jam delapan, atau ... kau tidak boleh berteman lagi dengan Evan.” Kia langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum dengan sangat lebar. Lalu menghadiahi ibunya itu dengan sebuah pelukan erat. “Thank you, Mom! You are very kind.” Selanjutnya, ibu dan anak itu sudah duduk bersebelahan di atas sofa ruang tengah sambil menunggu Evan di sana. Tak lama kemudian, mereka berdua pun sudah menyambut kedatangannya Evan di pintu utama. Setelah memberikan sedikit wejangan kepada kedua anak remaja itu agar tidak pulang terlalu malam, karena ini sudah hampir pukul setengah tiga sore waktu setempat, akhirnya Viona membiarkan kedua anak itu untuk pergi jalan-jalan. Evan bilang, mereka hanya ingin menonton film horor terbaru yang saat ini sedang tayang di bioskop. Dan Viona mempercayai hal itu. Beberapa jam berselang, Viona mendapatkan telepon dari Laura. Ternyata putri sulungnya itu hanya memberikan kabar kalau nanti ia akan lembur, dan pulang agak malam. Hal itu kontan saja membuat Viona kembali menghela napas panjang. Jika sebagian besar waktunya Laura selalu dihabiskan di kantor seperti sekarang, lalu kapan wanita itu akan memiliki seorang pasangan? *** Laura tampak memijat pelan bagian belakang lehernya sambil melihat jam yang tertera di bagian pojok layar laptopnya sebelum mematikan benda itu, dan menutupnya. Ternyata sudah pukul delapan malam lewat tiga puluh enam menit waktu setempat. Laura lantas membereskan semua barang-barangnya, lalu menghabiskan air putih di dalam botol kemasan miliknya yang tersisa setengah bagian. Kemudian, sebelah tangannya bergerak untuk mengusap samar permukaan perutnya yang terasa lapar. Karena tadi ia hanya sempat menyantap dua buah sandwich cokelat di dalam kemasan untuk mengganjal perutnya sebentar. Setelah itu, Laura pun mulai menenteng tas kerja sekaligus tas laptopnya sebelum berjalan ke luar dari ruangan. Tak lama kemudian, Laura sudah menjalankan mobilnya menuju ke arah cafe yang terletak di seberang kantor ayahnya. Karena perutnya sudah benar-benar meronta, minta diisi sekarang juga. Sesampainya di sana, Laura langsung mengambil tempat di salah satu meja kosong yang tersedia. Lalu memesan spageti carbonara, jus jeruk tanpa gula, air putih, serta puding mangga untuk hidangan pencuci mulutnya. Tepat setelah itu, Laura pun mulai mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia memutuskan untuk berselancar di sosial media selama menunggu pesanannya tiba. Namun, sayang, Laura langsung menyesali keputusannya itu begitu matanya menemukan sebuah postingan terbaru dari seseorang yang diikutinya di sana. Bahkan suasana hatinya pun jadi memburuk seketika. Seharusnya ia sudah lama meng-unfollow akun itu demi menyelamatkan hatinya, tapi ... ia tidak bisa melakukannya. Karena kalau sampai hal itu diketahui oleh salah satu anggota keluarga besarnya, maka perbuatannya itu pasti akan langsung dipertanyakan. *** Rencananya, Laura ingin langsung berendam menggunakan air hangat sambil mendengarkan musik klasik dari dalam bathtub. Namun, rencananya itu tidak bisa terwujud dengan mudah begitu asisten rumah tangga yang membukakan pintu rumah untuknya mengatakan kalau saat ini kedua orang tuanya sedang sibuk membujuk Kia. Karena anak itu sedang mengurung diri di dalam kamar setelah pulang jalan-jalan bersama Evan. “Ma, Pa, Kia kenapa?” tanya Laura setelah mencium punggung tangan kedua orang tuanya, dan membiarkan Rahmi membawakan kedua tasnya ke dalam kamarnya yang terletak tak jauh dari kamarnya Kia. Damar lantas memijat pelan pangkal hidungnya. Kemudian, ia pun mulai bercerita kalau tadi ia sempat menghadiri meeting penting di salah satu restoran yang terletak di sebuah mall sebelum pulang ke rumah, dan Laura segera menganggukkan kepalanya. Karena ia tahu kalau ayahnya itu memang memiliki jadwal untuk meeting di luar, sekitar jam enam, lantaran meeting sebelumnya sempat diundur oleh klien mereka. Lalu, ayah dari tiga orang putri itu pun mengatakan jika ia tak sengaja melihat Kia yang sedang makan di salah satu food court bersama Evan. Berduaan saja. Padahal, sudah hampir jam delapan malam. Sehingga pria paruh baya itu langsung menghampiri Kia sekaligus menungguinya makan, supaya mereka berdua bisa pulang bersama. Namun, Kia malah mendiamkan Damar selama di perjalanan pulang, dan dia pun langsung masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan apa-apa selagi Damar dan Viona sedang sibuk berbicara berdua. Awalnya, baik Damar maupun Viona, tidak ada yang merasa curiga. Tapi, begitu Raisa—putri bungsu mereka—ingin masuk ke dalam kamarnya Kia, ternyata pintu kamar itu telah dikunci dari arah dalam. Dan saat Raisa minta dibukakan pintu oleh kakaknya, Kia malah marah-marah dari dalam kamarnya sambil menyuruh adiknya itu untuk segera menyingkir dari depan pintu sana. Laura langsung menghela napas samar begitu ayahnya itu sudah menyelesaikan ceritanya, dan ia pun menyuruh kedua orang tuanya itu untuk segera beristirahat saja. Sementara Kia, biar menjadi urusannya. “Kia?” panggil Laura sembari mengetuk pintu kamarnya Kia, dan mendekatkan salah satu telinganya di sana. “Tolong, buka pintunya.” Namun, tidak ada sahutan apa-apa. Sehingga Laura kembali mengetuk pintu kamar itu untuk yang kesekian kalinya. “Kia ....” Laura kembali memanggil nama adiknya. “Kakak hanya ingin memastikan kalau keadaanmu baik-baik saja.” Tepat setelah itu, terdengar suara dehaman yang cukup panjang dari arah dalam. “Keluarlah sebentar,” pinta Laura kemudian, tapi sepertinya Kia tidak ingin keluar dari dalam kamarnya. Karena Laura sudah dibuat menunggu cukup lama. Sampai akhirnya, Laura pun terpaksa memakai jurus andalannya, yang biasanya ampuh untuk membujuk Kia supaya anak itu mau menuruti ucapannya. “Apa kau ingin makan mi instan? Kakak bisa membuatkannya sekarang.” ***** Jangan lupa tap tanda LOVE di bagian depan cerita ini ya! Supaya cerita ini masuk ke daftar perpustakaan kalian :)

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.5K
bc

PATAH

read
515.9K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
465.8K
bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Will You Marry Me 21+ (Indonesia)

read
614.2K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Turun Ranjang

read
579.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook