Bab 4

1369 Words
Pekerjaan nica pun memang tidak terlalu berat, sahabatnya itu memang sangat baik bahkan mungkin terlalu baik. "May aku pulang duluan ya." pamit nica pada maya. Maya adalah salah satu pegawai di toko kue reyhan, dia lebih muda dari nica tapi sifat yang ada pada diri maya terkesan sangat dewasa. "Iya mbak, hati-hati di jalannya." Sepertinya kini nica mempunyai teman baru, dengan kehadiran sosok maya yang ceria, dewasa dan ramah membuat nica nyaman juga terbuka satu sama lain dengan maya. "Hari yang cukup melelahkan." ucap nica melemparkan tubuhnya di atas kasur. Sibuk dengan pikirannya hingga tanpa sadar nica mulai memejmkan mata. "Bi, mana perempuan itu." Tanya revan "Non nica tuan." "Iya dia." "Non nica di kamarnya tuan." "Dasar pemalas." desisnya, Revan yang tak mau terlalu memikirkan nica pun berlalu dan lebih memilih istirahat. "Ah, bagaimana ini aku kesiangan." nica yang lupa menyalakan alarmnya pun panik. Dengan cepat dia bersiap-siap dan bergegas pergi, hingga nica tidak menyadari bahwa ada sosok yang dari tadi tak henti memperhatikan gerak geriknya. "Mau kemana."  tanya revan Sementara yang di tanya tiba-tiba membeku dan mulai beralih menatap sosok jangkung di sampingnya. "A..anu aku ada keperluan." jawab nica kikuk "Apa?" "Apanya yang apa." bukannya menjawab nica malah balik bertanya. "Keperluan apa?" revan membenarkan pertanyaannya. "Cuman mau ketemu teman lama." "Cihh dasar wanita gak tau diri, kerjaannya cuman keluyuran." "Maaf." "Apa lo bilang maaf? Udah beribu kali lo ngucapin kata gak mutu itu, bikin muak tau gak, udahlah sana pergi sekalian gak usah balik lagi." Selalu saja seperti ini, kapan suaminya itu bisa nerima dia sebagai istrinya. Tapi nica tak sepenuhnya menyalahkan sikap suaminya karena ini juga di mulai karena dirinya yang sudah salah menjebak revan agar mau menikah dengannya. Bukankah dirinya memang licik anggap saja begitu, mungkin ini juga karma karena nica yang dulu terlalu licik. FLASHBACK ON "Nic kamu jadi datangkan kerumahnya revan."Tanya mama nica "Iya jadi dong mam, apalagi kan mas revan mau nikah, masa iya nica gak datang." "Mama harap kamu tidak bikin ulah ya, mama tau kamu cinta sama revan dari dulu tapi kamu juga harus nerima bahawa revan bukan takdir kamu." jelas sang mama. "Tenang aja mam nica juga tau itu, justru nica  bahagia mas revan mau nikah." "Bagus kalau gitu, mama percaya sama kamu." Jauh dari lubuk hati nica paling dalam dia tidak pernah rela jika revan menikah dengan wanita ular itu. Ya, nica tau siapa wanita yang bakal jadi istri revan, dia adalah bela salah satu seniornya dan wanita itu juga sangat populer di kampusnya dulu, namun bagi nica sosok bela bukanlah wanita baik. Karena dirinya tau bela juga mempunyai kekasih selain revan. Nica selalu mengingatkan revan bahwa kekasihnya itu tidak sebaik yang ia kira tapi sayang revan malah balik memarahinya. Jangan salahkan nica jika ia punya niat tidak baik di hari-hari menjelang pernikahan revan, nica telah merencanakan sesuatu yang pasti akan dirinya mampu membatalkan pernikahan itu. Setidaknya jika revan tidak bisa jadi miliknya nica ingin revan mendaptkan wanita yang jauh lebih baik, dan menyayanginya dengan tulus bukannya malah memanfaatkan revan. Ingat di sini revan adalah pacar bela bahkan beberapa hari lagi akan menjadi suaminya. Tapi selama yang nica tau, bela lebih terlihat menganggap revan sebagai budaknya daripada kekasih. "Apa kabar tante." sapaku pada mama revan "Eh kamu nica, kabar tante baik sayang." "Kamu ikut juga bantu-bantu di sini." sambung mama revan. "Iya tan, di rumah mulu juga bosen." ucapku "Haha iya sayang, ayo kedalam semuanya udah pada kumpul juga." ucap mama revan dan menuntunku ke dalam. "Tante mas revannya kemana." "Dia ada di kamar sayang, tante larang dia untuk keluar." Sementara nica  hanya ber oh ria. Dan mulai membantu orang-orang menyiapkan keperluan. Di saat sibuk dengan pekerjaannya, tak sengaja nica melihat mama revan bersiap untuk pergi keluar. "Tante mau kemana?" "Ini sayang tante mau belanja makanan buat acara pernikahan revan, ternyata masih banyak yang kurang." "Nica aja tante yang pergi, lagian disini nica juga gak banyak ngebantu, kalau tante kan sibuk ngusrus ini itu." "Bener nih boleh." "Boleh banget tante, bahkan nica siap di repotkan kapan pun tante mau." Di perjalan menuju kepasar aku melihat seseorang masuk kedalam caffe. "Kayaknya aku pernah lihat wanita itu." gumam nica dan mencoba mengingat-ngingat sosok tersebut. "Oh astaga diakan Bella calaon istrinya mas revan." sontak saja nica kaget dengan apa yang barusan dilihatnya. Wanita yang bernama bela itu masuk ke sebuah caffe tapi bukan itu yang membuat nica kaget melainkan dengan sosok yang bersama wanita itu. "Dasar wanita ular, udah mau nikah tapi masih kelayapan sama pria lain." gerutu nica kesal. "Pa berhenti disini aja." ucap nica "Tapi non, kitakan mau ke pasar." "Anu itu pa tadi tante rara bilang suruh saya beli makanan di caffe itu." tunjuk nica ke arah caffe yang di maksud. "Oh baik no.n" Nica penasaran dengan siapa yang di gandeng bella, kalau benar pria itu salah satu kekasihnya, maka tekad nica untuk membatalkan pernikahan revan akan benar-benar akan terjadi. "Sayang katanya kamu mau nikah." tanya pria itu "Hemmm iya sih, tapi dianya aja yang maksa kan kamu tau sendiri aku tuh cintanya cuman sama kamu." ucap wanita yang taklain adalah bella "Kenapa kamu gak tolak aja sih." "Ssuuutt, kamu gak usah cemburu sayang, lagian dia itu kan kaya sangat di sayangkan jika aku membiarkan permata indah itu berlalu." "Kamu percaya sama aku, aku gak mungkin cinta sama  dia." lanjut bella. Nica tak percaya jika kenyataan ini lebih buruk dari yang dia bayangkan, nica kira bella mencintai revan walau nica tau jika wanita itu selalu bermain dengan pria lain atau selalu memerintah revan, tapi kenyataannya wanita itu sama sekali tidak mencintai revan. "Pa ayo kita kepasar." "Loh non mana belanjaannya." "Gak ada pa, lagi kosong.” Sementara pa supir hanya mengangguk saja, meski sepertinya dia juga merasa aneh dengan nica. Setelah beberapa jam nica berbelanja semua keperluan, akhirnya nica pun bisa pulang. "Pa nanti berhenti di pertigaan depan ya, saya mau ke apotek dulu." "Baik non.” *** "Tan kok mas revan gak keluar dari kamarnya, padahalkan sekarang waktunya makan malam." "Nanti biar bi ijah yang anterin makanannya." "Kok di anter sih tan." "Iya selama masa pingitan revan tidak mau keluar kamar." "Kalau gitu, biar nica aja tan yang antar, bolehkan." "Iya boleh dong sayang." tante rara tersenyum dan menyiapkan makanan buat revan. Tok Tok Tok "Masuk." ucap revan dari dalam kamar "Mas revan ini makanannya." "Loh kok kamu mon yang bawa." tanya revan Revan memanggil nica dengan sebutan monic atau lebih singkatnya mon. "Iya, tadi bi ijah sibuk, tante rara juga." "Oh, kamu temenin mas makan ya.” "Iya mas." Revan kini tengah berkutik dengan makanannya, seperti orang kelaparan revan memakannya dengan terburu-buru. "Mas ih kok makannya gitu sih, kayak anak kecil aja." "Abisnya dari tadi aku kelaparan tau." "Kenapa gak keluar aja sih." "Aku lagi marah sama mama, masa iya aku gak boleh ketemu sama bella sampai hari pernikahan kita." "Ya itu emang biasa kali mas, supaya nanti pas nikahan kalian saling merindukan dan menjadi moment yang paling bahagia." "Iya juga sih." revan hanya memanggut manggutkan kepalanya. "Eh kok tiba-tiba aku pusing ya mon." ucapnya memegangi kepala "Mas, mas kenapa." Di pagi harinya "REVAN, MONICA apa yang kalian lakukan." Teriak mama revan yang menggema di dalam kamar. Sementara dua insan yang masih mengumpulkan kesadarannya hanya bisa menatap tak mengerti. Kini tatapan revan beralih ke nica yang juga mualai menatapnya. "APA YANG KAMU LAKUIN DISINI." bentak revan pada nica. Revan sudah merasa akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah kejadian ini. "A..a..aku tidak tau." begitupun dengan nica, yang kini seluruh tubuhnya gemetar akibat mendapat bentakan dari revan. "Mama gak mau tau pokoknya revan, nica kalian yang akan menikah besok." "APA." ucap keduanya. Bukan, bukan ini yang sebenarnya di inginkan nica, dia hanya ingin mengagalkan pernikahan revan saja. Tapi bukan berarti dia yang ingin menjadi pengantin wanitanya. "Lo, Gue tau lo pasti jebak gue kan." kini revan sudah di puncak emosinya. Dia tidak peduli dengan status mereka yang berteman bahkan sudah seperti kakak beradik. "Nngg..nggak mas." "Bohong lo dasar jalang, pergi gak lo gue muak liat wajah lo." Nica hanya menangis dengan semua yang telah terjadi akibat ulahnya sendiri, ya nica akui dirinya memang menjebak revan dia sengaja memasukkan obat tidur dalam makanan revan, tapi ini sungguh di luar perkiraannya. Dia gak mungkin nikah sama revan di dalam kondisi revan yang benar-benar membencinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD