Bab 2

1373 Words
"Bi masak apa, nica kesiangan bangunnya ya.” ucap nica yang baru datang ke dapur. “Bibi gak masak non, tadi kata tuan hari ini gak usah masak.” “Loh emang kenapa bi?” “katanya sih mau makan di luar.” “Oh gitu, ya udah deh nica masak buat kita aja bi.” “Nanti aja non, biar bibi aja yang masak.” “Aihh mulai deh si bibi mah, nica bilang biar nica aja yang masak. Bibi lanjut ngepel aja.” “Tapi non, masa non bantuin pekerjaan bibi terus.” “Ini nih kebiasaan bibi, selalu aja menolak. Pokoknya kali ini dan seterusnya nica gak mau ada acara tolak menolak lagi.” “Ya udah, bibi gak akan nolak, tapi kalau butuh bantuan apapun panggil bibi aja ya.” “Nah gitu dong, dari tadi napa bi.” Nica sangat menyukai suasana dapur, baginya tempat ini bisa di jadikan sebagai temapat favoritenya di saat dirinya sedang banyak pikiran. Setidaknya waktu yang ia punya tidak terbuang siasia hanya untuk melamunkan hal-hal yang tidak penting. “Bi mulai besok nica mulai kerja loh.” “Kerja? Ah si non mah sok bercanda wae.” “ihh bibi nica itu serius, nica itu gak mau terus bergantung pada suami nica. Bibi tau sendrikan bagaimana rumitnya hubungan yang nica jalani. Cepat atau lambat mas revan bakal ninggalin nica dan saat itu tiba nica harus pergi dari sini.” Mendengar penuturan majikannya bi cici hanya diam, dia tau hubungan seperti apa yang tengah di jalani majikannya. Dari awal pernikahan mereka bi cici telah menyaksikan pasangan muda ini. Tapi dia juga tak menyangka jika majikan perempuannya yang selama ini terlihat kuat juga acuh ternyata menyimpan rasa sakit yang begitu dalam. Jika di pikir kembali, memang siapa yang akan kuat jika suami sendiri terus menyalahkanmu bahkan sampai menganggapmu jalang. Lebih dari itu bahkan majikannya ini lebih terlihat seperti asisten rumah tangga di bandingkan dengan seorang istri. “Non yang sabar, semua ini ujian non dan non harus bisa menghadapi semuanya. Bibi yakin non bisa menghadapinya.” “Sudah terlalu lama nica bertahan, tapi semuanya percuma. Mas revan gak bakal melihat nica, mungkin saat ini nicalah yang harus sadar. Bahwa selamanya mas revan gak akan pernah nica miliki. Mas revan akan lebih bahagia jika bersama kekasihnya.” “Non bukannya sangat mencintai tuan? Kenapa tidak berjuang sedikit lagi non.” “Bibi kan tau sendiri hampir setaun bi kita bersama. Waktu setahun bukanlah waktu yang sebentar buat nica. Jika mas revan berniat untuk berubah, dia pasti sudah bisa menerima keadaan ini.” “Tapi lihat bi, bukannya berubah justru mas revan semakin menyudutkan ku atas kesalahan yang nica perbuat.” lancut nica “Bibi akan selalu mendukung apapun keputusan non, karena bibi tau semua keputusan yang non ambil adalah yang terbaik buat non.” “Makasih bi, tapi pembicaraan ini jangan sampai ada orang yang tau. Apalagi mas revan , mungkin saat ini juga aku bakal langsung di cereikan.” “Emang kenapa non kalau cerainya sekarang, bukannya sama aja mau sekarang ataupun nanti.” “Mulai deh bi, kalau sekarang cerainya yang ada aku bakal jadi gelandangan. Setidaknya aku harus punya tabungan buat ngontrak dan makan sehari-hari.” “Non mah emang gak berubah, selalu aja pinter.” “Hahaha iya dong bi, itu mah harus.” Nica gak pernah mau merepotkan orang lain. Jadi jika suatu saat dia harus pergi dari rumah revan, maka dia juga harus punya tempat tinggal untuk dirinya berlindung. Karena jika pulang kerumah orang tuanya pun itu tidak memungkinkan. Secara mereka telah terang-terangan mengusir bahkan tidak mengakui nica sebagai anaknya. Tapi kali ini keberuntungan sedang berpihak pada nica, kemarin sahabat lamanya menawari sebuah pekerjaan. Dan nica langsung bisa bekerja mulai besok. *** Tengah malam revan baru pulang, dia kaget saat mendapati pintu rumahnya tidak terkunci. “Dasar jalang sialan, dia pikir ini rumahnya apa.” Desis revan sambil melangkahkan kakinya menuju kamar nica. “Maksud lo apa dengan sengaja membiarkan pintu depan gak di kunci, lo mau ngundang p****************g masuk kedalam. Kalau lo mau jual tubuh, sana pergi dari rumah gue.” maki revan “Arghh sakit mas, lepasin tangan aku.” pinta nica dengan tangannya berada di dalam cengkraman revan. Bukannya melepaskan tangan nica tapi revan malah semakin memperkuat cengkramannya. “Sakit lo bilang, ini gak seberapa dengan hukuman yang akan gue berikan.” “Jangan mas, maafin nica mas, nica mohon.” “Maaf, itu terlalu mudah buat di ucapkan jalang. Sini ikut gue.” Revan mulai menarik nica ke kamar mandi. Tak sampai di situ, bahkan kini tubuh nica pun di dorong sampai kepalanya terbentur bathtub. Namun revan yang melakukan semua itu seolah buta sehingga tak mau melihat apa yang terjadi. Meski nica terus memohon tapi dengan tulinya revan mengabaikan semua ucapan nica. “Lo tau apa yang gue katakana gak pernah main-main dan sekarang gue bakal hokum lo.” “Hiks…hiks… maaf mas maaf.” “Berhenti minta maaf, gue MUAK dengar lo minta maaf.” Revan pun memulai kembali aksinya, dia memasukkan kepala nica ke bathtub yang sengaja telah diisi air hingga penuh. “Mmbb mm..mas.. byuuurr.. j..jjhangaann.” ucap nica dengan suara yang terpotong-potong, akibat ulah revan yang terus memasukkan kepalanya. “Ini masih belum apa-apa jalang. Malam ini lo tidur disini aja, sekalian suapaya lo sadar dan gak jadi jalang lagi.” Sebelum pergi revan mengguyurkan air keseluruh tubuh nica membuat semua pakaiannya ikut basah. Tak sampai di situ bahkan dengan tak punya hatinya revan menampar nica hingga terlihat jelas bekas tangan revan di pipi pucat itu. “Mas tolong bukain pintunya mas hikss..hikss.” Walau hanya percuma nica terus menggedor pintu, berharap suaminya berbaik hati membukakannya. Padahal jelas revan tak akan pernah melakukan itu, jiwa suaminya telah hilang akan rasa peduli padanya. Tak berselang lama tubuh nica pun semakin mengigil akibat kedinginan. *** Revan kini buru-buru pergi dikarenakan pagi ini akan di adakan meeting dengan beberapa perusahaan ternama. Dia tidak mau jika harus terlambat dan tentu itu akan mencoreng nama baiknya sebagai seorang pengusaha. “kemana jalang sialan itu, dasar pemalas jam segini pasti dia belum bangun.” batin revan yang hanya melihat bi cici di dapur. “Bi saya gak sarapan di rumah lagi, saya buru-buru soalnya.” “iya tuan.” Sepeninggalan revan, bi cici beranjak ke kamar nica untuk memastikan keadaannya. Tapi sayang seribu sayang pintu kamarnya terkunci. Tak seperti biasanya mengapa sekarang pintu kamar majikannya terkunci, bukannya nica selama ini tak pernah mengunci pintu kamarnya. “Non, non di dalam kamarkan.” teriak bi cici memastikan, tapi tetap taka da jawaban. Nica yang mendengar panggilan bi cici mencoba berteriak agar bisa terdengar olehnya. “Bi, nica ada di dalam.” ucap nica terus menerus dengan suara yang begitu lirih. Namun apa daya, pintu kamar mandinya masih terkunci begitupun dengan pintu kamarnya yang bernasib sama. Sementara di sisi lain kekuatan tubuh nica semakin melemah serta kedinginan yang seakan terus menusuk-nusuk tubuhnya. Kamar yang kini nica tempati bisa di bilang cukup luas dan sialnya dirinya terjebak di kamar mandi yang letaknya berada di ujung kamar. Tentu saja teriakan nica tidak akan sampai terdengar oleh bici, karena suaranya hanya terdengar di ruangan tersebut. Bi cici yang masih merasakan ada hal aneh terus menggedor dan berteriak, dugaan bi cici ini pasti ada yang tidak beres. Majikannya tak pernah menghilang seperti ini, di tambah dengan kamar yang biasnya tak pernah terkunci kini malah terkunci. Apa mungkin majikannya sudah pindah kamar. Karena masih tak ada tanda-tanda kamar ini bakal terbuka, bi cici pun memutuskan untuk mencari nica di tempat lain. Hampir ke seluruh penjuru ruangan bi cici mencarinya namun hasilnya tetap sama, nica tak dia temukan. “Apa saya harus menghubungi tuan.” ucapnya “Tapi, saya takut tuan malah tidak dapat membantu juga.” Masih dalam pikirannya sendiri akhirnya bi cici memutuskan untuk tidak menghubungi tuannya. Toh bi cici yakin walaupun tuannya tau, dia tetap tidak akan peduli pada istrinya itu. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan majikannya itu. *** Di tempat lain “Sayang, kamu sibuk nggak.” Tanya seorang wanita dengan suara manjanya. “Lumayan, emang ada apa.” “Mau gak nemenin aku belanja, mau yaa.” rengeknya kembali “Iya pasti dong, apa sih yang nggak buat kamu.” jawab revan kemudian mencium kening kekasihnya itu. “Ya udah ayok, kita berangkatnya sekarang.” “Kamu tunggu di bawah dulu, aku mau ngasih berkas yang belum selesainya ke sekertaris.” revan berlalu ke meja sekertarisnya di temani dengan berkas-berkas. “Rin tolong selesaikan berkas ini, saya lagi ada urusan mendadak.” “Baik pak” jawab rina sopan. *** Seharian ini waktu revan hanya di habiskan untuk menemani shilla berbelanja. “Yang kamu nginep di apartemen aku kan.” “kayaknya untuk saat ini enggak dulu.” “ih kok kamu gitu sih, padahal aku masih kangen banget.” ujar shilla “lain kali aja yak, masih banyak kok waktu yang bisa kita habiskan bersama.” “Iya, iya“ “Sekarang aku antar kamu pulang, lagian ini udah larut malam.” “Hmmm” jawab shila. Bertanda jika dirinya sedang merajuk pada revan. Tok tok tok “Tuan baru pulang.” “Kelihantannya gimana, punya matakan.” jawabnya ketus dan berlalu menuju kamarnya. Mengetahui keadaan tuannya dalam mood yang buruk membuat bi cici semakin bingung untuk menanyakan nica. Tapi bagaimana pun dirinya harus bertanya atau sekedar memberitahu tuannya kalau nica istrinya seharian ini tidak ada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD