Pokok Berita

1013 Words
Ikhar menyesap kopi hitam tanpa gula sambil memijit pelipisnya. Semalam dia baru saja bertengkar dengan mantan istrinya di telepon dan sebelum berangkat tadi pertengkaran itu ternyata berlanjut. Dia sadar tidak becus menjadi seorang ayah, tapi dia menolak disebut tidak becus sebagai suami. Dia beranggapan istrinya menuntut terlalu banyak dari yang bisa dia penuhi. Seseorang mengetuk pintu kantor Ikhar, lalu Mardi muncul dari balik pintu membawa secangkir kopi dan koran. “Lho, Pak Ikhar sudah minum kopi to?” “Iya, tadi mampir beli.” “Lha ini gimana?” “Tidak apa-apa taruh sini saja, nanti saya minum.” Mardi meletakkan secangkir kopi beserta koran yang dia bawa. Judul berita utama di koran menarik perhatian Ikhar. Ikhar menyerobot koran itu. Pokok berita pagi itu tentang artis sinetron kejar tayang yang dibunuh secara sadis. “Eh, iya lho Pak, banyak orang lagi ngomongin kasus pembunuhan Vindy Irama. Istri saya nonton sinetron dia. Katanya dia jadi tokoh antagonis. Padahal di sinetron dia yang suka merencanakan pembunuhan, eh malah sekarang dia dibunuh beneran.” Ikhar menurunkan koran. Dia menatap tajam Mardi. Tanpa disuruh Mardi segera keluar dari ruangan Ikhar. Menurut berita di koran, Vindy Irama ditemukan warga di dalam mobilnya yang terparkir di jalan buntu dekat kebun saat subuh. Jasad Vindy ditemukan dalam posisi duduk di kursi kemudi dengan sabuk pengaman masih terpasang. Mobil terkunci dari dalam. Dia tewas dalam keadaan kepala gosong, nyaris tempurung kepalanya tampak. Anehnya hanya bagian kepala yang terbakar. Tidak ada tanda-tanda kekerasan di bagian tubuh lainnya. Polisi setempat menduga itu adalah kasus perampokan, karena barang-barang berharga Vindy raib. Namun, belum ada keterangan lebih lanjut tentang kasus pembunuhan tersebut. Kasus pembunuhan Vindy mengingatkan Ikhar pada kasus yang didalami mendiang Hari beberapa tahun ini. Metode pembunuhannya sama, kepala korban dibakar tapi tubuhnya utuh. Bedanya pada pembunuhan sebelumnya tidak ada barang berharga korban yang hilang. Pintu ruangan Ikhar terbuka, Dema muncul dari baliknya memasang senyum lebar. Dia membawa kantong kertas yang sudah bisa ditebak oleh Ikhar, barang itu untuknya. Dia meletakkan kantong kertas di atas meja, lalu duduk. “Oleh-oleh buat kamu.” Dema melihat secangkir kopi yang belum diminum Ikhar. Tanpa sungkan dia menyesap kopi tersebut. “Terima kasih lho sogokannya, tapi bukan berarti kamu lolos dari makianku.” Ikhar melempar koran yang tadi dia baca di depan Dema, nyaris mengenai cangkir kopi. Dema memeriksa berita utama koran tersebut. Dia memasang tampang sok serius seperti sedang menganalisis kasus tersebut. Dia pikir bisa mengalihkan perhatian Ikhar, tapi tidak. Amarah Ikhar meledak. “Kasus banyak yang belum terungkap malah liburan ke Bali. Terus ponsel sengaja dinonaktifkan.” “Khar, jangan begitu, polisi juga butuh rekreasi. Aku nyaris tidak pernah ambil cuti lho. Waktu nikah saja langsung kerja lagi, tidak ada yang namanya honeymoon.” “Tapi, cuti kamu molor sehari.” Ikhar tidak peduli dengan alasan Dema. Baginya pekerjaan yang terpenting. Kemudian, dia berjalan ke kabinet yang berjajar di belakang kursinya. Dia mencari-cari dokumen di dalam kabinet tersebut. “Sebenarnya aku sudah baca berita itu di internet, Khar. Kalau menurutku bukan perampokan.” “Iya, perampokan itu kan baru dugaan mereka. Mereka tidak akan seenaknya merilis pernyataan akhir.” “Menurutmu ada hubungannya dengan kasus yang ditangani Hari?” “Mungkin, tapi bisa jadi bukan. Kita belum tahu kan, kalau di luar sana ada fans psikopat, mengingat Vindy adalah public figure. Bisa saja dia meniru kasus-kasus pembunuhan yang pernah ada.” Sebelumnya ada kasus pembunuhan dengan pola serupa yang sedang ditangani Hari. Namun kasus-kasus tersebut belum terungkap, karena Hari meninggal. Hari ditemukan tergeletak di dapur rumah dinasnya. Dia dinyatakan oleh dokter terkena serangan jantung. Sepeninggal Hari, kasus-kasus yang dia tangani sebagian diserahkan kepada Ikhar dan Dema. Salah satunya kasus pembunuhan berantai yang dilakukan sejak tahun 2014. Itu termasuk kasus sulit yang belum menemui titik terang hingga saat ini. Setiap tahun ada saja korban yang dibunuh dengan pola serupa, semua korban kepalanya dibakar. Dalam setahun jumlah korban bervariasi antara dua hingga tiga orang. Nyaris semua korban ditemukan di ruang yang bisa diakses dengan mudah. Kesamaan lainnya yaitu, tidak ada satu pun barang berharga mereka yang hilang. Ikhar mengeluarkan beberapa dokumen yang ditandai dengan tahun-tahun berbeda. Dia membuka dokumen tahun 2014. Korban pertama pembunuhan berantai adalah seorang wanita tua kaya raya. Wanita itu ditemukan tewas di dalam kamarnya. Kondisinya duduk di kursi goyang dan di pangkuannya ada rajutan yang belum selesai. Awalnya polisi menduga kasus tersebut ada hubungannya dengan rebutan harta warisan. Namun setelah diselidiki tidak ada bukti yang menjurus ke sana. Hal itu semakin diperkuat dengan adanya pembunuhan-pembunuhan sama berikutnya. “Kasus-kasus ini dilakukan di tempat yang bisa diakses dan ada bekas pembakaran di sekitarnya. Misalnya kasus pembunuhan wanita tua, sandaran kursi goyang ikut terbakar, tapi hanya separuhnya. Entah bagaimana pelaku mencegah api menjalar dan hanya membakar kepala. Barang korban juga tidak ada yang hilang. Kasus Vindy sedikit berbeda,” kata Ikhar. Dema mengangguk-angguk. “Di berita disebutkan mobilnya utuh, tidak ada bekas terbakar. Berarti dia dibakar di luar.” “Sudah pasti, tapi kita belum tahu kondisi di sekitarnya. Aku penasaran.” Ikhar menopang dagu menggunakan kedua tangannya. Dema membolak-balik berkas lain. Dia memang belum memeriksa berkas itu secara detail, karena mengambil cuti beberapa hari. Ikhar yang sudah membaca berkas itu berulang kali, tapi belum bisa menganalisis apa pun. “Kita tidak bisa ikut campur, Khar. Kasus Vindy kan masih ditangani polisi setempat.” “Iya, kecuali kita ambil alih. Pembunuhan Vindy harus terkuak. Andai ditemukan keterkaitan dengan pembunuhan berantai sejak 2014, aku optimis bisa menuntaskan kasus berat itu.” “Jangan buru-buru soal kasus pembunuhan Vindy. Kita tunggu dulu penyelidikan polisi setempat. Seperti yang kamu bilang tadi kan, kerjaan kita masih banyak.” Ikhar berdecak. Dia tidak sabar untuk mengambil alih kasus itu, tapi harus mengikuti prosedur yang bisa jadi terlalu lama. Beberapa kali Ikhar mengambil langkah tanpa mempertimbangkan aturan yang berimbas pada karirnya. Jika bukan karena prestasi Ikhar dalam mengungkap kasus-kasus, dia sudah dimutasi ke jabatan yang lebih rendah. Sebagai rekan Ikhar, Dema kerap mengingatkan, tapi Ikhar terlalu keras kepala. Kali ini pun Dema melihat kesungguhan Ikhar untuk mencari tahu teka-teki di balik pembunuhan Vindy dan pembunuhan berantai sejak 2014.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD