My Sunshine

2070 Words
Tok…tok…tok… Terdengar pintu kamarku di ketuk dari luar. Dengan sebal aku langsung membukanya. Pertama kali yang kulihaat adalah Dino yang sedang tersenyum ke arahku sambil membawa setangkai mawar merah. Kemudian di lantai terdapat lilin-lilin yang menyala membentuk pola love. “Hai!” sapanya ketika melihatku. Aku tersenyum. Kemudian aku kembali memasuki kamarku dan menyeret kipas angin agar lebih mendekat ke arah pintu. Setelahnya kunyalakan kipas angin tersebut menghadap lilin-lilin yang tertata indah di lantai. Dan hal itu langsung membuat lilin-lilin yang menyala tadi padam seketika. “Lhah…, Lov,” kata Dino kebingungan sambil melihat lilin-lilin tersebut dan aku bergantian. Setelah yakin semua lilin sudah padam, aku langsung kembali ke kamar dan membanting pintu dengan kasar. “Astaga! Lova lo masih marah? Maafin gue plis!” teriaknya sambil masih mengetuk-ngetuk pintu kamarku. “Pulang gih sono! Terus kencan sama Luna sekalian!” teriakku balik kesal. Dino emang nyebelin! Nyebelin! Nyebelin! Aku sebal! Dasar tukang bohong! Kemarin bilangnya main ke tempatnya Gery, tapi nyatanya malah reunian sama mantannya! Aku gak terima. Dino jahat! “Lova dengerin gue dulu. Gue bisa jelasin,” katanya. “Gak ada yang perlu dijelasin! Semuanya udah jelas,” teriakku marah. Kemudian aku menyalakan speakers dengan volume tinggi. Dan lagu Demi Lovato yang berjudul Mistake mengalun. Think you made your greatest mistake I'm not gonna call this a break Think you really blew it this time Think you could walk on such a thin line Won't be taking your midnight calls Ignore the rocks you throw at my wall I see it written on your face You know you made it, your greatest mistake *** Aku menyendok mie ayamku dengan malas. Berulang kali aku mengembuskan napas dengan kasar. “Lo kenapa sih Lov?” tanya Icha yang berada di sampingku. Aku menggeleng lemah. “Nggak apa-apa,” jawabku malas. Kini kami berdua sedang berada di kantin kampus yang lumayan ramai. Sejak tadi pagi kelas kosong mulu dan sekarang kami berdua terdampar di sini untuk mengisi perut kami yang dari tadi keroncongan karena lapar. Sebenarnya aku masih sebel sama Dino. Sebel banget! Sudah hampir tiga tahun pacaran, hampir tiga tahun itu juga masih suka bikin jengkel, kesel, dongkol namun di saat bersamaan juga selalu sukses bikin orang seneng dan berbunga-bunga. Tapi kali ini, dia beneran minta diputusin! Berani-beraninya ketemuan sama Luna si mantannya yang menyebalkan. Aku kan jadi kesal. Padahal Dino tahu aku tak suka jika dia ketemu sama mantannya itu. “Lo berantem sama Dino?” tanya Icha sambil menyedot jus jambu bijinya. Aku mengangguk sebal. “Halah kirain apaan,” jawabnya santai seolah ini bukanlah hal besar. Aku mengernyitkan dahi bingung. Orang lagi berantem kok tanggepannya gitu sih. Prihatin dikit kek. “Lo mau berantem kayak apa pun sama Dino, bentar lagi juga bakalan baikan lagi.” “Ini beda kali Cha, masak Dino kemaren-kemarin tuh habis ketemuan sama Luna. Pakai bohong pula. Kan jengkel gue.” “Masak sih?” tanyanya tak percaya. Aku mengangguk yakin dan menekuk bibir. “Iya,” jawabku kesal. Kemudian aku kembali sibuk dengan mie ayamku. Biasanya mie ayam tuh rasanya enak deh, tapi kok ini beneran nggak keruan sih rasanya. Dengan malas aku mendorong mangkuk mie ayam menjauh dariku. Gara-gara berantem dengan Dino mie ayam pun rasanya jadi gak enak. Aku mulai menyedot es jeruk di hadapanku. Semalaman Dino mencoba menghubungiku. Dari menelpon ponselku, ponsel kak Bagas, ponsel papa, ponsel mama sampai telpon rumah. Tuh anak beneran nggak ada nyerahnya ya. Tapi kan aku lagi sebel dan jengkel. “Lova, ya?” tanya seorang cewek berambut panjang melebihi bahu yang baru saja menghampiriku. Aku mengangguk sambil menatapnya bingung. “Ini,” ucapnya seraya menyerahkan setangkai bunga matahari kepadaku. Aku menerimanya dengan ragu-ragu. “Dari siapa?” tanyaku. Dia hanya membalas pertanyaanku dengan senyuman. Setelah itu dia pergi gitu aja dari hadapanku. Aku bertukar pandang dengan Icha, bermaksud menanyakan maksud pemberian bunga ini. Icha yang sama bingungnya denganku hanya mengangkat kedua bahu. Aku mengamati bunga matahari yang tampak indah yang berada digenggamanku. Apaan sih ini? Dari siapa? Tak berapa lama kemudian, ada beberapa anak memberiku bunga yang sama. Aku menerimanya dengan wajah bingung. Setiap kali mereka kutanya tentang bunga ini dari siapa, mereka hanya tersenyum dan kemudian ngacir pergi begitu saja tanpa menjelaskan apa-apa. Benar-benar bikin bingung sekaligus penasaran. “Dari Dino kali Lov,” ucap Icha seraya membelai bunga matahari yang berada di genggamanku. Dino? Sejak kapan Dino romantis gini kalau banyak orang? Tuh orang kan cueknya kebangetan. Aku hanya mengedikan bahu cuek. Untuk menghindari semakin banyaknya orang yang menyodoriku bunga matahari tanpa dosa, mendingan aku ngacir aja dari kantin. Kemudian aku dan Icha memutuskan untuk pergi ke taman kampus. Di sepanjang jalanpun masih ada beberapa anak mengejarku untuk menyerahkan bunga matahari. Ya elah, apa-apaan ini coba! “Lova!! Ini bunga buat lo!” teriak seorang cewek sambil berlari mengikutiku yang sudah lari duluan. Serem gila dikejar cewek gini! Ya Tuhan, kalau begini bisa di kira kalau tuh cewek ngebet dong sama aku. Sumpah, ini nggak lucu! “Lova ini!!” katanya lagi seraya menarik belakang kemejaku. Mau tak mau aku langsung berhenti dan menoleh takut-takut ke arahnya. “Dari siapa sih?” semprotku sebal. Seperti orang-orang yang tadi, ini cewek hanya nyengir dan langsung ngacir aja. What the hell? Ingin sekali kubuang bunga matahari ini yang sudah menggunung di tanganku. Namun setelah kuamati, ternyata ada beberapa kertas tergantung di tangkai bunga ini. Kertas apaan coba? Tapi tunggu deh, Icha mana ya? Bukannya tadi ada di sebelahku? Tapi kok sekarang nggak ada? Aku clingak-clinguk sendiri mencari keberadaan Icha yang tak kuketahui. Ya udahlah ya. Kemudian aku melanjutkan perjalananku menuju taman kampus berada. Di sini lumayan banyak orang yang sedang sibuk dengan laptop ataupun buku mereka masing-masing. Aku memilih duduk lesehan di rumput yang hijau di bawah pohon yang rindang. Setelahnya kutaruh bunga matahari yang berada di genggamanku di depanku. Kulihat bunga tersebut baik-baik. Aku bahkan menghitung jumlah bunga yang berada di depanku. Mungkin ada sekitar 20an tangkai bunga. Ini bunga suruh ngapain coba? Suruh nanem? Atau suruh jual? Aku membuka kertas yang tergantung di tangkai bunga matahari tersebut. Lova, maafin gue  -Dino. Plis, jangan cuekin gue lagi –Dino. Jangan marah lagi ya sayang –Dino. Ayolah, gue beneran minta maaf –Dino. Kasih gue kesempatan buat jelasin –Dino. I love you –Dino. You are the only one, remember? –Dino. Membaca tulisan-tulisan tersebut membuatku tersenyum kecil. Dino kebiasaan, romantisnya kalau akunya lagi ngambek doang. Nyebelin kan? “Akhirnya bisa senyum juga,” ucap seseorang sambil berjalan mendekat ke arahku. Kontan aku mendongak dan sedikit terkejut ketika orang tersebut adalah Dino. Otomatis bibirku yang tadinya tersenyum kini mendadak hilang dan berganti wajah sebel lagi. Ingat, aku masih marah! “Nih,” ucapnya seraya mengulurkan setangkai bunga matahari kepadaku. Aku diam dan enggan untuk menerimanya. Dia tersenyum dan duduk di depanku sambil masih memegang bunga matahari yang tadi di ulurkannya kepadaku. “Dengerin penjelasan gue dulu Lova, gue nggak pernah bohong sama lo. Gue emang ke tempat Gery dan dengan tiba-tiba Gery ngajakin buat nongkrong ke kafe. Dan nggak sengaja kita ketemu Luna di sana,” ucapnya memberi penjelasan kepadaku. Aku masih diam dan membuang muka. Bohong pun siapa yang tahu. Cuiiihhh. “Masih nggak percaya? Tanya sama Gery sendiri coba,” katanya lagi. Ya siapa tahu Gery udah situ sogok buat ngomong yang kayak situ omongin. Siapa yang tahu coba. Gery kan nurut banget sama situ. “Gue nggak bakalan pernah ketemu sama Luna diem-diem Lova. Buat apa coba?” Lhah, buktinya situ ketemu juga kan sama Luna? Nggak pake ngomong juga sama aku. “Ya Tuhan, gue kudu kayak gimana lagi sih Lov, biar lo percaya sama gue?” Aku masih diam dan memasang muka sebal ke arahnya. “Oke, kalau masih nggak percaya. Silakan,” ucapnya sambil berdiri dari hadapanku. Lho…lho… kok kayaknya dia ngambek? Kok malah Dino yang ngambek! Lha ini gimana ceritanya? Aku hanya bisa memandang shock ke arah punggung Dino yang sudah berjalan menjauh dariku. Kebiasaan banget sih! Tiap aku marah, dianya pasti ikutan marah kayak gini! Nyebelin! Tapi sayangnya aku masih cinta! “Dino!” panggilku sambil berusaha berdiri dan memunguti kertas serta bunga matahari yang tergeletak di depanku.  Sialan buat orang yang selalu ngomong untuk mengejar cinta yang akan pergi. Atau orang-orang yang selalu berkata untuk mempertahankan cinta yang udah lama terjalin. Pokoknya mereka s****n! Kalau kayak gini kudu gantian aku dong yang bujukin Dino biar nggak marah. Kalau tiba-tiba putus kan bisa mati gara-gara patah hati dong saya. “Dino tunggu woi!” teriakku lagi sambil mengejarnya. Kini aku sudah lari-lari kayak atlet marathon untuk mengejar sang kekasih hatiku. Beberapa kali aku menabrak orang-orang yang berseliweran di sekitarku. Tanpa mempedulikan mereka, aku masih saja lari sekencang yang kubisa agar dapat menyusul Dino. “Dino… berhenti!” kataku seraya menarik lengannya. Kini dia menatapku bingung sambil mengernyitkan dahinya. Aku menatapnya dengan napas yang tinggal setengah. Astaga, aku capek. “Kok jadi lo sih yang marah!” kataku sebal sambil masih mengatur napas. “Salah sendiri nggak mau dengerin penjelasan gue,” katanya tak kalah sebal. “Lha namanya juga orang marah. Kan lo tahu sendiri kalau gue nggak suka lo deket-deket bahkan ketemuan sama Luna!” “Gue nggak sengaja ketemu dia, Lova.” “Terus kalo nggak sengaja kenapa pake poto-poto selfie segala!” kataku tambah sebal ketika mengingat beberapa foto yang di unggah Luna di akun instagramnya. Makasih deh buat tuh Foto, kalau nggak ada tuh foto beneran nggak bakalan tahu kalau si Dino ketemuan sama sang mantan. “Gue bahkan nggak sadar kalau Luna ngajakin foto-foto gitu Lova,” jelasnya mencoba untuk sabar. “Mana ada orang foto-foto nggak sadar,” balasku ketus. “Coba deh dilihat lagi gimana gaya foto gue sama Luna sama GERY juga.” Dino sengaja menekankan kata Gery untuk menunjukan bahwa dia nggak sendirian ketemu sama Luna. Dengan tak yakin aku merogoh ponsel yang berada di kantong celana jeansku. Kemudian aku buka aplikasi ** dan kembali melihat beberapa foto yang di post oleh Luna. Di salah satu foto, Luna tersenyum ke arah kamera dengan background Dino yang sedang memainkan ponselnya serta Gery yang ikutan nyengir ke arah kamera. Oke Dino memang nggak sadar di poto ini. Kalau begitu lanjut ke potonya yang lain. Di poto kedua, terdapat sosok Gery dan Luna yang sedang asik tersenyum lebar ke arah kamera, sedangkan Dino masih duduk manis dan hanya memandang malas ke arah kamera. Di poto ini, Dino sadar tuh. Tapi emang sih ekspresinya gitu aja. Aduh, kok ngerasa nggak enak ya aama Dino udah nuduh dia yang enggak-enggak. Tapikan emang dia nyebelin pake acara ketemuan sama Luna! “Gimana?” tanya Dino sambil menaikan sebelah alisnya. “Ya kan tetep, judulnya lo ketemu sama Luna tanpa ngabarin gue.” “Gue udah kirimin lo pesan dan nelponin lo, tapi kan ponsel lo lagi rusak Lova.” Iya ya, pas kejadian Dino ketemuan sama Luna kan ponselku lagi sekarat. Kemudian aku hanya bisa nyengir gaje ke arah Dino. “So?” tanyanya. “So?” aku menirukan ucapannya. “Masih marah?” “Sedikit,” jawabku jujur dengan wajah sok ngambek. Dino tersenyum manis ke arahku. Haduh meleleh. Ni cowok satu kenapa cakep banget sih. Hiks. “Nih, biar nggak marah lagi,” katanya sambil mengulurkan bunga matahari yang masih di genggamannya. Aku menerimanya dengan malu-malu. “Makasih.” “Ituh di baca,” katanya menunjuk kertas yang tergantung di tangkai. Dengan cepat aku membuka kertas tersebut dan tulisan di sana benar-benar membuatku terkejut. Marry me my sunshine <3 Aku memandang Dino dengan wajah terkejut yang nggak banget. Mulutku masih menganga seakan mengundang lalat untuk memasukinya. “Nanti malem mama sama papa mau ke rumah lo buat ngelamar,” katanya sambil tersenyum super manis. Ini serius kan? Dino nggak bohong kan? Oh Tuhan. Saking senengnya aku beneran mau pingsan. “Seriusan?” tanyaku tergagap dengan mulut yang masih menganga. Dia tersenyum dan mengangguk. “Dino! Gue makin cinta sama lo!” teriakku seraya menghampur ke pelukannya.   Kudengar Dino terkekeh dan balas memelukku. Kalau begini caranya nggak bakalan pernah bisa ngambek deh sama Dino. Dino nanti malam mau melamarku. Dino mau ngajakin aku nikah. Aku seneng! Aku bahagia! Aku sangat bersyukur atas apa yang ada di pelukanku ini. Orang yang sudah sangat lama kucintai dan orang yang sudah sangat lama berjuang bersama denganku. Aku sungguh sangat mencintainya. Dinoku sayang, semoga kita bisa bareng-bareng terus sampai nanti.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD