bc

Ayuna

book_age12+
404
FOLLOW
6.0K
READ
BE
family
love after marriage
tragedy
bxg
witty
addiction
assistant
like
intro-logo
Blurb

“Aku mau menikahimu, Ayuna,” ajak Tio.

“Tapi aku tidak menyukaimu.”

Mendengar penolakan Ayuna membuat Tio mengerjap sesaat.

“Aku akan membuka hatimu.”

Tio mengeluarkan segala cara untuk membuka pintu hati Ayuna yang tertutup rapat. Apakah Ayuna akan menerima lamaran itu? Atau dia akan menolaknya?

chap-preview
Free preview
Perpisahan dan Pertemuan
Di tengah teriknya matahari ada sepasang suami istri yang sedang menghadapi pertengkaran yang sangat besar. Mereka sama-sama tidak ingin menurunkan egonya. "Kenapa kau selalu mempermasalahkan hal yang kecil, Mas!" ujar wanita itu kepada sang suami dengan suara yang sangat tinggi. "Bukannya aku yang salah dalam hal ini, tapi kau yang salah! Kau tidak pernah bisa menghargai aku sebagai seorang suamimu," ujar laki-laki itu kepada istrinya. "Apa? Kau bilang kau tidak salah? Aku yang selalu mengalah," ujar sang istri juga tidak mau kalah saat berdebat. "Apa kau tidak tau prioritas di dalam hidupmu? Kau selalu sibuk di kantor sampai melupakan aku dan anak kita!" "Di kantor sedang banyak pekerjaan, Mas! Cobalah kau mengerti keadaanku saat ini. Bukannya kau juga sudah memberikan izin untuk aku bekerja lagi?" "Iya memang, tapi bukan berarti kau menjadi pembangkang seperti ini! Lihatlah di saat seperti ini pun kau masih memperdulikan pekerjaanmu. Kau juga harus ingat jika di rumah kau berperan sebagai istri dan ibu!" tatapan Sugiono berkilat tajam dan terdengar nada kekecewaan di dalam suaranya. Minarti terdiam lalu terduduk di lantai karena sebenarnya apa yang dikatakan oleh suaminya adalah benar adanya. Tapi itu tidak semerta-merta membuka mata Minarti bahwa suaminya juga salah dalam hal ini. "Apakah kau sadar bahwa akhir-akhir ini kau juga terlalu sibuk dan mengabaikanku?" tanya Minarti. "Jangan menyamakan aku dan dirimu, Minarti. Aku adalah kepala keluarga memang itulah kewajiban dan tugasku." tak terima Sugiono disamakan. Minarti diam dan mulai terisak kecil. Yang tidak mereka sadari adalah bahwa ada seorang anak kecil yang mendengarkan pertengkaran mereka yang terjadi hampir setiap hari. Dia adalah Ayuna, putri kecil mereka yang baru menginjak usia enam tahun. Tak jarang juga Ayuna menangis dari balik pintu karena ketakutan menyaksikan kedua orangtuanya saling berteriak satu sama lain. "Aku ingin pisah." "Jadi kau benar-benar tidak peduli ya?" tanya Sugiono sinis. "Baiklah, jika itu maumu. Kita akan pisah!" Mendengar hal itu Ayuna kecil keluar dari persembunyiannya yang sukses membuat kedua orang tuanya terkejut. “Ayuna, sayang?” tanya Minarti sambil terbata. "Aku tidak mau Ayah dan Ibu berpisah!" teriak Ayuna. Air matanya sudah membasahi kedua pipi. Ibu menghampiri dan langsung memeluk Ayuna. "Kata siapa Ibu dan Ayah akan berpisah, Sayang?" "Aku dengar dari Ibu dan Ayah tadi." Kata-kata Ayuna membuat kedua orangtuanya mematung. “Tidak usah khawatir ya, Yuna. Yuk, bobo di kamar sama Ibu.” Minarti menggendong Ayuna menuju kamar dan menidurkan Ayuna. Butuh setengah jam usahanya untuk menenangkan isakan tangis Ayuna yang masih terlihat ketakutan sehingga membuat anak kecil itu tertidur akibat kelelahan menangis. Bahkan dalam tidurnya saja, Ayuna masih terisak kecil. Hal itu membuat hati Minarti teriris. "Maafkan Ibu ya, Nak. Ibu gagal menjadi ibu yang terbaik untukmu." tidak lupa Minarti mencium kening putrinya. Hari itu menjadi hari terakhir Ayuna melihat orang tuanya masih bersama. Karena yang Ayuna tahu dia sudah bersama Neneknya dan tidak melihat baik Ibu maupun Ayahnya lagi yang anehnya, Ayuna tidak mencari keberadaan mereka. Baginya, tinggal bersama Neneknya sudah lebih dari cukup. *** Tidur Ayuna terganggu karena suara anak-anak yang sedang bermain di luar rumah. Ia bangkit dan mengintip dari jendela kamar, ia sedikit iri dengan teman seusianya bisa bermain dengan ceria. "Ayuna?" Panggil Nenek yang sudah berdiri di depan pintu menatap Ayuna sendu. "Mau bermain keluar?" Ayuna diam saja memandangi wajah neneknya yang sayu. Tapi sebelum Ayuna menjawab neneknya sudah menggamit tangan Ayuna dan menuntunnya keluar rumah yang kebetulan di berseberangan langsung dengan lapangan bola dengan ukuran lebih kecil. Akhirnya Ayuna keluar rumah, dia melihat ada beberapa anak laki-laki yang sedang bermain bola dan dengan tidak sengaja bola itu menggelinding ke arah Ayuna. Ayuna menangkap bola itu dengan kedua tangannya, lalu semua anak laki-laki itu langsung mendekatinya. “Adik kecil, berikan bolanya kepada kami. Kamu ingin bermain lagi,” ujar salah satu dari mereka meminta kepada Ayuna agar bisa memberikan bola kepada mereka. Ayuna menatap ke arah anak laki-laki itu dan kemudian bergantian menatap bola yang sekarang berada dalam genggamannya. Sambil tersenyum dia memberikan bola itu pada anak laki-laki yang memintanya. Mereka kembali bermain tanpa menghiraukan Ayuna yang berdiri dan menatap mereka. Di sampingnya ada neneknya yang masih menatap Ayuna sambil tersenyum hangat. “Ayo, Ayuna kita masuk ke dalam lagi.” ajak Nenek. Ayuna sebenarnya tampak enggan masuk ke dalam dan matanya terus memandangi wajah anak laki-laki yang tadi menghampirinya untuk mengambil bola. Wajah itu seperti tidak mau hilang dari bayangannya. Namun, Ayuna tetap masuk ke rumah setelah neneknya berjanji mengajak Ayuna pergi lain kali. Akhirnya dia mau ikut masuk bersama nenek. *** Beberapa hari kemudian, nenek menepati janjinya untuk pergi ke taman bermain yang letaknya tidak jauh dari rumah. Hari ini Ayuna bisa bermain dengan berlarian kesana kemari seolah hal itu bisa membuat kesedihannya berkurang. “Hei, kau adik perempuan yang kemarin kan?” tanya seorang anak laki-laki secara tiba-tiba sehingga menghentikan Ayuna. Dia menoleh dan sedikit terkejut melihat siapa yang bertanya. Dia adalah anak laki-laki yang kemarin bertemu dengannya. “Benar kan? Namaku Andre. Siapa namamu?” tanyanya sambil mengulurkan tangan. Ayuna menerima uluran tangan Andre dan menyebutkan namanya. “Ayuna.” “Nama yang bagus." ujar Andre menunjukan senyuman manisnya. "Kau hanya sendirian disini?” “Aku bersama nenek. Dia sedang duduk di sebelah sana,”jawab Ayuna sambil menunjuk tempat neneknya sedang duduk. Andre hanya mengangguk dan menatap Ayuna kembali. “Ayo kita bermain bersama. Aku sendirian, jadi tidak ada yang menemani.” Mendengar itu Ayuna sangat antusias dan mengangguk menyetujuinya. "Yuna! Ayo naik kesana!” Ajak Andre meminta Ayuna naik ke perosotan yang lebih tinggi dari yang ia naiki sebelumnya. “Tapi aku takut, Bang.” “Tidak usah takut. Ada aku yang akan menjagamu. Kau tidak usah khawatir.” Perkataan Andre membuat Ayuna yakin kalau dia bisa melakukannya. Mereka bergandengan tangan dan menaiki tangga menuju puncak hingga turun bersama sambil tertawa. “Hebat adik kecil. Aku bangga sekali padamu.” ujar Andre sambil mengelus kepala ayuna dengan lembut. Perlakuan Andre itu membuat Ayuna tersipu malu. "Ayo, Ayuna kita pulang." ajak Andre. Mereka berjalan bergandengan tangan menemui Nenek yang sedang mengobrol dengan ibu-ibu yang lain. "Nek?" Panggil Ayuna. Nenek langsung menatap ke arah dua anak kecil itu. "Sudah selesai?" "Iya, Nek." jawab Ayuna, dia langsung menatap ke arah Andre. "Kenalkan Nek dia adalah Bang andre, dia yang menemaniku bermain tadi," Nenek tersenyum ke arah Andre. "Terimakasih ya, Nak sudah menjaga Ayuna," "Iya, Nek. Aku akan selalu menjaga Ayuna." jawaban Andre berhasil membuat Ayuna dan Nenek tersenyum.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook