Chapter 6 : Senjata

1088 Words
Belum juga sempat Kenzie bernapas lega, mendadak saja siluman berpedang muncul, lalu menyerangnya lagi. Serangan pedang dari kiri ke kanan itu ditahan oleh Kenzie menggunakan telapak tangan, tetapi si siluman tidak menyerah dan langsung melancarkan pukulan menggunakan tangan kiri yang dilapisi kobaran api. Kenzie menghindari serangan langsung dengan menghindar ke kanan. Ia menyesuaikan kuda-kuda, sembari menyiapkan serangan balasan. Dua siluman yang tersisa berjejer jauh di depan Kenzie, sementara Kenzie tengah kesulitan mengatur tarikan napasnya. Namun, musuh tak memberikannya waktu beristirahat walau hanya sesaat. Serangan tombak api lantas melesat ke arahnya, membuat ia harus mengeluarkan banyak kekuatan agar dapat menghancurkan serangan tersebut. Tidak cukup dengan hanya itu, kini shuriken melesat padanya dari empat arah. Dan, di atasnya ada sebuah bola api raksasa yang juga mengincarnya. Melihat ini, Kenzie sudah tidak mempunyai pilihan lain, selain mengeluarkan seluruh Energi Sihir-nya supaya selamat dari maut. “Ha!!!” Kenzie berteriak keras, membuat gelombang udara dahsyat tercipta. Air dari telaga seketika naik ke atas akibat kejutan besar tersebut. Darah segar menetes dari mulut Kenzie. Napasnya kian terengah, dan sekujur tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa. Ia jatuh berlutut di tanah, kini tubuhnya benar-benar rapuh. Namun, ia memaksakan diri bangkit dari tanah sambil mengepalkan erat kedua tangan. Sekali lagi, bola api dan tombak angin melesat ke arahnya dari depan. Tidak mau dikalahkan oleh rasa sakit, Kenzie menjulurkan telapak tangannya ke depan. Dari sana muncul lingkaran sihir berwarna kuning keemasan, yang kemudian menahan dua serangan tadi. Debu berterbangan, melingkupi sekeliling, membuat penglihatan terhalang. Kendati tarikan napasnya sangat cepat dan berat, tetap saja Kenzie tidak mengendorkan penjagaannya sedikit pun. Ia sadar benar kalau serangan bisa datang kapan saja. Karena itu, ia tidak boleh hanya sekedar bertahan. Tato muncul di sekujur tubuh Kenzie, lalu matanya pun bersinar terang layaknya matahari. Secepat kilat ia bergerak, hingga mampu memukul perut siluman pengendali angin sampai berlubang tanpa disadari. Mulut si siluman terbuka lebar serta mengeluarkan darah. Ia terlihat hendak mengatakan sesuatu, tetapi tak dapat. Si siluman jatuh terbaring di tanah tanpa nyawa, sementara Kenzie kembali mengedarkan mata ke sekitar. Namun, matanya mendadak terasa sakit, membuatnya harus menutupnya dengan kedua tangan. “Argh!” “Rasakan ini!” Dari belakang, siluman berpedang menebaskan pedang dengan kobaran api secara vertikal pada Kenzie. Kenzie mendadak hilang dari pandangan, dan di saat bersamaan, kepala si siluman berpedang telah putus terpenggal, jatuh menggelinding di tanah. Akhirnya, setelah pertarungan selesai, Kenzie ambruk ke tanah dengan posisi setengah sadar. Semua tato di tubuhnya menghilang, matanya pun tidak memancarkan cahaya seperti tadi lagi. Kendati begitu, ia tahu kalau tempat ini tidak akan aman lagi. Dengan mengabaikan semua rasa sakit yang ada, Kenzie bangkit berdiri, berjalan perlahan mengambil pedang milik si siluman, lalu berjalan dengan kaki pincang, masuk ke dalam hutan. Pemuda ini sengaja memilih berjalan di atas akar pepohonan maupun rerumputan agar tidak ditemukan. Sebelumnya, ia juga telah menghapus aura pedang di tangannya agar tak dapat ditemukan atau dilacak oleh para siluman. Hingga, beberapa saat kemudian, ia sudah tidak sanggup lagi berjalan. Kenzie pun memutuskan masuk dan berlindung di dalam rongga akar pohon besar. Kini ia tersandar tanpa tenaga di sini, dan tarikan napasnya pun masih belum stabil. Saat ini, tubuhnya barulah terasa seperti diremukkan. Tulang-tulangnya terasa nyeri dan matanya terasa seperti hendak tercongkel keluar. Ia pun memejamkan mata sembari merilekskan raga. “Sebenarnya kenapa mereka menyerangku? Apakah identitasku telah diketahui oleh mereka? Seharusnya aku tidak meninggalkan satu pun saksi mata pada saat itu ....” Masih dengan napas terengah, Kenzie bergumam pelan pada dirinya sendiri. Ia tidak menyangka, pada hari pertama setelah keluar dari gua, ia harus bertarung sampai terluka seperti ini. Namun, beruntungnya, sekarang ia memiliki sebuah senjata. Sebab, Al, gurunya itu, tak memberinya satu pun senjata, walau sebenarnya terdapat banyak senjata di tempat latihan. *** Sementara itu, di tempat lain, pada saat yang sama. Empat orang siluman bergegas menuju telaga—di mana Kenzie bertarung sebelumnya—dengan mengikuti seorang siluman berbadan kekar bersenjatakan palu besar di tangan kanan. Siluman berpalu tersebut tanpa segan menghancurkan pohon yang menghalangi jalan menggunakan palunya itu. Beberapa saat kemudian, mereka berlima berhenti melihat keadaan yang kacau. Tiga mayat siluman ditemukan, di mana dua di antaranya sudah tak memiliki kepala, sedangkan yang satunya lagi mati dengan perut berlubang. “Apa-apaan ini?” Siluman berpalu tercengang melihat ini. “Cepat periksa dan bawa mayat mereka!” “Baik, Kapten!” Seketika itu pula, empat siluman lainnya bergegas mengumpulkan mayat. “Siapa yang berani melakukan ini?” ucap salah satu siluman. “Mungkinkah dia adalah manusia yang membunuh Vinri dan meratakan desa itu?” sahut yang lainnya. “Siapa lagi kalau bukan dia? Apakah dia ingin menggulingkan ras siluman?” “Tidak bisa dibiarkan! Kita harus segera membasmi hama itu! Jangan biarkan dia terus berkeliaran!” “Kau benar! Semakin lama dia berkeliaran, kita tidak tahu siapa yang akan menjadi targetnya selanjutnya!” Akhirnya para siluman tadi selesai mengumpulkan mayat, dan kembali menghadap Kapten mereka. “Sekarang bagaimana? Haruskah kita membagi tim untuk mencari pembunuh mereka?” tanya salah satu siluman. “Tidak ....” Si Kapten menggelengkan kepala. “Dia tampaknya memiliki kekuatan yang luar biasa hingga mampu mengalahkan mereka bertiga. Aku ragu, jika tim kita dipisah, mampukah kita melawannya?” “Jadi, bagaimana sekarang?” Si Kapten masih menggunakan kepala dingin untuk menyelesaikan masalah ini, meskipun sebenarnya hatinya telah panas. “Kita pergi melaporkan ini pada Yang Mulia Raja, biarkan dia yang memikirkan bagaimana cara menangkap pembunuh itu!” “Kau benar! Sebaiknya kita kembali.” Mereka pun akhirnya memutuskan untuk kembali, melapor kepada Raja tentang kasus pembunuhan kali ini. Dan, tentu saja, mana mungkin para siluman akan tetap berdiam diri jika posisi mereka tengah terancam oleh sesuatu yang sangat berbahaya serta sulit terdeteksi ini. Jika ras manusia benar-benar bangkit dari keterpurukan dan melawan para siluman, maka semuanya akan berubah. *** Di dalam hutan, tubuh Kenzie kian melemas, rasa sakit yang diterimanya saat ini bahkan membuat ia tak sanggup untuk membuka mata. Tenaganya seolah hilang entah ke mana. “Haah ... haah ... haah ....” Helaan napas Kenzie menggema di gendang telinganya. Sekuat tenaga ia berusaha membuka mata, dan akhirnya berhasil. “Sepertinya, aku melupakan sesuatu?” Ia bertanya pada dirinya sendiri. “Ah, bukankah waktu itu Tuan Al memberikanku pil penyembuh?” Kenzie pun mengeluarkan kalung dari balik bajunya. Ia mengusap kalung tersebut beberapa kali, hingga muncullah lingkaran sihir dan sebuah botol berisikan pil muncul dari sana. Ini adalah Kalung Penyimpanan, di mana Kenzie dapat menyimpan apa pun di sini, kecuali manusia. Setelahnya, Kenzie langsung meminum pil pemberian Al, dan tubuhnya pun terasa jauh lebih baik dari sebelumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD