Chapter 28 : Tragedi II

1145 Words
Tanpa mau membuang waktu lagi, Zidan segera berdiri dan menerawang sekitar. Ia sadar kalau ada kepulan asap tebal yang tak jauh dari tempat di mana dirinya berpijak sekarang, tetapi ia tidak mau memedulikan hal tersebut dan malah mengalihkan perhatian pada Vani dan Kyra yang sedang bercakap-cakap di dekat sebatang pohon. “Vani, Kyra, aku akan segera pergi ke desa bawah tanah. Terserah kalian ingin mengikuti aku atau pergi membantu Kenzie yang kuyakin sedang bertarung di tempat lain!” Zidan berlari pergi meninggalkan Vani dan Kyra. “Pilihlah sesuai keinginan kalian. Kalian tidak harus melindungi penduduk desaku dengan mengabaikan teman kalian itu, yakni; Kenzie!” Vani memerhatikan sejenak Zidan yang berlari cepat ke arah desa bawah tanah, kemudian mengalihkan pandangannya pada Kyra. “Aku memang tidak berhak untuk mengaturmu, tetapi aku sarankan untuk membantu Zidan menyelamatkan para penduduk.” Ucapan Vani terjeda selama beberapa saat. “Aku yakin Kenzie dapat mengatasi para penduduk itu dan ingin kau selamat dengan berada jauh dari dirinya. Jadi, ikutlah aku membantu Zidan menyelamatkan para penduduk yang sedang dalam bahaya!” Kyra tampak bingung, lalu memikirkan baik-baik ajakan Vani tadi. Dia memang sangat ingin pergi menyelamatkan Kenzie, tetapi dia juga sadar kalau keberadaannya nanti hanya akan menghambat Kenzie. Perlahan Kyra menutup mata sembari mengembuskan napas panjang, memutuskan, “Aku yakin Kenzie baik-baik saja! Ayo kita bantu para penduduk bersama Zidan, Vani!" Mendengar jawaban tegas yang terlontar dari mulut Kyra, membuat Vani tersenyum tipis, kemudian menganggukkan kepala dengan yakin. “Sudah diputuskan! Kita akan pergi!” Vani dan Kyra pun pergi berlari mengejar Zidan yang sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan mereka berdua. “Semoga kau juga baik-baik saja, Kenzie!” *** Kenzie masih berdiri tegak, membiarkan angin berembus pelan dan memerhatikan kepulan asap yang terbawa pergi oleh embusan angin tersebut. Akibat embusan angin itu, kobaran api yang membakar setiap pohon yang ada di sekitar pun menjadi semakin besar setiap detiknya. Namun, Kenzie tampak tak ingin melakukan sesuatu pada api yang kian membesar itu. Saat ini, Kenzie berdiam diri bukan tanpa alasan, melainkan karena tubuhnya yang masih belum cukup kuat untuk bertarung ini, tengah merasakan sakit yang luar biasa akibat mengeluarkan banyak ‘Mana’ serta jurus. Dari luar, tarikan napasnya yang sudah tak stabil, memang tidak terlihat, karena ia memang berusaha keras membuatnya tak terlihat. Akan tetapi, setiap tulang di sekujur tubuhnya seolah menjerit kesakitan sekarang. Setiap gerakan cepat yang Kenzie lakukan bukan tidak membebani tubuhnya, melainkan tak Kenzie tunjukkan pada para siluman yang sekarang menjadi lawannya. Ia sangat mengerti, kalau ingin menunda waktu sejenak agar dapat beristirahat hanyalah dengan berdiri tegak dan terlihat baik-baik saja, kendati hal yang sebenarnya tidaklah seperti itu. Mendadak, satu anak panah dengan kobaran api besar, melesat cepat ke depan, tepat ke arah Kenzie. Kenzie lantas memaksakan tangannya yang menjerit kesakitan, mengayunkan pedang panjang untuk menangkis anak panah itu. Sampai detik ini, Kenzie dapat mempertahankan posisi dirinya untuk terlihat baik-baik saja. Hal ini membuat siluman yang menembakkan anak panah, mengeluh, “Anak manusia yang menyebalkan! Meski sudah diserang bersamaan, tetap saja tidak mau mengaku kalah dan tampak baik-baik saja! Apa yang harus kami lakukan untuk menjatuhkan monster seperti anak ini?!” Tidak hanya siluman yang tembakan anak panahnya baru saja ditangkis yang mengeluh, melainkan siluman lain yang juga melihat Kenzie masih baik-baik saja, ikut mengeluh, “Sialan ... kenapa kami malah berhadapan dengan anak manusia yang kekuatannya seperti monster ini?! Apakah tenaga dan ‘Mana’-nya tidak terbatas, sehingga serangan kami yang sangat brutal tadi, tidak dapat mengurasnya sedikit pun?!” “Siapa yang peduli dia masih baik-baik saja atau tidak! Serang bersamaan!” Salah satu siluman berteriak kencang, memberikan perintah yang membuat Kenzie kian kesal. Begitu banyak anak panah segera melesat cepat ke arah Kenzie dari berbagai arah. Tanpa mau repot, Kenzie sekali lagi melesat ke depan, hendak menebas siluman yang berada di depannya. Akan tetapi, siluman tersebut dapat menghindari serangan Kenzie, dan kesempatan emas itu dimanfaatkan oleh siluman lain untuk menyerang Kenzie, kendati harus mengambil risiko membunuh salah satu teman mereka. Kenzie tidak bodoh untuk diserang dengan cara membabi-buta tersebut. Pemuda itu lantas melompat tinggi ke atas, lalu bergerak cepat menebas leher siluman yang tadi berteriak. Kini, para siluman kembali menghentikan serangan, sebab ada dua siluman yang mati kala mereka menyerang Kenzie dengan agresif. Postur Kenzie yang berdiri dengan tenang menginjak mayat siluman yang baru saja ia bunuh, terlihat sangat mengerikan bagi siluman lainnya. Tanpa ragu, Kenzie menusuk kepala siluman yang ia tebas tadi, menggunakan pedangnya, lalu melempar kepala siluman tersebut ke arah api. Kepala itu pun segera terbakar, membuat Kenzie tampak semakin mengerikan di mata para siluman. Tanpa sadar, tindakan Kenzie itu membuat siluman yang tersisa beranggapan kalau Kenzie sedang mengatakan kalimat, “Kalau kalian menggangguku, aku akan membakar kalian hidup-hidup!” Anggapan negatif yang muncul secara instan di benak para siluman itu, membuat para siluman tidak mau menyerang Kenzie lagi. Mereka takut dengan ancaman yang belum Kenzie ucapkan. Saking takutnya, tubuh mereka kini bergetar, sehingga memegang panah dengan benar pun tak sanggup. Sementara itu, Kenzie sendiri masih terus memulihkan diri, memanfaatkan waktu yang diberikan oleh para siluman. Sekarang, ia hanya ingin memulihkan dirinya sebanyak tiga puluh persen, sebelum akhirnya membunuh semua siluman yang tersisa. Sedikit pun Kenzie tidak bermaksud untuk membiarkan para siluman itu bebas, karena melihat kerusakan yang diakibatkan oleh mereka saat ini. *** Para siluman bersembunyi dengan tubuh gemetar mereka di balik pepohonan rindang. Kendati mereka prajurit siluman, tetap saja mereka takut akan kematian dan sosok Kenzie yang terlihat menyeramkan. Selain anggapan kalau Kenzie sudah mengancam mereka, mereka juga menambahkan anggapan lain, kalau Kenzie juga akan membunuh mereka jika bergerak sedikit saja. Mereka tidak tahu kalau Kenzie tidak merencanakan hal yang seperti itu saat ini. Namun, tindakan Kenzie yang tidak gegabah seperti tadi, telah melekat dalam kepala mereka, sehingga mereka menganggapnya sebagai sebuah isyarat yang ingin Kenzie sampaikan dalam bentuk tindakan, bukan ucapan. “Aku tidak menyangka, hanya seorang anak manusia mampu membuat kita terpojok?” kata salah satu siluman, masih belum percaya dan tidak ingin menerima fakta yang menyakitkan ini. “Aku berharap Raja Evil datang menyelamatkan kita semua ....” Siluman lainnya, berharap akan bantuan dari siluman terkuat di kaum mereka. *** Vani dan Kyra berlari sekuat tenaga mengejar Zidan, tetapi jarak mereka berdua dengan Zidan tidak kunjung juga memendek. Gerakan Zidan semakin cepat dari waktu ke waktu, sementara gerakan Kyra semakin berkurang seiring berlalunya waktu, membuat gerakan Vani juga terhambat olehnya. Kendati demikian, Vani tidak ingin mengeluh pada Kyra dan terus menyesuaikan langkah kakinya dengan Kyra. Ia tahu kalau Kyra hanya seorang manusia biasa, jadi sangat wajar kalau sekarang Kyra tidak dapat berbuat apa pun, bahkan untuk mengejar Zidan saja tak sanggup. *** Zidan sendiri, sekarang sedang menghancurkan apa yang saja menghalangi jalannya. Ia tidak ingin ada halangan apa pun dan terus berlari lurus ke depan, walau harus memotong setiap tumbuhan kecil dan ranting-ranting pohon. Emosi dalam hatinya masih belum mereda, sehingga ia bertindak seperti ini sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD