Chapter 27 : Tragedi

1206 Words
Yota melompat tinggi, Vani tanpa henti melesatkan serangan bola api, Zidan masih berdiri sembari menengadah, memerhatikan gerakan Yota. Tak lama berselang, Yota tersenyum tipis kala menangkis semua serangan Vani menggunakan pedangnya. Kala siluman itu mengarahkan telapak tangannya ke depan, tombak tanah mencuat keluar dari dalam tanah, menusuk tubuh setiap orang yang terbaring tanpa daya di tanah. Tidak hanya para pria yang terkapar, tombak tanah Yota itu juga menyerang Zidan dan Vani, tetapi kedua remaja itu dapat menghindari serangan Yota dengan melompat ke belakang. Yota lantas mendarat mulus di tanah, masih tersenyum lebar melihat Zidan dan Vani yang kian dibakar amarah, melihat para penduduk yang mereka coba lindungi, dibunuh tepat di depan mata mereka oleh satu siluman. Kini Zidan sudah tak terkendali lagi, langsung melesat ke depan, hendak menyerang Yota menggunakan tebasan pedang pendeknya. Sama seperti sebelumnya, semua tebasan pedang yang Zidan luncurkan, dapat dengan mudah ditangkis oleh Yota menggunakan pedang di tangannya. Saat ini, Zidan terlihat seperti sedang dipermainkan oleh Yota. Kala Zidan melompat mundur ke belakang, Vani yang telah melapisi diri dengan kobaran api, segera menyerang Yota menggunakan bola-bola api yang jauh lebih besar. Semua serangan Vani itu sangat menyusahkan Yota, tetapi Yota tidak ingin mengeluh dan terus saja menangkis semua serangan yang datang. Agar semangat Zidan dan Vani hancur, Yota segera mengatakan sebuah kalimat provokatif sembari menebas bola api Vani, “Haha, hanya seperti ini kemampuan kalian, huh?! Kalau benar, kalian masih sangat lemah, tidak pantas untuk melindungi orang lain! Kalian sendiri belum tentu dapat melindungi diri kalian sendiri kalau hanya dengan kekuatan selemah ini!!!” Tidak menghiraukan kata-kata itu, Vani terus meluncurkan serangan tanpa henti. Tanpa ada yang sadar, Zidan menyelinap masuk ke dalam celah pola serangan bola api Vani, lalu berhasil menatap langsung kedua mata Yota. Segera setelah melihat mata Zidan yang berubah warna menjadi kuning, tubuh Yota berhenti bergerak. Siluman itu pun lantas terkena serangan beruntun bola api Vani, lalu terbakar habis dalam keadaan berdiri. Zidan jatuh berlutut di tanah, menutup kedua matanya yang sakit dengan lengan kanan. Vani menghentikan serangan, langsung bergerak mendekati Zidan dengan perasaan khawatir. “Bertahanlah, Zidan ...,” ucap Vani, cemas. Perlahan Zidan meletakkan pedang pendeknya ke tanah, lalu mengatur tarikan napas dengan perlahan. Kepalanya kembali dingin, tetapi matanya masih sakit akibat dirinya memaksakan diri untuk menggunakan jurus ilusi yang membebani mata serta tubuhnya sendiri. “Jangan pikirkan aku. Para penduduk masih dalam bahaya ....” Zidan memaksakan diri untuk berdiri sembari mengambil kembali pedang pendek yang ia taruh tadi. Vani masih begitu khawatir melihat kondisi Zidan, lalu memberikan sebuah saran, “Kau masih belum stabil. Biarkan aku yang melindungi para penduduk itu, kau beristirahatlah di sini untuk memulihkan diri ....” Saran yang diberikan oleh Vani itu, langsung ditolak oleh Zidan dengan menggelengkan kepala dan berkata, “Di saat terdesak seperti ini, mana mungkin aku hanya mementingkan diriku sendiri. Aku masih harus melindungi orang-orang yang menggantungkan nyawa mereka padaku!” Meski khawatir, usai melihat tekad Zidan yang begitu kuat, Vani pun tidak mau berdebat lagi. “Baiklah. Kalau kau memang ingin memaksakan diri, aku tidak dapat melarangmu melakukannya. Tapi, bila kau sudah benar-benar tak sanggup untuk bertahan, katakan saja, kau boleh beristirahat dan menyerahkannya padaku. Aku yakin, Kenzie sekarang sudah menang dan akan membantu kita menyelamatkan penduduk yang lain.” *** Kenzie semakin bergerak menjauh, para siluman pun terus mengikutinya dari belakang, masih membombardir hutan dengan panah api mereka. Setiap kali Kenzie mencoba bersembunyi, anak panah api yang dilepaskan semakin banyak pula, membuat Kenzie terpaksa harus menangkis semua serangan itu menggunakan pedang di tangannya. Segera Kenzie berbalik, berhadapan dengan para siluman yang menyerangnya tadi. Tanpa ragu sedikit pun, para siluman tersebut langsung menyerang Kenzie dengan anak panah mereka. Awalnya Kenzie hanya menangkis semua serangan itu dengan berdiri tegak, tetapi akhirnya ia melihat sebuah celah dan melesat cepat ke depan, menebas siluman yang berada lurus di depannya. Para siluman berganti formasi, langsung mengelilingi Kenzie dan menembakkan anak panah mereka. Tidak ingin terlalu pusing dengan keadaan, Kenzie lantas melesat ke depan, lagi-lagi menebas siluman yang berada lurus di depannya dengan kecepatan kilat. Dua serangan super cepat yang Kenzie perlihatkan, membuat para siluman mengurangi serangan dan menjaga jarak sejauh mungkin dari Kenzie, bahkan bersembunyi di balik pohon agar tidak ditemukan. Berbeda dari sebelumnya, Kenzie kini berdiri tegak di tempat lapang, seolah menunggu bahaya datang. Wajah pemuda itu tetap datar, sedangkan tangan kanannya menggenggam erat pedang panjang. Angin berembus pelan, para siluman masih belum meluncurkan serangan lain, tetapi api yang membakar pepohonan, kini menjalar ke segala arah, bertambah besar seiring berjalannya waktu. Asap yang pekat terbang terbawa oleh embusan angin. Langit yang tadinya cerah, kini dipenuhi oleh awan mendung yang menandakan hujan akan turun sebentar lagi, hanya perlu menunggu beberapa saat. Akan tetapi, Kenzie tidak mengubah ekspresi wajahnya yang datar. Ia membiarkan sang jago merah terus menjalar dari satu pohon ke pohon lainnya, tanpa mau melakukan sesuatu untuk menghentikan hal tersebut. *** Para siluman kini berpencar jauh satu sama lain. Salah satu siluman yang bersembunyi di balik sebatang pohon yang tidak terlalu besar, bergumam pelan sembari mengatur tarikan napasnya yang terengah-engah, “Sialan, tidak kusangka anak manusia itu begitu kuat seperti ini. Pantas saja dia dulunya sanggup mengalahkan salah seorang komandan siluman dan menghancurkan sebuah desa dalam beberapa saat ....” Sebenarnya dia tidak tahu pasti apakah benar Kenzie yang pernah mengalahkan komandan siluman, sebab memang wajah Kenzie tertutup topeng separuh. Namun, dengan melihat kekuatan dan jurus yang digunakan Kenzie, siluman ini dapat menebak kalau memang Kenzie pelakunya. Di balik pohon lain, ada juga siluman yang bergumam sama seperti siluman sebelumnya. Dia mengeluh dengan munculnya seorang anak manusia hebat seperti Kenzie di dunia ini. Akan tetapi, tampaknya takdir tidak memedulikan keluh-kesahnya itu sedikit pun. *** Zidan dan Vani berlari sekuat tenaga, kembali ke tempat di mana mereka meninggalkan Kenzie dan Kyra sebelumnya. Ketika tiba di tempat tujuan, mereka berdua langsung menghentikan langkah kala melihat mayat siluman berpedang dua yang tadi dikalahkan dengan telak oleh Kenzie. Vani langsung melirik ke sekitar, lalu melihat Kyra yang sedang berdiri di dekat sebatang pohon sembari melirik dengan khawatir ke arah lain. Tanpa basa-basi, Vani mendekati gadis tersebut, kemudian menepuk pundak gadis itu perlahan. “Kyra ...,” kata Vani. Kyra sedikit tersentak, berbalik dan mengembuskan napas lega kala melihat kalau orang yang memanggilnya tak lain adalah Vani. “Vani ... kalian sudah kembali? Bagaimana kelompok berburu yang kalian susul tadi?” Wajah Vani sedikit murung, tetapi dia tetap menjawab pertanyaan Kyra dengan perlahan serta memalingkan pandangan ke arah lain, “Kami gagal menyelamatkan mereka ....” Melihat Vani yang murung, Kyra menjadi merasa bersalah karena telah menanyakan hal tadi. “Maaf ....” Vani menggelengkan kepala beberapa kali. “Kau tidak salah, jadi tidak perlu meminta maaf.” Setelahnya, Vani pun mengganti topik percakapan mereka. “Selain itu, ke mana Kenzie? Aku tidak melihatnya ....” Kali ini, Kyra yang tampak murung, lalu menjawab dengan nada khawatir, “Dia pergi jauh dari sini, memancing musuh ke tempat lain demi menyelamatkan aku yang tidak berguna ini ....” Kyra menyatukan kedua tangannya dengan erat, begitu merasa bersalah dengan apa yang terjadi. “Kau tidak salah. Ini adalah keputusan Kenzie untuk melindungimu.” Vani menengadah, melihat kepulan asap yang semakin tebal serta awan gelap yang menuntupi cerahnya langit. “Kembalilah dengan selamat, Kenzie ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD