Chapter 84 : Bagaimana

1546 Words
Ruang bawah tanah masih begitu sepi, cahaya berwarna hijau dari tongkat Lisa tidak lagi menerangi ruangan ini, sebab sudah ada sumber cahaya yang baru, yakni kobaran api yang mereka gunakan untuk memasak daging. Ke enam remaja terlihat tengah duduk dekat dengan api tersebut, menunggu masakan mereka matang, dengan sangat tenang. Tidak ada yang memulai pembicaraan, Zill dan Lisa sibuk dengan masakan, sementara empat lainnya hanya diam. Kenzie menerawang sekitar, menarik napas sejenak lalu mengembuskannya dengan perlahan. Ia tak tahu harus memulai percakapan dengan apa, jadi ia membiarkan waktu berlalu begitu saja sembari menunggu makanan mereka siap. Setelah lama diam, Zidan tampak menghela napas panjang, lalu berkata, “Kenzie, kau pasti ingin tahu bagaimana kami berdua bisa ditangkap, kan?” Kenzie sedikit tersentak mendengar itu, tidak menyangka kalau Zidan akan memulai pembicaraan yang memang inginkan sejak tadi. “Kalau kau tak masalah, aku memang ingin mendengarnya langsung darimu ....” Kenzie menganggukkan kepala beberapa kali. Sejenak, Zidan melirik Vani yang hanya diam, tak memerlihatkan reaksi apa pun. Zidan paham kalau Vani pasti tak mau mengingat semua itu, tetapi mau tak mau, demi kelompok, Zidan harus menceritakan ini. “Aku hanya akan menceritakannya sekali, tidak ada pengulangan atau apa pun. Jadi dengarkan dengan saksama saat aku berbicara.” Kini Ray pun ikut memalingkan pandangan ke arah Zidan. Sedari tadi dia memang sudah ingin mendengarkan bagaimana Zidan dan Vani bisa ditangkap oleh Kyra yang ternyata adalah siluman itu. “Tidak masalah. Itu lebih dari cukup,” Kenzie mengonfirmasi dengan yakin. “Kalau kau sudah yakin, aku akan menceritakannya mulai dari awal, sejak kita berpisah karena kau sudah jatuh ke jurang waktu itu.” *** Beberapa bulan lalu, tepat ketika Kenzie jatuh ke dalam jurang. Kyra hendak berlari dan melompat ke jurang bersama dengan Kenzie, tetapi Zidan dan Vani berusaha keras menghalangi gadis itu untuk terjun ke sana. Usai membujuk dengan berbagai hal, akhirnya Kyra pun ikut bersama dengan Zidan dan Vani, kembali ke desa yang ada di antara batu melayang. Menempuh hutan dan jalan setapak selama beberapa hari, mereka akhirnya tiba di perbatasan batu melayang. Mereka tentu saja tidak langsung masuk ke sana, melainkan berhenti terlebih dahulu untuk menyusun strategi, bagaimana mereka bisa melewati rintangan ini dengan selamat. “Vani, kau satu-satunya yang bisa kami andalkan sekarang. Apakah kau bisa meminjamkan kekuatanmu itu untuk membawa kita ke desa?” tanya Zidan pada Vani, karena memang hanya kekuatan Vani yang bisa membantu sekarang, setelah Kenzie berpisah dengan mereka bertiga. Vani menganggukkan kepala. “Tak masalah! Serahkan saja padaku!” Zidan melirik Kyra sejenak. “Kita akan kembali bersembunyi di desa selama beberapa waktu untuk menghindari Parvis. Kau bisa terima keadaan kita sekarang ini, kan?” Kyra mengangguk pelan. “Akan kucoba ....” “Tenanglah, aku yakin Kenzie masih hidup di luar sana. Hanya saja, dia masih perlu bersembunyi dari Parvis, sama seperti kita bertiga. Jadi, jangan terlalu khawatir. Yakinlah kalau Kenzie itu kuat.” “Hm ....” Kyra hanya menjawab seadanya sambil menganggukkan kepala perlahan, seolah sudah tak tertarik dengan pembicaraan lagi. “Aku sudah siap.” Vani memotong percakapan. “Kita berangkat?” “Ya!” Zidan pun melangkah sambil menarik tangan kanan Kyra. “Kyra, jangan melamun, kita pergi sekarang.” Mereka bertiga pun berlari melewati batu melayang, sesuai dengan rencana. Berhubung jumlah orang di sini sangat sedikit, Vani jadi bisa lebih leluasa menggunakan kekuatannya untuk menangkis semua batu melayang yang datang. Gerakan mereka bertiga yang cepat juga membuat semuanya menjadi lebih mudah bagi Vani. Usai berhasil lolos dari serbuan batu melayang itu, mereka berhenti sejenak. Masih perlu berjalan lagi agar mereka bisa tiba di pedesaan. Akan tetapi, mendadak Zidan mendapat firasat buruk kala hidungnya mencium aroma yang sangat menyengat. Ia segera melepas genggaman tangannya pada Kyra, berlari sekuat tenaga agar cepat tiba di desa. “Hei, kenapa kau begi—” Belum sempat memprotes, Vani juga mencium aroma menyengat yang Zidan endus beberapa saat lalu. “Jangan bilang ....” Meninggalkan Kyra seorang diri, Vani segera berlari mengejar Zidan. Gadis ini juga sangat khawatir dengan para penduduk desa, sama seperti Zidan. Lalu, kekhawatirannya itu pun terjawab sudah kala dia berhenti melangkah, melihat desa yang sudah hancur lebur. Banyak mayat bertaburan, darah para manusia juga sudah membeku terkena terik matahari. Vani sangat terpukul kala sekali lagi harus melihat hal mengerikan seperti ini. Zidan tidak berhenti berlari, langsung masuk ke dalam desa, melirik ke sekeliling. “Semuanya ....” Ia berhenti, masih terus melirik ke sekitar. Ia pun lantas melihat mayat dari pria tua yang waktu itu mendorongnya ikut bersama dengan Kenzie. “Hei ....” Perlahan, Zidan melangkahkan kaki, tidak percaya dengan apa yang ia lihat ini. Seberapa banyak pun Zidan mencari, sudah tak ada lagi yang tersisa. Semuanya hanya tinggal sebuah kenangan yang rata dengan tanah. Zidan jatuh berlutut di tanah, benar-benar menyesal karena sudah meninggalkan para penduduk desa ini. Namun, ia juga harus menerima kenyataan kalau semuanya sudah terjadi dan tak akan bisa diubah lagi. Vani berjalan perlahan masuk ke dalam desa, mendadak dan memegang pundak Zidan dengan lembut. Gadis itu juga mengeluarkan air mata melihat semua ini, tetapi dia berusaha untuk tetap tegar, sama seperti Kenzie yang selama ini dia lihat dan sedikit kagumi. “Zidan ... maaf aku tak bisa menghiburmu saat ini.” Zidan tidak menjawab, masih menangis terisak melihat kehancuran desa ini. Hal ini membuatnya sangat membenci dunia, dan ingin rasanya ia segera pergi dari dunia ini. Akan tetapi, di sisi lain ia masih ingin terus menjaga kepercayaan Kenzie yang diberikan padanya. Ia pun mencoba tetap tegar melewati ini semua, walaupun begitu berat untuk dipikul. Sementara itu, Kyra berjalan dengan tenang ke dalam desa. Dia lantas berdiri tak jauh di belakang Vani dan Zidan yang sekarang sedang berduka. Tanpa empati sedikit pun, Kyra berkata, “Haha, desa kecil ini memang sudah sepantasnya hancur. Sungguh takdir yang indah, kan?” Zidan sedikit tersentak mendengar itu, kemudian berdiri sembari menarik keluar pedang pendeknya. Vani juga sama, langsung tersentak mendengar apa yang baru saja Kyra ucapkan pada mereka, dan segera menarik kembali tangannya dari pundak Zidan. “Kyra ... apa maksudmu mengatakan itu?” Zidan lantas berbalik, memasang tatapan tajam pada Kyra. “Sekali pun kau sangat dekat dengan Kenzie, bukan berarti aku akan mentoleransi semua yang kau katakan dan lakukan ....” “Aku juga sama. Apa kau tidak mengerti keadaan sekarang, huh?” Emosi Vani juga ikut tersulut, tak tahan dengan kata-kata tajam Kyra. Kyra masih terlihat santai dan tenang, lalu tersenyum tipis. “Siapa yang peduli dengan keadaan? Aku hanya mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Desa kecil ini memang pantas untuk dihancurkan ....” “Tarik kembali ucapanmu.” Zidan menggenggam erat pedang pendek di tangan kanannya. “Katakan kalau kau mengatakan itu karena kau masih belum dapat menerima kita berpisah dengan Kenzie.” Bukannya melakukan apa yang Zidan suruh, Kyra malah kembali tersenyum tipis, menjawab, “Untuk apa aku melakukan itu? Aku juga tak peduli kalau Kenzie itu masih hidup atau sudah mati sekarang. Tapi, akan jauh lebih bagus kalau dia memang mati sih. Itu akan lebih mempermudah semuanya.” “Apa maksudmu?” Vani masih belum mengerti mengapa Kyra mengatakan hal itu. Namun, dia juga bisa mengambil kesimpulan kalau sekarang Kyra bisa saja tengah stress akibat kehilangan Kenzie dan melihat kehancuran ini. Dengan santainya, Kyra memasukkan kedua tangan dalam saku celana. “Seperti apa yang baru saja kalian dengar. Akan jauh lebih baik kalau Kenzie memang mati sekarang.” Dia terdiam sejenak, melirik ke sekeliling. “Harus kuakui kalau kehancuran ini sangat bagus dan tampak indah, sama seperti desa bawah tanah yang juga hancur oleh siluman saat itu ....” Kini, Zidan berhenti berpikiran positif tentang Kyra. Ia mulai memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi selama ini, yakni Kyra hanya berpura-pura dan membohongi mereka. “Katakan dengan jelas, apa yang kau inginkan, Kyra?” Melihat pandangan Zidan yang sudah berbeda tentang dirinya, Kyra pun menanggapi dengan lebih serius. “Tidak ada. Aku tidak mengharapkan apa pun.” Lagi-lagi dia menjeda kalimatnya. “Hanya saja, aku kecewa pada kalian. Awalnya kupikir kalian akan tetap melanjutkan perjalanan kendati tidak ada Kenzie, tetapi kalian malah kembali ke sini. Jujur saja, kalian sudah merusak rencanaku. Aku benci itu, lebih dari aku membenci Kenzie.” “Membenci Kenzie katamu?” Vani kian dibuat bingung dengan situasi ini. “Vani, berhenti memperkirakan kemungkinan positif. Kau seharusnya sudah mulai menyadarinya, kan?” Zidan langsung memeringatkan Vani. Meskipun sulit, Vani tetap menganggukkan kepala. “Aku tahu ... tapi ... ah, baiklah, akan kulakukan. Mungkin memang begitu adanya.” “Heeh ... jadi kalian berdua sudah berhenti memikirkan hal baik tentang Kyra yang kalian kenal selama ini? Bagus, bagus, sungguh bagus. Ini adalah apa yang dinamakan pertemanan antar manusia, kan? Sungguh mengharukan.” “Maaf saja, tapi ini bukan pertemanan antar manusia, melainkan manusia dan siluman. Aku sangat membenci siluman, terlebih siluman licik yang selama ini menyamar menjadi manusia untuk menipu kami,” kata Zidan. “Jujur saja, itu membuatku mual dan hampir ingin muntah kala mengetahuinya.” “Haha, sekali pun begitu pendapatmu, bukan berarti kau memang jauh lebih baik dariku. Akan kutunjukkan pada kalian berdua, kekuatan sebenarnya dari Kyra!” Kyra lantas berubah ke wujud aslinya, yakni siluman berekor sembilan. “Kalau kalian bersumpah untuk setia padaku sekarang, aku mungkin akan mempertimbangkan hal itu.” "Kau kira siapa yang sudi menjadi pelayan siluman?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD