III

1332 Words
Part 3. Sean Menyebalkan "Sayang, kenapa kau pergi dari istana ini? Kami semua cemas memikirkanmu. Terutama Xavier." Baru saja sampai di istana, Fiza langsung di berikan banyak pertanyaan oleh ibu Sean. Rain. "Sean mengusirku." adunya seraya melirik Sean yang melototinya kesal. Rain berkacak pinggang dan menjewer telinga Sean. "Kenapa kau mengusirnya hah? Memangnya selama dia tinggal di sini, dia menganggu hidupmu? Tidak 'kan?" omelnya. "Tidak ku sangka kakak sejahat itu." sinis Xavier dan memeluk Fiza erat. Seolah takut kehilangan gadis itu lagi. "Kau pasti ketakutan 'kan di luar sana. Sekarang kau tidak usah takut lagi. Ada aku di sini yang akan selalu melindungimu." lirihnya. Gadis itu terdiam kaku mendengar perkataan manis Xavier. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Sean yang di jewer Rain langsung melepaskan tangan mamanya pelan. "Maafin Sean." akunya. Dengan sangat tidak terduga, Sean tiba-tiba menarik kerah pakaian adiknya. "Jangan peluk-peluk. Apa kau lupa tata krama seorang pangeran?" Xavier mengangkat alisnya sebelah. "Aku tidak lupa. Lagipula tidak ada salahnya aku memeluk calon istriku." Uhuk! Fiza tersedak salivanya sendiri mendengar ucapan tegas Xavier. Sean melotot, seolah tidak terima. "Dia tidak cocok menjadi istrimu. Dia cocoknya menjadi kakakmu." bantahnya. 'Kakak? Kakak ipar maksudnya? Haha' . Fiza terkikik geli diam-diam. "Kenapa tidak cocok?!" "Umurmu terlalu muda untuknya." "Umur bukan lah penghalang!" "Tapi, apa kata orang seorang Pangeran Xu menikah dengan perempuan yang lebih tua?" "Cih, aku tidak peduli dengan pendapat orang lain. Biarkan saja mereka berpendapat sesuka mereka, lagipula pendapat mereka tidak ada pengaruhnya bagiku." Rain menjewer telinga keduanya. "Sudah, sudah. Jangan berdebat lagi. Mama muak mendengar ocehan kalian. Kalau kalian memang suka dengannya, perjuangkan. Jangan hanya omong kosong doang!" Fiza menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat drama yang tercipta di hadapannya. Namun di tengah keheningan itu, bunyi perut Fiza membuat ketiganya menoleh kompak sedangkan gadis yang di tatap menyengir canggung. "Lapar? Belum makan?" Fiza mengangguk polos mendengar pertanyaan Rain. "Baiklah. Kita ke dapur sekarang." Xavier merangkul mamanya dengan sayang. "Aku juga lapar, ma. Gara-gara memikirkan Fiza yang hilang aku belum sempat memakan apa pun." "Segitu khawatirnya anak mama ya." kekeh Rain. Xavier mengangguk dan berbisik. "Karena aku sangat menyukainya, ma." Sean yang mendengar bisikan Xavier mendengus keras. "Sangat menyukainya? Apa yang kau sukai dari gadis jelek sepertinya?" tanyanya lantang. Fiza yang mendengar kata 'gadis jelek' langsung menatap Sean. Sepertinya telinganya sangat sensitif dengan kata 'gadis jelek.' Wajah Xavier memerah malu mendengar pertanyaan kakaknya. "Kakak tidak perlu tahu." dengusnya untuk menutupi salah tingkahnya. "Cih, gadis jelek seperti itu di sukai. Sepertinya kau harus segera pergi memeriksa mata ke tabib." ejek Sean. Lagi-lagi Fiza hanya bisa menghela nafas sabar. Iya, dia tahu, dia jelek, tapi tidak usah segitunya juga kali mengejeknya. "Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda, kak." "Kalian ini." geram Rain sekaligus gemas. Baru kali ini kedua putranya menyukai seseorang. Yang satunya bersikap manis dan yang satunya lagi bersikap kasar. Sebagai seorang ibu tentu saja dia mengharapkan kedua putranya bahagia. Tapi, untuk masalah ini Rain hanya berharap tidak ada hati yang terluka terlalu parah. Rain pribadi tidak memaksa anaknya menikah politik. Rain akan menyetujui setiap pilihan anaknya asal perempuan itu baik. "Bagaimana pun endingnya nanti, mama harap kalian tidak akan bermusuhan." peringat Rain tegas. "Iya, ma. Mana mungkin kami bermusuhan." cetus Xavier. "Eits, jauh-jauh dari istri papa. Di haramkan bagimu untuk menyentuh istri papa." Yu Han tiba-tiba saja datang bak jilangkung dan mendorong putra bungsunya dengan tidak berperikemanusiaan. "Dasar orangtua jahat! Masa anak sendiri di dorong!" kesal Xavier. "Papa hanya tidak rela istri papa di peluk pria lain." "Tapi istri papa ini juga mamaku." geram Xavier atas tingkah posesif papanya. "Kau bukan anak kecil lagi. Jadi, jangan dekat-dekat dengan istriku!" Fiza yang berada di belakang mereka hanya bisa geleng-geleng kepala dan menahan tawa. Sungguh keluarga yang unik. Rain yang kejam tapi penyayang, Yu Han yang dingin dan posesif tapi setia. Sean yang lain di mulut lain di hati, Fita yang nakal dan menggemaskan, serta Xavier yang dingin tapi manis. Ia sampai tidak bisa menahan rasa bangga bisa menciptakan tokoh seperti mereka. Kecuali untuk tokoh Sean tentunya. **** Iris coklatnya seketika berbinar melihat makanan yang diinginkannya tersaji dihadapannya. Mie pedas. Rain sekeluarga menatap Fiza dengan tatapan tak percaya. Gadis itu meminta pelayan menambahkan 5 sendok cabe rawit ke dalam mienya. Mereka meringis melihat mie pedas tersebut. Ketika Fiza menyuap mie tersebut, mereka sampai menahan nafas. Menanti reaksi gadis itu. Mulut mereka menganga ketika melihat tidak ada reaksi berlebihan dari Fiza. Wajah Fiza datar-datar saja. "Kurang pedas." komentar Fiza pelan dan menambahkan 2 sendok cabe lagi. Gadis itu masih tidak sadar menjadi pusat perhatian. Saat ia mengedarkan pandangannya seraya mengunyah baru lah dia tersadar. Akibat keterkejutannya ia sampai tersedak. "Airr.. Airr.." Fiza manggap-manggap kepedasan seraya mengipasi bibirnya dengan tangan. Berharap bisa mengurangi rasa pedasnya. Padahal yang dilakukannya hanya sia-sia saja. Sean dan Xavier dengan sigap memberikan minuman ke Fiza. Minuman Xavier lah yang langsung di sambar Fiza sehingga membuat Sean mendecih sinis dan meneguk air dalam cangkir sekali teguk. "Makanya tidak usah sok-sok an menambahkan banyak cabe. Bentuk kau saja sudah seperti cabe." komentar Sean. Fiza tak mempedulikan ucapan Sean. Masa bodo dengan pria itu. Percuma saja meladeninya. Hanya akan membuat dirinya darah tinggi. "Jaga ucapanmu, sayang!" tegur Rain tak suka. "Dengerin tuh kata mama!" serobot Xavier. Ia tidak suka dengan sikap kakaknya yang selalu merendahkan gadis yang disukainya. "Sayang, makan ya. Aku suapi." Yu Han mengecup pipi Rain dari samping karena bosan melihat anak-anaknya yang sepertinya akan mulai berperang mulut sebentar lagi. Rain menoleh ke suaminya dan tersenyum manis seraya mengangguk. Sean dan Xavier memutar bola mata malas. Fiza mengigit bibir bawahnya gemas melihat pasangan ter-sweet itu. Iri rasanya. Fiza kembali menyantap mie nya. Tapi, kegiatannya terhenti ketika Sean merebut dan membanting piringnya hingga piring yang terbuat dari keramik itu hancur berkeping-keping. Tangan Fiza yang berada di udara mengepal. Dibuangnya sumpit yang dipegangnya dengan kasar akibat terlampau kesal. "Kenapa kau membuang makananku?!" Sean menyodorkan nasi gorengnya. "Makan ini saja!" PADAHAL SEAN KHAWATIR MELIHAT FIZA MENGKONSUMSI MAKANAN PEDAS. EMANG DASARNYA SAJA GENGSINYA BESAR. "Tidak mau." Fiza menghela nafas panjang. "Kaisar Yu Han. Fiza punya satu permintaan." Matanya menatap Yu Han dengan sorot permohonan. "Fiza tidak ingin tinggal di istana ini lagi." lanjutnya setelah melihat respon Yu Han. Xavier menatap gadis pujaannya dengan tatapan terkejut. Belum sempat dia berbicara, kakaknya sudah menyerobot duluan. "Memangnya kau punya rumah? Atau, kau ingin menjadi gelandangan di luar sana." cemooh Sean. Fiza tidak mempedulikan ucapan Sean dan kembali melanjutkan ucapannya. "Kalau saja yang mulia mau berbaik hati, tolong berikan Fiza rumah. Kalau tidak, tidak masalah. Fiza akan berusaha mencari pekerjaan untuk menyewa tempat tinggal." "Kerja? Kerja apa? p*****r?" Fiza langsung menatap Sean tajam. Mulut pria itu sungguh pedas dan menyakitkan hati. "IYA. KAU MAU MENCALON MENJADI PELANGGAN PERTAMAKU HAH?!" Sentaknya kesal. Sean mengebrak meja seraya berdiri. "HENTIKAN!" potong Rain ketika Sean baru saja hendak membuka suara. "Fiza. Aku tidak akan setuju dengan keputusanmu itu. Dunia era ini kejam, sayang. Jadi, tetap lah tinggal di sini," kata Rain lembut. Fiza menghela nafas lesu. Iya, dia tahu dunia era ini kejam. Tapi jika harus tinggal bersama Sean terus menerus dia tidak akan tahan akibat makan hati setiap hari. "Aku juga tidak setuju kau tinggal di luar istana. Aku takut kau kenapa-napa nantinya." tutur Xavier khawatir. Fiza menatap pria tampan itu bimbang."Tapi..." "Begini saja. Karena Sean selalu mencari masalah denganmu. Dan aku yakin, Sean juga lah penyebab kau ingin keluar dari istana ini. Mulai sekarang Sean akan di larang menginjakkan kaki di dalam kediamanmu. Bagaimana? Apa kau setuju?" "Itu lebih baik, ma." setuju Xavier girang. "Aku tidak setuju!" Bantah Sean. Rain melotot. "Kau diam saja, Sean." "Ma.." melasnya. "Kediamanmu akan dipindahkan ke dekat kediaman Xavier karena kediamanmu yang sekarang berdekatan dengan kediaman Sean." "Mulai sekarang, sebelum tidur aku bisa mengunjungimu." kekeh Xavier senang. Sean menggertakkan giginya kesal tanpa di ketahui oleh siapa pun sedangkan Fiza tersenyum manis. Setidaknya dia akan bebas dari mulut pedas Sean selama dia berada di dalam kediamannya. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD